Hidden Love From The Past
Narynra duduk di kamarnya, dikelilingi oleh kenangan-kenangan indah bersama Bundanya. Dia merasa sedih dan penuh kerinduan, seperti ada lubang besar di hatinya yang tidak bisa diisi oleh apa pun. Dengan wajah yang sedih dan mata yang berkaca-kaca, Narynra mengeluarkan kata-kata yang teramat dalam
"Bunda... aku kangen bunda," ucapnya sambil menitikkan air mata yang mengalir perlahan-lahan di pipinya.
Narynra menundukkan kepala, membiarkan air matanya mengalir bebas. Dia merasa seperti kehilangan sebagian dari dirinya sendiri ketika Bundanya meninggal. Kenangan-kenangan indah bersama Bundanya terus menghantui pikirannya, membuatnya merasa sedih dan kesepian. Dalam keheningan kamarnya, Narynra membiarkan dirinya larut dalam kesedihan dan kerinduan akan Bundanya yang tidak lagi ada di sampingnya.
Narynra, 22 tahun, memiliki penampilan anggun dengan rambut hitam sebahu sedikit yang tergerai lembut, mata indah dengan bulu mata lentik yang menonjolkan kecantikan alaminya, hidung mancung yang memberikan kesan tajam, dan bibir tipis yang menambahkan kesan feminin. Dengan tinggi 160 cm dan postur ramping, dia tampil elegan dan feminin. Penampilannya yang sederhana namun stylish membuatnya menonjol dengan percaya diri.
Tok... Tok... Tok... (Terdengar suara ketukan pintu yang lembut)
"Siapa?" tanya Narynra dengan nada penasaran dan sedikit kaget.
"Ini ibu," jawab Elisya dengan suara lembut dan hangat.
Elisya Laurence, ibu tiri Narynra berusia 45 tahun, tampil elegan dan stylish dengan rambut hitam pendek yang terpotong rapi. Mata standar yang indah dan hidung mancung yang tajam memberikan kesan yang anggun pada wajahnya, sementara bibir tipisnya yang terbentuk dengan baik menambah kesan feminin. Dengan postur ramping yang sempurna, Elisya memancarkan aura kecantikan dan kesederhanaan yang membuat dirinya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya.
"Kenapa?" tanya Narynra dengan nada datar dan sedikit tidak bersemangat.
"Apakah kamu baik-baik saja? Kenapa wajah kamu tampak muram?" tanya Elisya sambil menatap Narynra dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Dia melangkah masuk ke dalam kamar Narynra dengan langkah yang lembut dan perlahan.
"Gapapa," jawab Narynra singkat dengan nada yang masih datar.
"Baiklah kalau kamu tidak mau cerita sama ibu," ucap Elisya dengan tersenyum lembut dan penuh pengertian, menunjukkan empati dan kasih sayang yang tulus pada Narynra. Meskipun dia tidak mau berbicara tentang perasaannya. Elisya tidak memaksa Narynra untuk membuka diri, melainkan membiarkannya memiliki ruang untuk dirinya sendiri, menunjukkan bahwa dia benar-benar peduli dengan perasaan Narynra.
"Sekarang kita ke bawah, udah waktunya makan malam. Sudah ditungguin sama Ayah dan Kakak kamu," ucap Elisya dengan nada yang lembut.
"Turun aja dulu, nanti saya nyusul," jawab Narynra dengan nada santai, meskipun wajahnya masih datar dan tidak banyak berubah.
Elisya mengangguk dengan lembut. "Oke, ibu turun dulu. Jangan lama-lama ya, sayang," ucapnya dengan senyum dan mengingatkan, Elisya berbalik dan meninggalkan kamar Narynra dengan langkah yang perlahan dan tenang, membiarkan Narynra memiliki waktu untuk dirinya sendiri sebelum bergabung dengan keluarga untuk makan malam.
Suasana ruang makan terasa hangat dan nyaman, dengan cahaya lampu yang lembut dan aroma makanan yang lezat. Edward, dengan tatapan mata yang penuh perhatian, melihat Elisya berjalan sendiri menuju meja makan.
"Naryn mana sayang? Kenapa tidak ikut turun?" tanya Edward dengan nada yang hangat dan penuh kasih sayang, menunjukkan bahwa dia peduli dengan keberadaan Narynra dan penasaran mengapa dia tidak bergabung dengan mereka.
Edward Laurence, Ayah Narynra berusia 47 tahun, memiliki penampilan yang rapi dengan rambut pendek yang terawat dan gaya klasik yang elegan. Wajahnya memiliki garis-garis tegas yang membentuk kesan kuat dan percaya diri.
"Katanya nanti nyusul, paling bentar lagi dia turun," ucap Elisya dengan tersenyum lembut, menjawab pertanyaan Edward.
Edward tersenyum dan menarik kursi di sampingnya, mengundang Elisya untuk duduk dengan gerakan yang ramah. "Duduk sini sayang," ucapnya sambil menunjuk kursi dengan senyuman yang hangat.
Elisya duduk di samping Edward, sementara Lukas duduk di sebelah depannya, menikmati suasana keluarga yang hangat dan akrab. Suasana ruang makan dipenuhi dengan kehangatan dan kenyamanan, cahaya lampu yang lembut dan aroma makanan yang lezat membuat semua orang merasa nyaman dan bersemangat untuk menikmati hidangan.
Setelah beberapa saat, Narynra akhirnya bergabung dengan mereka. Elisya segera mengambilkan nasi dan beberapa lauk untuk Edward, menunjukkan perhatiannya terhadap suami dan anak-anaknya.
Kemudian, Elisya beralih pada Narynra dengan senyum ramah. "Sayang, sini Ibu ambilin. Mau lauk apa?" tanya Elisya, menunjukkan kasih sayang dan perhatiannya terhadap Narynra. Dengan gerakan yang lembut, Elisya menunggu jawaban Narynra, siap untuk memenuhi keinginannya.
"Saya bisa ambil sendiri," ucap Narynra dengan nada dingin, menunjukkan sedikit ketidaksukaan terhadap perhatian Elisya. Dengan gerakan yang cepat, Narynra segera mengambil jamur crispy dari meja, menunjukkan bahwa dia tidak membutuhkan bantuan.
Sementara itu, Lukas mengeluarkan gumaman yang terdengar oleh Narynra. "Cihh... Ga tau trimakasih," gumam Lukas dengan nada kesal, menunjukkan ketidakpuasan terhadap sikap Narynra.
Lukas Laurence, kakak tiri Narynra berusia 25 tahun, memiliki penampilan yang santai namun sedikit sombong, dengan senyum sinis yang sering menghiasi wajahnya. Matanya yang tajam memberikan kesan yang kuat, sementara rambutnya yang sedikit tidak rapi menambah kesan kasual pada dirinya. Wajahnya yang tampan dengan garis-garis wajah tegas membuatnya memiliki penampilan yang menarik dan karismatik.
Narynra langsung menatap Lukas dengan mata yang tajam. "Ngomong apa tadi?" tanya Narynra dengan nada tajam, menunjukkan bahwa dia tidak senang dengan komentar Lukas. Ketegangan antara keduanya mulai terasa.
Edward segera campur tangan, memanggil Narynra dengan nada yang menenangkan namun tetap tegas. "Naryn..." berusaha untuk meredakan situasi yang mulai memanas.
"Ayah, dia yang mulai duluan juga," ucap Narynra dengan nada marah, membela diri dan menunjukkan ketidakadilan yang dia rasakan.
Edward menanggapi dengan nada tegas. "Udah, kita lagi makan, jangan berantem."
Narynra memutar kedua bola matanya sambil menghela nafas, merasa sedikit kesal dan tidak puas dengan situasi yang terjadi.
Setelah selesai makan malam, Edward dan Elisya lebih dulu meninggalkan ruang makan, meninggalkan Lukas dan Narynra yang masih duduk di sana dengan suasana yang tegang di antara mereka.
Lukas mencoba memulai percakapan dengan Narynra, berharap dapat memperbaiki suasana yang tegang setelah makan malam.
"Lo besok ke kampus?" tanya Lukas dengan nada santai dan tersenyum, menunjukkan ketertarikannya untuk berbicara dengan Narynra.
Narynra melirik Lukas dengan pandangan yang tajam, lalu menaikkan sebelah alisnya setelah mendengar pertanyaan Lukas.
"Kepo," ucap Narynra dengan nada datar, menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap pertanyaan Lukas. Tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, Narynra pergi meninggalkan Lukas di sana, meninggalkan kesan bahwa dia tidak ingin berbicara lebih lanjut.
"NARYNRA.......!" Lukas berteriak dengan nada frustrasi, suaranya menggema di ruang makan yang kini kosong. "Nggak bener ya lo, gue tanya baik-baik juga," ucap Lukas, menunjukkan kekecewaannya terhadap sikap Narynra yang tidak mau berbicara dengan dia. Wajah Lukas terlihat merah padam karena kesal, dan dia menggelengkan kepala, merasa tidak percaya dengan reaksi Narynra yang begitu dingin dan tidak peduli. Dengan tangan yang terkepal, Lukas menunjukkan rasa frustrasinya yang semakin meningkat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments