Bab 3

Nirmala sungguh terkejut dengan pertanyaan sang anak, pertanyaan yang selama ini begitu ia hindari. Dadanya terasa sesak, namun ia tahu cepat atau lambat, jawaban harus ia berikan.

Ia hanya bisa menunduk, tak sanggup menatap wajah putranya. “Bu … kenapa diam? Jawab, Bu,” desak Alaska dengan suara lirih, namun penuh rasa ingin tahu.

Jari-jemari Nirmala meremas ujung kaos lusuh yang dikenakannya. “Nak … maafkan Ibu, ya. Sampai sekarang Ibu belum bisa menjelaskan semuanya. Ada hal-hal yang belum waktunya kamu tahu.” Suaranya bergetar menahan air mata.

“Tapi Bu, aku harus tahu. Di mana Ayah? Atau … apa benar kata teman-teman kalau Ayah nggak pernah mau punya aku? Apa aku … anak yang salah, Bu?”

Pertanyaan itu membuat dada Nirmala seakan diremas. Ia buru-buru menggelengkan kepalanya suaranya pecah. “Jangan pernah percaya omongan mereka. Kamu bukan anak yang salah. Kamu hadir karena cinta, Ibu dan Ayah Nak," sahut Nirmala.

Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Ayahmu ada, Nak. Hanya saja … ada alasan besar yang membuat dia harus pergi. Suatu saat nanti, kalau kamu sudah cukup besar, Ibu akan ceritakan semuanya. Yang penting kamu tahu sekarang. Ayah dan Ibu sama-sama menginginkanmu ada di dunia ini.”

  Alaska sedikit tenang dengan penjelasan dari sang Ibu, meskipun di dalam hatinya ada sedikit yang ganjal tentang sang ayah yang sudah lama meninggalkan ia tanpa kabar selama sepuluh tahun ini.

  Kadang dirinya harus mengubur dalam-dalam rasa rindu yang menyeruak di dalam hati, dan rasa iri terhadap teman sebayanya yang kadang bisa berjalan bersama dengan sang ayah meskipun hanya di ladang saja.

 "Tapi Bu ... apa harus selama itu ayah pergi tanpa ada kabar, apa dia tidak pernah merindukan aku, ataupun hanya sekedar menjenguk," ucap Alaska yang masih kurang puas.

  Nirmala hanya bisa diam tangannya langsung terulur untuk mendekap tubuh sang anak. "Sabar ya ... suatu saat nanti pasti kamu akan bertemu dengan ayahmu," sahut Nirmala.

 Alaska mulai melepaskan pelukan dari sang Ibu. Sebagai anak kecil rasa ingin tahunya teramat besar. "Kalau Alaska tidak pernah tahu wajah ayah Alaska, setidaknya Ibu kasih tahu saja siapa nama ayah Alaska," pinta anak itu.

  Nirmala benar-benar tertegun ucapan dari Alaska tidak main-main. "Untuk apa Nak ...," suara Nirmala tercekat.

  "Biar tahu saja ... setidaknya Ayah Laska punya nama," sahut anak itu dengan nada yang renda tapi penuh tuntutan.

  Nirmala terdiam sejenak, lalu bibir keringnya mulai bergerak. "Nama ... ayahmu ... Seno Aji Prakoso Nak," ucapnya meskipun dengan nada sedikit kaku, seolah berat untuk menyebut nama seseorang yang ada di masa lalunya itu.

  "Makasih Ibu sudah mau kasih tahu nama ayahku," sahut anaknya itu.

  Dibawah sinar jingga yang begitu indah, anak dan ibu itu mulai memasuki rumahnya dengan perasaan sedikit lega bercampur haru yang dibalut dengan luka.

  ☘️☘️☘️☘️

  Sementara di pusat kota sana seorang pria berwajah tampan dengan postur tubuh yang perfect, sedang duduk di sebuah apartemen mewahnya. ya pria itu adalah Seno Aji Prakoso seorang pengusaha tersohor yang sudah melalang buana dalam dunia bisnis dan sosialita.

  Sejenak pria itu mulai tersenyum samar sambil menikmati wine yang dituangkan oleh gadis malam yang sudah ia sewa. "Ini Tuan ... minumannya," ucapnya dengan nada yang gemulai manja, membuat Seno mengeluarkan tatapan elangnya.

  "Di sini tugasmu hanya menjadi pelayan bukan teman ranjangku!" desis suara bariton itu.

   Seketika wanita malam itu mulai tersentak, dengan ucapan yang terlontar dari mulut pria kharismatik di depannya itu. "Loh Tuan bukannya saya dipanggil kesini untuk menemani Tuan," sahut wanita itu.

 Wajah Seno seketika tersenyum tipis, senyum yang penuh dengan ejekan terhadap wanita itu. "Kamu jangan senang dulu, tugasmu di sini memang untuk menemani tapi bukan di ranjang tugasmu di sini tak lain hanya sebagai pelayan saja jadi jangan ge'er."

 Mau tidak mau wanita itu harus menerima konsekuensi dari kliennya itu, meskipun dalam hati ia sudah mengumpat, karena awalnya sudah bahagia bisa menemani seorang Seno Aji yang terkenal akan kekayaannya, hanya saja untuk saat ini pria itu tidak mudah untuk ditaklukkan seperti dulu.

  "Tuangkan wine yang banyak!" perintahnya dengan nada tinggi.

  "I ... iya Tuan," sahut wanita itu.

   Wanita itu mulai menuangkan wine di dalam gelas kristal dalam jumlah yang begitu banyak, sementara pria itu terus saja meneguk, untuk mengusir keresahan yang selama ini selalu menghantui dirinya terutama di malam hari seperti ini.

  "Tuangkan lagi jangan lemot," desaknya dengan penuh tekanan.

  Ia meneguk wine dengan tenang, seakan mencoba melupakan sesuatu yang terus menghantuinya. “Kau tahu, semua ini hanyalah permainan,” gumamnya pelan, lebih pada dirinya sendiri ketimbang kepada wanita di sampingnya. Sorot matanya yang tajam dan dingin memancarkan rahasia besar, bahwa di balik kejayaan seorang Seno Aji Prakoso, ada luka lama yang tak pernah benar-benar padam.

  ☘️☘️☘️☘️☘️

  Malam semakin larut, sementara rintik hujan masih terus menari-nari diatas genting, layaknya lagu rindu yang menyimpan sejuta kenangan. Di dalam kamarnya yang sederhana Nirmala mulai menggenggam, sejumlah uang hasil dari membersihkan ladang satu Minggu ini.

  Dalam benak wanita cantik itu tersemat rasa bahagia karena ia dapat menyisihkan sejumlah uang untuk ditabung, dan besok pagi ia bisa masak makanan kesukaan sang anak yang selama satu Minggu ini hanya makan dengan rebusan singkong saja.

"Akhirnya besok aku bisa masakin anakku lauk yang ia suka," ucap Nirmala.

Sejenak wanita itu mulai teringat akan pertanyaan sang anak yang tadi begitu mendesak ingin mengetahui siapa nama ayahnya. Namun, seiring rasa bahagia itu hadir, dada Nirmala kembali terasa sesak. Pertanyaan Alaska sore tadi masih terngiang jelas di telinganya, menyayat perasaan yang selama ini ia simpan rapat. Dengan mata yang mulai berkaca-kaca, Nirmala menatap foto lama yang ia sembunyikan di balik lipatan kain. Foto seorang pria berwajah tampan yang pernah mengisi hidupnya, ayah dari Alaska.

Tangannya bergetar saat menyentuh pigura lusuh itu. “Nak, andai saja kau tahu… betapa sulitnya Ibu menyimpan semua ini darimu,” bisiknya lirih. Air mata yang sedari tadi ia tahan pun akhirnya jatuh, membasahi pipinya.

Di luar, hujan masih terus bernyanyi, seakan menyatu dengan kepedihan hatinya. Nirmala menutup matanya rapat-rapat, berusaha menguatkan diri. Besok pagi, ia ingin anaknya tersenyum bahagia saat menyantap makanan kesukaannya, meski di balik senyum itu, ada rahasia besar yang belum sanggup ia ungkapkan.

"Ibu tahu dengan kesedihanmu Nak ... tapi kau tidak boleh mengetahui hal yang sebenarnya, karena sebenarnya ayahmu tidak pernah menginginkan kehadiranmu demi status sosialnya."

Bersambung

Siang semoga suka ya kak ....

Terpopuler

Comments

partini

partini

luka lama ,kamu yg memberi kan luka pada seorang yg kau anggap pelampiasan nafsu saja
aku harap burung mu ga fungsi setelah kejadian itu

2025-09-10

4

Oma Gavin

Oma Gavin

bikin saja alaska impoten ngga bisa tegak berdiri kalau ngga sama nirmala itu pembalasan yg setimpal yg tidak mau tanggung jawab saja buah hatinya sendiri habis manis sepah dibuang

2025-09-11

0

Amalia Putri

Amalia Putri

Semangat thor di tunggu ya kelanjutan nya kalau boleh doble up ya./Ok//Ok//Ok//Rose//Rose//Rose//Rose/

2025-09-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!