NovelToon NovelToon

Hidden Love From The Past

Awal

Narynra duduk di kamarnya, dikelilingi oleh kenangan-kenangan indah bersama Bundanya. Dia merasa sedih dan penuh kerinduan, seperti ada lubang besar di hatinya yang tidak bisa diisi oleh apa pun. Dengan wajah yang sedih dan mata yang berkaca-kaca, Narynra mengeluarkan kata-kata yang teramat dalam

"Bunda... aku kangen bunda," ucapnya sambil menitikkan air mata yang mengalir perlahan-lahan di pipinya.

Narynra menundukkan kepala, membiarkan air matanya mengalir bebas. Dia merasa seperti kehilangan sebagian dari dirinya sendiri ketika Bundanya meninggal. Kenangan-kenangan indah bersama Bundanya terus menghantui pikirannya, membuatnya merasa sedih dan kesepian. Dalam keheningan kamarnya, Narynra membiarkan dirinya larut dalam kesedihan dan kerinduan akan Bundanya yang tidak lagi ada di sampingnya.

Narynra, 22 tahun, memiliki penampilan anggun dengan rambut hitam sebahu sedikit yang tergerai lembut, mata indah dengan bulu mata lentik yang menonjolkan kecantikan alaminya, hidung mancung yang memberikan kesan tajam, dan bibir tipis yang menambahkan kesan feminin. Dengan tinggi 160 cm dan postur ramping, dia tampil elegan dan feminin. Penampilannya yang sederhana namun stylish membuatnya menonjol dengan percaya diri.

Tok... Tok... Tok... (Terdengar suara ketukan pintu yang lembut)

"Siapa?" tanya Narynra dengan nada penasaran dan sedikit kaget.

"Ini ibu," jawab Elisya dengan suara lembut dan hangat.

Elisya Laurence, ibu tiri Narynra berusia 45 tahun, tampil elegan dan stylish dengan rambut hitam pendek yang terpotong rapi. Mata standar yang indah dan hidung mancung yang tajam memberikan kesan yang anggun pada wajahnya, sementara bibir tipisnya yang terbentuk dengan baik menambah kesan feminin. Dengan postur ramping yang sempurna, Elisya memancarkan aura kecantikan dan kesederhanaan yang membuat dirinya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya.

"Kenapa?" tanya Narynra dengan nada datar dan sedikit tidak bersemangat.

"Apakah kamu baik-baik saja? Kenapa wajah kamu tampak muram?" tanya Elisya sambil menatap Narynra dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Dia melangkah masuk ke dalam kamar Narynra dengan langkah yang lembut dan perlahan.

"Gapapa," jawab Narynra singkat dengan nada yang masih datar.

"Baiklah kalau kamu tidak mau cerita sama ibu," ucap Elisya dengan tersenyum lembut dan penuh pengertian, menunjukkan empati dan kasih sayang yang tulus pada Narynra. Meskipun dia tidak mau berbicara tentang perasaannya. Elisya tidak memaksa Narynra untuk membuka diri, melainkan membiarkannya memiliki ruang untuk dirinya sendiri, menunjukkan bahwa dia benar-benar peduli dengan perasaan Narynra.

"Sekarang kita ke bawah, udah waktunya makan malam. Sudah ditungguin sama Ayah dan Kakak kamu," ucap Elisya dengan nada yang lembut.

"Turun aja dulu, nanti saya nyusul," jawab Narynra dengan nada santai, meskipun wajahnya masih datar dan tidak banyak berubah.

Elisya mengangguk dengan lembut. "Oke, ibu turun dulu. Jangan lama-lama ya, sayang," ucapnya dengan senyum dan mengingatkan, Elisya berbalik dan meninggalkan kamar Narynra dengan langkah yang perlahan dan tenang, membiarkan Narynra memiliki waktu untuk dirinya sendiri sebelum bergabung dengan keluarga untuk makan malam.

Suasana ruang makan terasa hangat dan nyaman, dengan cahaya lampu yang lembut dan aroma makanan yang lezat. Edward, dengan tatapan mata yang penuh perhatian, melihat Elisya berjalan sendiri menuju meja makan.

"Naryn mana sayang? Kenapa tidak ikut turun?" tanya Edward dengan nada yang hangat dan penuh kasih sayang, menunjukkan bahwa dia peduli dengan keberadaan Narynra dan penasaran mengapa dia tidak bergabung dengan mereka.

Edward Laurence, Ayah Narynra berusia 47 tahun, memiliki penampilan yang rapi dengan rambut pendek yang terawat dan gaya klasik yang elegan. Wajahnya memiliki garis-garis tegas yang membentuk kesan kuat dan percaya diri.

"Katanya nanti nyusul, paling bentar lagi dia turun," ucap Elisya dengan tersenyum lembut, menjawab pertanyaan Edward.

Edward tersenyum dan menarik kursi di sampingnya, mengundang Elisya untuk duduk dengan gerakan yang ramah. "Duduk sini sayang," ucapnya sambil menunjuk kursi dengan senyuman yang hangat.

Elisya duduk di samping Edward, sementara Lukas duduk di sebelah depannya, menikmati suasana keluarga yang hangat dan akrab. Suasana ruang makan dipenuhi dengan kehangatan dan kenyamanan, cahaya lampu yang lembut dan aroma makanan yang lezat membuat semua orang merasa nyaman dan bersemangat untuk menikmati hidangan.

Setelah beberapa saat, Narynra akhirnya bergabung dengan mereka. Elisya segera mengambilkan nasi dan beberapa lauk untuk Edward, menunjukkan perhatiannya terhadap suami dan anak-anaknya.

Kemudian, Elisya beralih pada Narynra dengan senyum ramah. "Sayang, sini Ibu ambilin. Mau lauk apa?" tanya Elisya, menunjukkan kasih sayang dan perhatiannya terhadap Narynra. Dengan gerakan yang lembut, Elisya menunggu jawaban Narynra, siap untuk memenuhi keinginannya.

"Saya bisa ambil sendiri," ucap Narynra dengan nada dingin, menunjukkan sedikit ketidaksukaan terhadap perhatian Elisya. Dengan gerakan yang cepat, Narynra segera mengambil jamur crispy dari meja, menunjukkan bahwa dia tidak membutuhkan bantuan.

Sementara itu, Lukas mengeluarkan gumaman yang terdengar oleh Narynra. "Cihh... Ga tau trimakasih," gumam Lukas dengan nada kesal, menunjukkan ketidakpuasan terhadap sikap Narynra.

Lukas Laurence, kakak tiri Narynra berusia 25 tahun, memiliki penampilan yang santai namun sedikit sombong, dengan senyum sinis yang sering menghiasi wajahnya. Matanya yang tajam memberikan kesan yang kuat, sementara rambutnya yang sedikit tidak rapi menambah kesan kasual pada dirinya. Wajahnya yang tampan dengan garis-garis wajah tegas membuatnya memiliki penampilan yang menarik dan karismatik.

Narynra langsung menatap Lukas dengan mata yang tajam. "Ngomong apa tadi?" tanya Narynra dengan nada tajam, menunjukkan bahwa dia tidak senang dengan komentar Lukas. Ketegangan antara keduanya mulai terasa.

Edward segera campur tangan, memanggil Narynra dengan nada yang menenangkan namun tetap tegas. "Naryn..." berusaha untuk meredakan situasi yang mulai memanas.

"Ayah, dia yang mulai duluan juga," ucap Narynra dengan nada marah, membela diri dan menunjukkan ketidakadilan yang dia rasakan.

Edward menanggapi dengan nada tegas. "Udah, kita lagi makan, jangan berantem."

Narynra memutar kedua bola matanya sambil menghela nafas, merasa sedikit kesal dan tidak puas dengan situasi yang terjadi.

Setelah selesai makan malam, Edward dan Elisya lebih dulu meninggalkan ruang makan, meninggalkan Lukas dan Narynra yang masih duduk di sana dengan suasana yang tegang di antara mereka.

Lukas mencoba memulai percakapan dengan Narynra, berharap dapat memperbaiki suasana yang tegang setelah makan malam.

"Lo besok ke kampus?" tanya Lukas dengan nada santai dan tersenyum, menunjukkan ketertarikannya untuk berbicara dengan Narynra.

Narynra melirik Lukas dengan pandangan yang tajam, lalu menaikkan sebelah alisnya setelah mendengar pertanyaan Lukas.

"Kepo," ucap Narynra dengan nada datar, menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap pertanyaan Lukas. Tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, Narynra pergi meninggalkan Lukas di sana, meninggalkan kesan bahwa dia tidak ingin berbicara lebih lanjut.

"NARYNRA.......!" Lukas berteriak dengan nada frustrasi, suaranya menggema di ruang makan yang kini kosong. "Nggak bener ya lo, gue tanya baik-baik juga," ucap Lukas, menunjukkan kekecewaannya terhadap sikap Narynra yang tidak mau berbicara dengan dia. Wajah Lukas terlihat merah padam karena kesal, dan dia menggelengkan kepala, merasa tidak percaya dengan reaksi Narynra yang begitu dingin dan tidak peduli. Dengan tangan yang terkepal, Lukas menunjukkan rasa frustrasinya yang semakin meningkat.

kejadian tidak terduga

Pagi yang cerah tiba-tiba berubah menjadi momok bagi Narynra saat hendak menaiki sepeda motornya. Ban motornya kempes semua, membuatnya merasa sangat kesal dan frustrasi. Dia menghela nafas dengan keras, mengangkat tangan kanannya ke atas kepala sambil menggelengkan kepala, menunjukkan rasa kesalnya yang semakin meningkat.

Hari ini dia buru-buru pergi ke kampus untuk menemui dosen bimbingan skripsinya, dan kejadian ini membuatnya semakin terlambat. "Pake acara ban bocor segala, huftttttt.....", ucap Narynra sambil menghela nafas dengan frustrasi, tangan kirinya terkapar di samping tubuhnya sementara tangan kanannya masih berada di atas kepala.

Dengan tidak ada pilihan lain, Narynra balik masuk ke rumah, menghampiri ayahnya di ruang makan dengan harapan ayahnya bisa membantu. Dia berjalan dengan langkah yang cepat, menunjukkan rasa kesalnya yang masih membara.

"Ayah bisa ga antar aku ke kampus dulu?" tanya Narynra penuh harapan, berharap ayahnya bisa memahami betapa pentingnya pertemuan dengan dosen bimbingan skripsinya. Dia berdiri di depan ayahnya, tangan kanannya terulur ke depan sambil menatap ayahnya dengan mata yang berharap.

Namun, Edward menjawab dengan nada yang lugas, "Ayah ada meeting pagi, ga bisa antar kamu. Emang motor kamu kenapa sampai minta antar ayah?" Edward meletakkan tangan kanannya di atas meja sambil menatap Narynra dengan mata yang penasaran.

Narynra menjelaskan dengan nada sedikit kesal, "Kayaknya bocor deh yah, soalnya semua ban nya kempes. Ayah ga bisa kah meetingnya di undur bentar? Aku buru-buru banget mau ketemu dosen bimbingan skripsi aku." Dia mengangkat kedua tangannya ke atas, dia memohon dengan mata yang berharap, berharap ayahnya bisa memahami keadaannya yang sulit. Dengan nada yang lembut dan penuh harap, dia memohon kepada ayahnya untuk mempertimbangkan kembali keputusannya.

Namun, Edward dengan tegas menjawab, "Ga bisa, ini meeting penting bareng klien dari luar negeri." Nada suaranya yang tegas menunjukkan bahwa keputusan ini tidak bisa diubah lagi. "Gini aja kamu di antar Lukas," ucap Edward mengusulkan, sambil menoleh ke arah Lukas yang sedang berada di sebelahnya. Dengan nada yang santai namun tetap berwibawa, Edward berharap solusi ini bisa diterima oleh Narynra dan mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

"Lukas anter Ade kamu, gapapa kamu telat meeting nanti ayah yang handle bagian kamu," ucap Edward dengan nada yang tenang dan meyakinkan, sambil menatap Lukas yang berada di sebelahnya. Dengan sedikit anggukan kepala, Edward memberi isyarat kepada Lukas untuk melaksanakan tugas tersebut.

Lukas menjawab dengan santai, "Baik yah," sambil tersenyum dan menganggukkan kepala, menunjukkan kesediaannya untuk mengantar Narynra ke kampus.

Edward tersenyum, merasa yakin bahwa Lukas bisa membantu Narynra. Edward menganggukkan kepala, menunjukkan rasa puas dengan keputusannya.

Narynra tidak punya pilihan lain, sehingga dia menerima tawaran ayahnya meskipun tidak terlalu senang dengan ide tersebut. Dengan menghela nafas, Narynra menganggukkan kepala dan mengikuti Lukas ke mobil.

Di sepanjang jalan, tidak ada obrolan antara Lukas dan Narynra, hanya keheningan yang menyelimuti suasana. Narynra menatap keluar jendela, menunjukkan rasa kesal dan frustrasi yang masih membara.

Sesampainya di kampus, Narynra keluar dari mobil Lukas, sementara beberapa orang memperhatikan Narynra sambil berbisik-bisik.

Lukas membuka kaca pintunya dan berbicara dengan nada santai. "Lo ntar pulang sendiri, gue ga punya waktu jemput lo," ucap Lukas tersenyum dengan sinis.

Narynra menatap Lukas dengan mata yang menyala, merasa sangat kesal dengan sikap Lukas.

"Oh iya btw ban motor lo itu gue yang kempesin hahaha," ucap Lukas lalu tertawa,

Narynra mengancam Lukas, merasa sangat marah dengan perbuatan Lukas. "Gue aduin ayah ya," ucap Narynra sambil mengepalkan tangan dengan marah, menunjukkan rasa amarah yang tidak terkendali.

Lukas meledek Narynra dengan senyum sinisnya, "Aduin aja gue ga takut, ayah juga ga akan percaya. Anggap aja ini pembalasan buat semalem, karna lo ga jawab pertanyaan gue," Lukas tersenyum dengan sinis. sambil menutup kaca mobilnya setelah selesai berbicara.

Narynra sangat geram mendengar ucapan Lukas, merasa Lukas telah mempermainkannya. "Awas aja ntar gue bales," ucap Narynra menatap Lukas dengan mata yang menyala, menunjukkan rasa ancaman yang serius.

Lukas melajukan mobilnya, meninggalkan Narynra yang masih berdiri di tempat, merasa sangat kesal dan berniat membalas perbuatan Lukas. Narynra melihat kepergian mobil Lukas dengan mata yang menyala, rasa amarah dan kesal masih membara di dalam dirinya. Dengan langkah yang cepat, Narynra berjalan menuju gedung kampus.

pertemuan yang mengejutkan

Di koridor kampus yang sibuk dan cerah, Tiffany memanggil Narynra sambil melambaikan tangannya dengan gembira. "Narynra!" serunya, berharap Narynra bisa mendengar dan menoleh ke arahnya. Namun, Narynra yang sedang berjalan dengan langkah cepat dan pikiran yang masih terganggu oleh kejadian sebelumnya tidak melihat ke arah Tiffany.

Tiffany Atmaja, 22 tahun, sahabat Narynra yang cantik dengan rambut panjang blonde yang tergerai indah, mata biru cerah, dan wajah cantik yang memancarkan aura positif. Postur tubuhnya ramping dan feminin, membuatnya tampil elegan dan percaya diri. Ia dan Narynra berteman sejak awal kuliah, meskipun keluarga mereka sudah saling mengenal sebelumnya. Tiffany dan Narynra telah berteman sejak awal mereka masuk kuliah, meskipun sebenarnya mereka sudah mengenal satu sama lain sejak lama karena keluarga mereka saling mengenal. Namun, mereka tidak pernah memiliki kesempatan untuk saling berinteraksi secara dekat sebelumnya, karena mereka bersekolah di tempat yang berbeda sebelum kuliah. Pertemuan mereka di kampus menjadi awal dari persahabatan yang erat dan menyenangkan.

Tiffany menyadari bahwa Narynra tidak melihatnya, sehingga dia menghampiri Narynra, dengan langkah yang cepat. "Ryn, lo ngapain cemberut gitu? Gue panggil juga dari sebrang lo ga nyaut," ucap Tiffany dengan nada penasaran, sambil menatap Narynra dengan mata yang penuh perhatian.

Narynra menoleh ke arah Tiffany, mata yang menatap tajam menunjukkan rasa kesal yang masih membara. "Kesel gue sama Kaka tiri gue, masa dia pagi-pagi udah ngerjain gue, dia kempesin ban motor gue," Narynra menjelaskan dengan nada kesal, sambil menggelengkan kepala dan mengangkat tangan ke atas, menunjukkan rasa frustrasi yang tidak terkendali.

Tiffany menanggapi dengan empati, sambil menepuk-nepuk pundak Narynra dengan lembut. "Sabar ya Ryn," ucap Tiffany, berharap bisa menenangkan Narynra.

Namun, Narynra hanya bisa menghela nafas dan menundukkan kepala, menunjukkan rasa kesal yang masih membara. "Hmm udah ilang kesabaranku buat dia," ucap Narynra dengan nada pasrah, sambil menggelengkan kepala dan membiarkan tangan yang terkulai di samping tubuhnya. Mata Narynra yang menunduk menunjukkan rasa putus asa dan kesal yang mendalam terhadap kakak tirinya.

Tiffany menepuk-nepuk pundak Narynra dengan lembut, sambil tersenyum penyemangat. "Udah lupain masalah sama Kaka tiri lo, lo mau bimbingan skripsi kan sekarang," ucap Tiffany, berharap bisa mengalihkan perhatian Narynra dari kekesalannya.

Narynra menatap Tiffany dengan mata yang tajam, penasaran dengan kehadiran Tiffany di kampus pada hari itu. "Iya, eh lo bukannya bimbingan skripsi besok ya, nah lo ngapain berangkat?" tanya Narynra, sambil mengangkat alis dan menatap Tiffany dengan rasa penasaran.

Tiffany tersenyum tipis, sambil memainkan rambutnya dengan santai. "Mau ngajak lo jalan habis lo bimbingan, ini gue mau ke kantin sambil nungguin lo kelar bimbingan," ucap Tiffany, dengan nada yang santai dan penuh percaya diri.

Narynra mengangguk, sambil tersenyum sedikit. "Oh oke, gue bimbingan dulu ya, bye," pamit Narynra, sambil melambaikan tangan dan berjalan menuju ruang bimbingan.

Sementara itu, di sebuah sudut koridor yang tersembunyi, ada pria bertopi yang terus memperhatikan Narynra dengan mata yang tajam dan penuh perhitungan. Dia tersenyum smirk yang menawan, sambil memainkan sesuatu di tangannya. "Oke waktunya menjalankan rencana," ucap pria itu dengan nada percaya diri, sambil menatap Narynra yang semakin jauh dari pandangan.

Suasana koridor kampus yang sibuk dan cerah kontras dengan suasana hati Narynra yang sedang kesal dan frustrasi. Namun, kehadiran Tiffany membawa sedikit kelegaan dan keceriaan dalam suasana hati Narynra. Di sisi lain, orang yang memperhatikan Narynra dengan rencana yang sedang disusunnya menciptakan suasana yang tegang dan misterius.

*******

Selesai bimbingan skripsi, Narynra menghampiri Tiffany di meja biasa mereka tempati di kantin kampus. Suasana kantin dipenuhi dengan suara-suara percakapan dan gelak tawa mahasiswa yang sedang menikmati waktu istirahat. Narynra tersenyum sedikit saat melihat Tiffany yang sedang menanti dengan senyum lebar.

Tiffany mengajak Narynra meninggalkan kampus dan pergi ke mall. Sesampainya di mall, mereka pergi ke salah satu tempat makan yang memiliki suasana santai. Tempat makan itu terletak di lantai atas mall, dengan pemandangan kota yang indah. Mereka memilih meja dekat jendela sehingga mereka bisa menikmati pemandangan kota.

"Lo ngajak gue ke mall cuma buat makan?" Tanya Narynra dengan nada penasaran dan mata yang menatap tajam, sambil mencondongkan tubuh ke depan dan meletakkan tangan di atas meja.

Tiffany tersenyum tipis dan membisikkan jawabannya, "Iya makan, tapi gue juga mau ketemu orang, bentar gue lagi tanya orangnya yang mana," ucap Tiffany sambil menulis pesan di hpnya dengan ekspresi fokus, menundukkan kepala dan mengabaikan sekeliling.

Narynra memperhatikan Tiffany dengan mata yang tajam, lalu tersenyum tipis. "Lo mau kencan," ucap Narynra pelan, sambil menaikkan alisnya dengan nada penasaran.

Tiffany tersenyum lebar dan mengangguk, "Ya bisa dibilang gitu, tapi ini first meet kita," jawab Tiffany dengan nada gembira.

Narynra menatap Tiffany dengan mata yang heran, "Hah jadi lo belum pernah ketemu orangnya?" Tanya Narynra, sambil mencondongkan tubuh ke depan dengan rasa penasaran yang besar dan tangan yang menyangga dagunya.

Tiffany tertawa kecil dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dengan ekspresi malu-malu. "Belum hehe," ucap Tiffany, sambil tersenyum dan menundukkan kepala.

"Tapi lo pernah dikirim foto mukanya kan?" Narynra kembali bertanya, sambil menatap Tiffany dengan mata yang tajam dan penasaran.

Tiffany menggelengkan kepala dengan nada datar, "Engga," jawab Tiffany singkat, sambil memainkan hpnya dengan tangan yang santai dan mata yang tetap fokus pada Narynra.

"Hah, Lo ga takut emang ketemu sama orang yang mukanya aja lo ga tau?" Tanya Narynra dengan heran, sambil mengangkat alisnya dan menatap Tiffany dengan mata yang lebar.

Tiffany tersenyum santai dan mengangkat bahu, "Makannya gue ngajak lo kalo zonk kan gue bisa jadiin lo tameng kalo ga kenal itu orang haha," ucap Tiffany dengan enteng, sambil tertawa kecil dan memainkan rambutnya dengan santai, menggerakkan jari-jarinya dengan lembut di antara helai rambut.

Narynra menatap Tiffany dengan ekspresi tidak percaya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tapi serius deh dia ga pernah kirim foto mukanya dia ke Lo?" Tanya Narynra dengan nada penasaran.

Tiffany menggelengkan kepala dengan nada santai, "Ga pernah, dia cuma pernah ngirim foto tempat gym, biasanya kan cowok-cowok di gym itu ganteng-ganteng," ucap Tiffany dengan senyum tipis, sambil menaikkan alisnya dengan percaya diri.

Narynra hanya menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar ucapan Tiffany dengan ekspresi tidak percaya, sambil tersenyum dan memandang Tiffany.

"Ehhh nih orangnya kirim pesan," ucap Tiffany lalu menunjukkan hpnya ke Narynra, sambil mencondongkan tubuh ke depan dan menunjuk layar hp dengan jari, mata yang berbinar melihat pesan baru.

Mereka berdua membaca pesan yang dikirim cowok itu dengan seksama, dan isi pesannya membuat mereka penasaran. "Dia memakai kaos hitam, celana pendek, dan menggunakan kacamata duduk di meja nomor 13," ucap Tiffany sambil menatap layar hp dengan mata yang fokus.

Setelah membaca pesan itu, Tiffany dan Narynra melihat-lihat dimana letak meja nomor 13 dari arah meja mereka. Mereka berdua berdiri dan memandang ke sekeliling, mencari meja yang sesuai dengan nomor yang disebutkan. Beberapa saat setelah melihat ke sana-kemari, pandangan Tiffany bertemu dengan cowok di meja nomor 13 dengan ciri-ciri yang sesuai dengan pesan tadi.

Seketika itu juga, Tiffany memalingkan wajahnya dari cowok itu dengan ekspresi shock dan tidak percaya, sambil menelan ludah dengan gugup. "Ryn jangan bilang kalau itu dia," ucap Tiffany seolah-olah tidak percaya, ingin agar Narynra menjawab tidak benar apa yang dia lihat barusan. Matanya masih terfokus pada Narynra, berharap mendapatkan jawaban yang tidak diharapkan.

Narynra melihat ke arah yang Tiffany lihat dengan ekspresi penasaran, sambil menatap ke arah itu dengan mata yang tajam. Setelah beberapa saat, Narynra mengangguk sedikit dan mengucapkan, "Kayaknya bener deh itu dia, masalahnya di meja itu cuma ada dia," ucap Narynra dengan nada datar, sambil tetap menatap ke arah itu. Ekspresi Narynra menunjukkan bahwa dia tidak terkejut seperti Tiffany, melainkan lebih penasaran dengan situasi yang terjadi.

Tiffany segera menarik tangan Narynra dengan gerakan cepat dan kuat, ekspresi panik terlihat jelas di wajahnya. "Ahhh ayo kita kabur," ucap Tiffany dengan nada gugup, suaranya terdengar sedikit bergetar menunjukkan ketakutan dan kecemasan yang dirasakannya.

Namun, baru saja mereka akan pergi, cowok itu sudah muncul di depan meja mereka dengan senyum lebar.

Cowok itu menatap Tiffany dengan mata yang berbinari. "Mau kemana? Kamu baby girl kan, ini aku baby boy," ucapnya dengan nada santai, namun penuh rasa penasaran. Tatapan matanya yang intens pada Tiffany, menciptakan kesan yang ambigu

sementara Tiffany merespons dengan campuran antara ketidakpercayaan dan ketidaknyamanan. Tiffany terkejut dan tidak percaya, mengangkat alisnya dan menatap cowok itu dengan mata yang tajam. "Ehh kayaknya kamu salah orang deh, aku Tiffany bukan baby girl," jawabnya dengan nada datar, sambil menggelengkan kepala.

Cowok itu penasaran, menatap Tiffany dengan mata yang tajam dan mencoba memahami situasi. "Tapi tadi aku lihat kamu kaya lagi cari orang, berarti benerkan kamu itu baby girl," kata cowo itu dengan sedikit rasa percaya diri. Dia terlihat tidak percaya dengan jawaban Tiffany, dan ingin memastikan bahwa dia tidak salah orang.

Suasana menjadi tegang dan tidak nyaman, dengan Tiffany yang terlihat semakin panik dan menggoyangkan tangan Narynra seolah meminta agar membantu dia pergi dari tempat itu. "Ini kita mau pergi, jadi ga mungkin kan kalau aku orang yang lagi kamu cari," ucap Tiffany dengan nada sopan, sambil menoleh ke Narynra dengan ekspresi meminta bantuan. Matanya terlihat memohon kepada Narynra untuk membantu dia keluar dari situasi yang tidak diinginkan.

Narynra memahami situasi ini dan segera mengambil tindakan. "Maaf ya, temen saya bukan orang yang kamu cari dan kita beneran buru-buru mau pergi, ada urusan penting," katanya dengan nada sopan dan ekspresi yakin, sambil memberikan tatapan tegas kepada cowok itu. Narynra menarik tangan Tiffany untuk pergi dan dengan langkah cepat dan terarah, Narynra membawa Tiffany pergi dari tempat itu.

Narynra dan Tiffany berjalan terburu-buru dengan ekspresi khawatir dan wajah yang tegang. Narynra sedikit menoleh ke belakang dengan ekspresi waspada, dan ternyata cowok itu mengikuti mereka dari belakang. "Kayaknya kita harus lebih cepat," bisik Narynra kepada Tiffany, sambil mempercepat langkah mereka dan meningkatkan kewaspadaan. Narynra semakin menggenggam erat tangan Tiffany, mempercepat jalannya dengan ekspresi ketakutan dan kecemasan yang terlihat jelas di wajahnya.

Mereka berdua hampir berlari, berusaha menghilangkan kejaran cowok itu. Saat melihat kerumunan orang di depan, Narynra menarik Tiffany ke arah itu, memanfaatkan kesempatan untuk menghilangkan pengejaran. Dengan lihai, mereka masuk ke salah satu toko baju yang ramai, bersembunyi di antara kerumunan pembeli.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!