Bab 2

Helena membuka matanya dan melihat salah satu polisi wanita yang duduk disampingnya.

Saat ini kondisi Helena luka parah dan ada selang yang terpasang di mulutnya sehingga ia susah untuk bicara.

“Nona Helena, tenanglah. Anda sudah selamat sekarang. Kami menemukan Anda di jalan Mangga setelah perampokan itu." ucap polisi wanita.

Air mata Helena mengalir deras saat mengingat kejadian dimana mereka menunggu Firdaus dengan secara kejam.

Polisi wanita menenangkan Helena dan ia berjanji akan menangkap pelaku itu.

Disaat yang bersamaan, tiba-tiba pintu ruang perawatan terbuka.

Karan masuk kedalam dan melihat keadaan Helena yang sedang menangis.

Polisi wanita langsung bangkit dari duduknya saat melihat Karan yang sudah datang.

Karan tersenyum sinis dan ia duduk di samping tempat tidur Helena.

Helena menatap wajah Karan untuk pertama kalinya.

Mata pria itu tajam, penuh kebencian, dan berbeda sekali dengan kelembutan Firdaus.

“Jadi, kamu yang bernama Helena. Calon istri Firdaus?"

Helena berusaha membuka mulut, tapi selang yang menempel membuat suaranya hanya berupa rintihan kecil.

Air matanya kembali jatuh, membasahi pipinya yang pucat.

"Kenapa kamu menangis? Bukankan kamu bahagia karena Firdaus telah tiada?" tanya Karan dengan tatapan sinis.

Helena menggelengkan kepalanya dan ingin mengatakan kalau ia sangat mencintai Firdaus.

Helena mencoba mengangkat tangannya, meski lemah, untuk menuliskan sesuatu di udara dengan jari.

Tapi tenaganya terlalu sedikit, dan hanya air mata yang mengalir makin deras di pipinya.

Polisi wanita yang sejak tadi memperhatikan segera berkata dengan tegas:

“Tuan Karan, tolong jaga ucapan Anda. Nona Helena adalah korban, sama seperti almarhum adik Anda. Jangan membuat kondisinya semakin parah.”

Namun Karan hanya menyunggingkan senyum tipis, dingin.

Tatapan matanya menusuk Helena, seakan ingin mencari jawaban yang tersembunyi.

“Aku tidak percaya begitu saja jika Firdaus adikku meninggal begitu saja sementara kamu tetap hidup. Bagiku, itu terlalu kebetulan.”

Helena menggeleng dengan keras, napasnya terengah karena selang di mulutnya.

Ia ingin berteriak, ingin menjelaskan, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk bicara.

"DION!!"

Dion yang ada di depan ruang perawatan langsung masuk ke dalam.

"Dion, siapkan pernikahan ku dengan wanita ini. Aku tidak mau dia sedih karena adikku meninggal dunia. Jadi aku yang akan menikahi dan menggantikan posisi Firdaus." ucap Karan sambil membelai rambut Helena.

Helena menggelengkan kepalanya sambil menatap wajah Karan.

“Tuan Karan! Anda tidak bisa berbicara seperti itu. Nona Helena baru saja kehilangan calon suaminya dan nyawanya pun nyaris melayang! Tolong, jangan memperparah kondisinya.”

Namun, Karan menoleh perlahan, menatap polisi wanita itu dengan mata yang dingin.

“Ini urusan keluarga kami. Kamu tidak berhak ikut campur.”

Polisi wanita itu hanya bisa menundukkan kepalanya.

Karan menekan tombol darurat agar dokter datang ke ruangan perawatan.

Dokter yang mendengar suara bel langsung masuk ke dalam.

"Tuan Karan, ada yang bisa saya bantu?" tanya dokter.

"Aku mau dia rawat jalan karena kami akan menikah. Aku tidak mau calon pengantinku lemah seperti ini." jawab Karan.

Dokter meminta Karan untuk bersabar karena kondisi Helena masih lemah.

"Pilih wanita ini atau reputasi rumah sakit ini?" ancam Karan.

Polisi wanita meminta Karan untuk tidak memaksa dokter melakukan tindakan yang tercela.

"Apa anda tidak tahu kalau Nona Helena baru saja sadar?"

Karan memanggil anak buahnya yang ada disana untuk menutup mulut polisi itu.

Mereka menganggukkan kepalanya dan langsung menutup mulut polisi wanita dengan sapu tangan.

Dokter yang melihatnya langsung melepaskan selang infus dan alat medis lainnya yang masih menempel di tubuh Helena.

Setelah itu Karan meminta Helena untuk bangkit dari tempat tidurnya.

"A-aku tidak bisa, tubuhku masih lemah." ucap Helena.

Karan langsung menarik tangan Helena agar bangkit dari tempat tidurnya.

"Jangan manja, kamu itu wanita manja yang sudah membunuh adikku."

Helena yang bangkit dari tempat tidur langsung pingsan kembali.

"Menyusahkan saja, "

Karan langsung membopong tubuh Helena dan membawanya ke rumahnya.

Mobil hitam melaju kencang menuju ke rumah Karan.

Di dalam mobil Karan melihat Helena yang masih pingsan.

Karan meminta sopir untuk mempercepat laju mobilnya.

Sopir menganggukkan kepalanya dan ia segera mempercayai laju mobilnya.

Dua jam kemudian mereka telah sampai dan Karan membawa Helena ke kamarnya.

Karan mengambil rantai dan mengikat kedua tangan Helena ke samping tempat tidur.

Setelah mengikat Helena, ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Tak lama kemudian Helena membuka matanya perlahan-lahan.

Pandangannya kabur, kepala terasa berat, dan tubuhnya seakan kehilangan tenaga.

Begitu penglihatannya mulai jelas, ia mendapati dirinya berada di sebuah kamar asing yang besar, megah, namun dingin.

Tirai tebal menutupi jendela, membuat ruangan itu remang-remang.

Ia berusaha bangun, namun tubuhnya terlalu lemah.

Helena melihat tangannya yang terikat dengan rantai.

"Fir.... Firdaus...." bisik Helena.

Helena berharap kalau ini hanya sebuah mimpi buruk.

Pintu kamar mandi terbuka dan Karan melihat Helena yang sudah sadar.

"Putri tidur, sudah bangun ternyata. Apa kamu mau pingsan lagi?"

Karan melepas handuknya di hadapan Helena yang terikat.

Helena langsung memejamkan matanya saat Karan sedang telanjang.

"Buka matamu, Helena. Dan setelah ini kamu akan sering melihatku seperti ini." ucap Karan sambil mengenakan jas pengantinnya.

Helena memalingkan wajahnya, menolak menatap Karan yang kini mengenakan jas pengantin.

Air matanya kembali mengalir, tubuhnya gemetar bukan hanya karena lemah, tapi juga ketakutan.

"Kamu tidak punya pilihan lagi, Helena. Karna mulai hari ini, kamu adalah milikku. Aku tidak akan membiarkanmu pergi, sampai aku tahu kebenaran tentang kematian Firdaus."

"Kak Karan, aku juga korban disini. Aku mencintai Firdaus dan mana mungkin aku membunuh calon suamiku sendiri." ucap Helena.

Karan naik ke atas tempat tidur dan langsung menjambak rambut Helena.

"Wanita licik seperti kamu, pasti akan menghalalkan segala cara untuk membunuh Firdaus." ucap Karan.

Helena meringis kesakitan saat Karan menjambak rambutnya.

Karan menatap wajah Helena dari jarak yang sangat dekat.

“Jangan pernah lagi sebut nama adikku dengan bibirmu yang penuh kebohongan itu!” geram Karan sambil menekan kepala Helena ke bantal.

Helena menggelengkan kepalanya karena tidak bisa bernafas.

"MMMMPPPHHH!"

Karan masih menekan kepala Helena ke bantal, sampai Helena tidak bisa bernafas.

Helena meronta sekuat tenaga, tubuhnya gemetar hebat.

Rantai di pergelangan tangannya berderak-derak, menimbulkan suara besi yang bergema di kamarnya.

Sesaat sebelum napasnya benar-benar habis, Karan melepaskan tekanan tangannya.

Helena terbatuk keras, terengah-engah sambil menelan udara dengan paksa.

“Aku tidak akan membunuhmu sekarang, Helena. Aku ingin kau merasakan bagaimana rasanya kehilangan harapan, sedikit demi sedikit sama seperti aku kehilangan Firdaus.” ucap Karan dengan senyuman yang menakutkan.

Helena menatap Karan dengan mata penuh ketakutan sekaligus kepasrahan.

Air matanya tak berhenti mengalir, bercampur dengan keringat dingin di wajah pucatnya.

Karan bangkit dari tempat tidur dan membuka pintu kamar.

Ia melihat perias pengantin sudah datang dan akan mendandani Helena.

"Cepat lakukan dan jangan buat aku menunggu." ucap Karan.

Mereka menganggukkan kepalanya dan langsung masuk ke kamar.

Helena berteriak meminta Karan untuk melepaskannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!