Aluna ingat bagaimana da-rah mengalir deras dari sekujur tubuhnya. Saat di mana beberapa tulangnya patah dan napasnya putus-putus. Pasokan oksigen di udara yang seolah menolak masuk, juga rasa sakit yang membuatnya mati rasa. Paling penting, Aluna ingat bagaimana suara-suara di kepala mengiringi gelap yang perlahan memenuhi pandangannya.
Kali ini, sekali lagi dia akan jatuh ke dalam kegelapan. Menyelami dinginnya kematian yang telah ia nantikan. Tanpa sadar senyuman lembut singgah di bibir gadis itu. Sebentar lagi, semuanya akan usai dan menghilang.
Dua orang ksatria menyeret tubuh Aluna tanpa belas kasihan. Mereka membiarkan gadis itu terseok-seok dan mengalami memar akibat tarikan rantai yang mengikat tubuhnya.
Bisikan para rakyat biasa mulai terdengar di telinga. Gadis itu akhirnya melihat cahaya matahari setelah mendekam di penjara sejak dia hidup kembali.
"Apa kau tahu kenapa diadakan hukuman pe-nggal hari ini?"
"Entahlah, yang aku dengar tahanannya adalah seorang gadis bangsawan."
"Katanya dia menyinggung Putra Mahkota. Asal kalian tahu saja, yang akan di pe-nggal hari ini adalah Putri Mahkota sebelumnya, Lady Agatha Sephia Blanche."
Sesampainya di tempat hukuman, Aluna di dorong hingga terjerembab di bawah tanah. Gadis itu mengamati sekitarnya dengan seksama.
[Terdeteksi tokoh utama pria dan wanita sedang ada di hadapanmu! Kamu beruntung sekali bisa melihat mereka. ]
Seorang pemuda bersurai hitam dan netra hitam legam tengah menatapnya tajam. Aluna langsung mengenalinya berkat ingatan Agatha yang muncul satu per satu. Dia tokoh utama pria di dunia novel ini, Alexander Grandia Castile.
Di pelukan Putra Mahkota, seorang gadis menatapnya takut. Gadis itu memiliki rambut coklat susu dan netra hijau lembut. Emily Vita. Rakyat biasa yang berhasil memenangkan hati tunangannya.
"Perhatian! Hari ini kami akan melakukan hukuman ma-ti untuk tahanan bernama Agatha Sephia atas kejahatannya berniat melukai calon putri mahkota. Kami harap hukuman ini akan menjadi peringatan bagi mereka yang memiliki niat jahat kepada keluarga kerajaan!"
Duke Blanche benar-benar membuang anaknya. Marga Blanche telah di hilangkan dari nama Agatha. Bisikan rakyat mulai bising. Seorang mantan putri bangsawan terhormat di hukum mati karena ingin melukai rakyat biasa yang sekarang menjadi calon putri mahkota. Karena masih calon, tentunya gadis yang menempel di sisi putra mahkota itu belum memiliki gelar apapun.
Lebih mengherankan nya lagi, Agatha adalah mantan putri mahkota. Dia sudah bertunangan dengan putra mahkota sejak masih kecil.
"Bukankah ini berarti Putra Mahkota selingkuh dari tunangannya?"
"Dia menghukum mati mantan tunangannya sendiri?"
"Diam!" Melihat kondisi di sekitar menjadi lebih bising, Komandan Ksatria segera berusaha menghentikan suara rakyat mengeras. Putra Mahkota sudah memiliki kuasa tinggi hingga bisa menghukum putri satu-satunya dari Duke Blanche. Dia tidak boleh membiarkan proses hukuman ini gagal.
Putra Mahkota memberikan tanda agar hukuman ini di laksanakan sekarang. Komandan Ksatria memahami kode itu dan memerintahkan anak buahnya. Seorang ksatria menarik pedang tajam dari sarungnya. Bersiap untuk memenggal kepala Aluna.
Aluna masih menelusuri kerumunan di sekitar. Berharap menemukan wajah yang di kenalnya. Ternyata Leander menepati ucapannya. Dia berdiri di kerumunan mengenakan jubah hitam. Mereka bersitatap beberapa saat sebelum Leander membuang muka.
[Di sini bahkan ada Penjahat Kesayanganku dan Protagonis Pria Kedua! Wow, kesayanganku begitu tampan hari ini. ]
"Bukannya ini tidak adil? Kenapa Leander lebih tampan dari Alexander? Tokoh utama pria harusnya yang paling mempesona bukan? Tapi, Leander terlihat lebih menarik dan rupawan."
[Karena itulah dia penjahat yang sangat aku sayaaang! Pesonanya mengalahkan semua pria di dunia ini bahkan tokoh utama pria! Hahahaha, dia memang kesayanganku!]
Aluna sibuk mempermasalahkan ketampanan Leander ketimbang keselamatan lehernya. Yah, gadis itu sudah sangat pasrah akan di pe-nggal.
[Kau belum bertemu Protagonis Pria Kedua. Pesonanya juga sangat luar biasa walau tidak bisa menandingi kesayanganku.]
Sistem itu mulai mengoceh panjang lebar mengenai ketampanan Protagonis Pria Kedua yang belum pernah Aluna temui sama sekali.
Ksatria yang sudah selesai mempersiapkan pedangnya berjalan mendekati Aluna. Gadis itu sadar inilah waktu kematiannya. Ia memejamkan mata. Menantikan kematian yang telah ia tunggu-tunggu.
Ksatria itu mengayunkan pedangnya sekuat tenaga.
Slashh...
Satu detik.. dua detik.. tidak ada rasa sakit yang terasa. Kenapa lehernya masih utuh? Kenapa kepalanya tidak melayang? Agatha perlahan membuka matanya. Sebuah perisai transparan berwarna biru melindungi Aluna dari tebasan pedang ksatria.
[ Kejutan!! Apa kau terkejut manusia? Aku sudah menyelamatkanmu dari tebasan pedang itu. Tanpa aku, kau pasti sudah mati!]
[Ups, tapi kan kau ingin mati. Hahahahaha, astaga lucu sekali. Harusnya kau mendengarkan perkataanku baik-baik. Kau tidak akan bisa mati sebelum satu bulan. ]
[ Ayo, ayo, berterima kasih padaku. Sungguh, aku suka sekali ekspresi wajahmu saat ini! Selamat menjalani neraka ini, manusia!]
Setelah kehilangan semua harapannya kepada Semesta, hanya satu yang diinginkan Agatha. Dia ingin ma-ti. Sesederhana itu saja. Kembali menyatu dengan alam dan bertransformasi menjadi bintang di langit malam.
Dia sudah bosan menanti kapan waktunya habis. Dia lelah menjalani neraka bernama dunia yang terus mengikis raga dan jiwanya. Dia ingin tenggelam dalam kegelapan abadi. Itu saja.
"Pedang itu tidak bisa melukainya!"
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Jangan-jangan dia adalah utusan dewa!"
Ksatria mencoba mengayunkan pedangnya sekali lagi. Tapi, hasilnya percuma. Dia tidak bisa menembus perisai itu sama sekali. Pedangnya bahkan mulai retak dan hancur.
"Aku tidak bisa ma-ti?" Agatha menatap kosong perisai yang melindunginya. Kenapa tidak bisa?
Kenapa? KENAPA??
Agatha bangkit lalu merebut salah satu pedang ksatria di sampingnya. Semua orang mengira gadis itu berniat melawan lalu melarikan diri. Tapi, tidak seperti yang mereka duga, Agatha malah melakukan sebaliknya.
Aluna mencoba menu-suk dadanya dengan pedang di tangannya, namun pedang itu justru terpental. la masih tidak terluka. Gadis itu tidak kehabisan ide. Dia mencoba memotong nadinya agar bisa mati kehabisan darah. Tapi, lagi-lagi pedang itu tidak bisa melukainya.
"Sialan! Sial, kenapa aku tidak bisa ma-ti!" teriak Aluna kencang. Dia mengacak rambutnya frustasi. Apa ini? Kenapa untuk mati saja susah sekali?
"Arghhh!! Ma-ti! Ma-ti! Ayo ma-ti! Kenapa aku tidak bisa ma-ti!" Kukunya menggores kulitnya. Darah mulai mengalir keluar. Sayangnya, luka itu bercahaya kemudian sembuh seketika.
"Aku mohon! Biarkan aku ma-ti! Arghhh! Berhenti menyiksaku, Sialan!!" Tangisan gadis itu pecah. Kenapa harus dia? Kenapa dari sekian banyaknya orang harus dia yang di pilih menjalani kehidupan kedua? Kenapa harus orang sepertinya yang begitu menginginkan kematian?
Semesta, tolong berhenti menyiksanya sedemikian rupa. Apa luka yang ia derita masih belum cukup parah?
Aluna menghampiri salah satu ksatria di dekatnya. Menyerahkan pedang di tangannya lalu menuntun tangan ksatria itu untuk mengarahkan pedang tepat di lehernya.
"Tolong bunuh aku. Aku mohon, tolong biarkan aku ma-ti."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments