Keesokan paginya Helena membuka matanya dan melihat Karan yang sedang duduk di hadapannya.
"Selamat pagi wanita manja,"
Helena menundukkan kepalanya sambil menahan sakitnya.
"Helena, cepat katakan. Kamu melihat apa disana?" tanya Karan.
"A-aku tidak melihat apa-apa, Kak. Saat itu aku terkejut ketika mereka datang dan merampok toko emas." jawab Helena.
Karan menghela nafas dan sedikit menahan amarahnya.
"Sampai kapan kamu akan selalu mengatakan tidak melihat apa-apa? Kamu kira aku bodoh, Hel?"
Helena masih menundukkan kepalanya dengan air matanya yang mengalir.
Karan menarik lengan Helena dan membawanya ke kamar mandi.
"CEPAT KATAKAN!!"
Karan menyemprotkan air ke punggung Helena yang terluka.
"Maafkan aku, Karan. Aku tidak bisa mengatakannya." ucap Helena dalam hati.
Helena ambruk kembali dan Karan tetap menyemprot nya.
"Baiklah kalau itu keinginan kamu." ucap Karan yang kemudian melepaskan pakaian Helena dan memberikannya hukuman seperti semalam.
Helena hanya bisa menangis sesenggukan di kamar mandi saat suaminya memaksanya.
"Cepat katakan kalau kamu masih mau hidup," ucap Karan.
Helena hanya diam sampai akhirnya Karan sudah selesai melakukannya
Setelah itu Karan membawanya ke kamar dan memberikan pakaian pelayan untuk istrinya.
"Disini kamu harus bekerja melayani aku dan sekarang lekas buatkan sarapan untuk aku." ucap Karan.
Helena menganggukkan kepalanya dan segera mengganti pakaiannya.
Ia keluar dari kamar dan menuju ke dapur untuk membuat sarapan.
Beberapa pelayan melihat Helena yang wajahnya pucat dengan rambut yang masih basah.
"Nyonya, biar saya bantu." ucap Bi Fia.
Helena yang akan menjawabnya langsung terdiam saat Karan berjalan dan meminta pelayan berkumpul.
“Semua pelayan, berkumpul sekarang,” perintahnya.
Para pelayan berhenti dari pekerjaan masing-masing dan segera berbaris.
Helena yang akan membuat roti bakar langsung menundukkan kepalanya.
"Mulai sekarang dia pelayan pribadiku dan kalian jangan berani-berani membantunya atau mengajak bicara. Hanya aku yang berhak mengajaknya bicara. Jika ada yang melanggarnya. Aku tidak segan-segan membunuh kalian semua."
Pelayan menunduk dan ketakutan saat mendengar perkataan dari Karan.
Helena yang tadi diam akhirnya bicara dan berjalan menuju ke Karan.
"Kamu boleh menyiksa aku, Kak. Tapi, jangan lukai mereka yang sudah bekerja disini." ucap Helena.
Karan tersenyum tipis dan mendekat ke arah wajah istrinya.
"Jangan berani-berani merintahku atau kamu akan melihat mereka mati didepan mu." ucap Karan sambil mencekal lengan Helena.
Dion yang melihatnya hanya bisa diam dan tidak bisa membantuku Helena.
"Kembali bekerja dan kamu buatkan sarapan untukku. Setelah itu bawa ke ruangan kerjaku."
Disaat bersamaan terdengar suara langkah kaki yang berjalan ke arah mereka.
Helena melihat seorang wanita yang sangat cantik dan memeluk Karan.
"Karan, aku merindukanmu." ucap wanita itu.
Helena hanya terdiam saat ada wanita lain memeluk tubuh suaminya.
"Renata? Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Karan yang kemudian mengajak wanita itu ke ruangan kerjanya.
Helena segera menuju ke dapur untuk membuatkan sarapan.
Dion menghampiri Angela dan membantunya membuka roti.
Bi Fia juga membantu menyiapkan jus jeruk kesukaan Karan.
"Kalian jangan membantuku. Nanti Kak Karan akan membunuh kalian." ucap Helena.
"Nyonya tidak usah khawatir. Lebih baik kami mati daripada melihat Nyonya menyiapkannya semuanya." ujar Dion.
Dion mengatakan kalau ia yakin kalau Helena tidak terlibat kasus perampokan yang membuatku Firdaus meninggal dunia.
"Terima kasih sudah mau percaya sama aku," ucap Helena.
"Nyonya, kami semua dipihak anda. Anda jangan khawatir." ucap Bi Fia.
Helena tersenyum tipis sambil mengambilnya roti bakar yang sudah matang.
Setelah semuanya siap, Helena membawa nampan ke ruang kerja Karan.
Disaat membuka pintu ia melihat Renata yang sedang mencium bibir Karan.
Helena langsung masuk kedalam dan menaruh sarapan di atas meja Karan.
Renata tersenyum puas saat bibirnya masih menempel pada Karan, seolah sengaja memperlihatkannya pada Helena.
Helena hanya menunduk, meletakkan sarapan di atas meja dengan tangan gemetar.
“Ini sarapanmu, Kak,” ucap Helena lirih.
Karan melirik Helena sambil tersenyum miring meraih garpu dan mengambil sepotong roti bakar tanpa melepaskan genggaman Renata di tangannya.
“Bagus. Cepat juga kamu menyiapkannya. Sepertinya kamu mulai mengerti posisimu di sini.”
Renata mendekat dan memegang wajah Helena yang hanya diam dari tadi.
"Jadi ini, istrimu? Aku kira hanya rumor saja. Tapi kenapa wajahnya terlihat menderita sekali?” ucap Renata.
"Dia memang istriku di atas kertas, tapi kenyataannya sekarang dia adalah pelayan pribadiku." ujar Karan.
Helena menggenggam erat kain rok pelayan yang ia kenakan, menahan gejolak dalam dirinya.
Ia ingin berteriak, tetapi hanya bisa menunduk. Air matanya jatuh, menetes di lantai marmer ruangan itu.
Renata tersenyum sinis, lalu melingkarkan tangannya ke leher Karan.
“Kau tidak keberatan kan kalau aku tinggal di sini beberapa waktu? Aku ingin sekali menghabiskan lebih banyak waktu denganmu, Karan.”
Karan menoleh sebentar ke arah Helena, lalu menjawab dengan nada dingin.
“Tentu saja. Rumah ini selalu terbuka untukmu, Renata.”
Helena menghela nafas panjang dan ia mengambil bekas piring yang kotor.
Saat akan keluar, Karan mencekal lengannya dan memintanya untuk tetap disini.
“Jangan pergi dulu,” ucap Karan tanpa menoleh, masih menatap Renata.
Helena menunduk, berusaha menyembunyikan ketakutannya.
Jemarinya gemetar, memeluk erat piring kotor yang hampir terlepas dari genggamannya.
Renata tersenyum puas, seolah menikmati situasi.
Ia duduk di kursi dengan anggun, menatap Helena dari atas ke bawah.
“Biarkan saja dia di sini, Karan. Aku ingin tahu sejauh mana seorang istri bisa menahan dirinya ketika suaminya bersama wanita lain.”
Karan menoleh perlahan pada Renata, lalu terkekeh pendek.
“Kamu memang tahu cara menyenangkan aku, Renata." ucap Karan yang kemudian menarik tangan Renata dan menciumnya di hadapan Helena.
Helena melepaskan tangan Karan dan segera meninggalkan ruangan kerja Karan.
Karan yang tidak terima dengan Helena yang pergi dari ruang kerjanya langsung menyusulnya ke dapur.
Semua pelayan langsung pergi ketakutan saat melihat amarah Karan.
Karan masuk ke dapur dengan langkah keras, wajahnya merah padam menahan emosi.
Helena berdiri di dekat meja dapur, memeluk nampan kosong erat-erat, tubuhnya gemetar.
“BERANI-BERANINYA KAMU MENINGGALKANKU SEPERTI ITU, HELENA?!” teriak Karan sambil menghantam meja hingga piring-piring bergetar.
Hl“Aku hanya ingin membersihkan piring, Kak…”
Karan mencengkeram dagu Helena dengan kasar, memaksa wajahnya menatap mata dinginnya.
“Kamu pikir aku ini siapa? Aku ini suamimu, bukan sampah yang bisa kau abaikan seenaknya! Atau kau sengaja lari karena tak tahan melihat aku bersama Renata?”
Air mata Helena mengalir deras, tapi ia tetap diam.
Helena menghapus air matanya dan menatap wajah Karan.
"Aku tidak tahan? Kamu salah besar, Kak! Aku sangat bahagia karena ada wanita yang mencintai kamu." ucap Helena.
Karan semakin emosi dan ia menarik pinggang Helena.
"Kamu yakin tidak cemburu melihatnya?"
"Sama sekali tidak! Aku hanya mencintai Firdaus dan bukan kamu, Kak!"
Ucapan Helena membuat Karan semakin emosi dan ia langsung mendorong tubuh istrinya sampai membuat gelas dan piring pecah semuanya.
Helena terjatuh ke lantai dan meringis kesakitan saat pecahan kaca menancap di perutnya, darah mulai merembes membasahi pakaian pelayan yang ia kenakan.
“Nyonya Helena!” teriak Bi Fia
Dion yang melihatnya langsung mendekat ke arah Helena.
"Jangan sentuh dia!!"
Karan yang akan membopong tubuh Helena, tiba-tiba melihat Renata yang pingsan.
Ia segera berlari menolong Renata dan membopongnya.
Renata tersenyum tipis dan ia berhasil menjauhkan Karan yang akan menolong Helena.
"K-kak....,"
Dion segera membopong tubuh Helena dan membawa ke rumah sakit.
Ia mengajak Bi Fia agar ikut ke rumah sakit terdekat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments