Mansion keluarga Mei
Lillian yang baru kembali ke rumahnya berjalan perlahan menuju ruang keluarga. Setiap langkah terasa berat karena rasa sakit di bagian bawah tubuhnya masih belum reda. Ia berusaha menahan ekspresi perih itu, tidak ingin kedua orang tuanya curiga dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Di ruang tamu yang mewah dan dipenuhi cahaya lampu kristal, tampak seorang pria paruh baya dengan wajah berwibawa duduk bersandar di sofa, sementara di sampingnya seorang wanita cantik berpenampilan elegan menatap penuh cemas. Mereka adalah orang tua Lillian, Anthony Mei dan Lucy Wen.
Lucy segera berdiri begitu melihat putrinya. Sorot matanya tajam meneliti setiap detail penampilan Lillian yang terlihat kusut dan mata sembab.
"Lillian, apakah Will menyakitimu?" suara Lucy bergetar, penuh kekhawatiran. "Kenapa penampilanmu sangat berantakan?"
Lillian menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata. Ia duduk perlahan, menundukkan kepala agar tidak langsung menatap mata ibunya.
"Ma, Pa..." suaranya lirih namun tegas. "Aku tidak mau meneruskan hubungan ini. Will sudah berselingkuh... dia bahkan masih dekat dengan mantan kekasihnya. Selama ini, dia hanya menganggapku sebagai mainan."
Lucy terhenyak, menutup mulutnya dengan tangan, sedangkan Anthony mengernyit dalam. Ia menatap putrinya dalam-dalam, seolah ingin memastikan kebenaran kata-katanya.
"Keluarga Han tadi menghubungi Papa," kata Anthony dengan nada berat. "Will masuk rumah sakit akibat luka di kepalanya. Mereka penasaran... apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa kau sampai melukainya dengan botol?" ia berhenti sejenak, menatap tajam Lillian. "Besok kau harus ikut dengan Papa untuk menemui mereka. Will akan pulang besok karena lukanya tidak berat. Jadi, kita ke rumah mereka saja."
Lillian langsung menggeleng keras. "Aku tidak sudi bertemu dengannya lagi!" serunya dengan mata berkaca-kaca.
Lucy yang sedari tadi menahan amarah akhirnya bersuara lantang. Ia meraih tangan Lillian, menepuknya pelan. "Lillian tidak perlu ikut. Biarkan kami saja yang pergi. Aku tidak sudi pria seperti itu menikahi putri kita. Dia hanya akan menghancurkan hidupmu."
Namun Anthony menghela napas panjang, ekspresinya penuh pertimbangan. "Lucy, tidak bisa begitu. Lillian tetap harus ikut. Dia harus menjelaskan semua yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Aku yakin kedua orang tua Will juga akan mengerti, meski mereka selalu memanjakan anak itu. Ada satu orang lagi yang harus kita waspadai."
Lucy menatapnya dengan kening berkerut. "Siapa?"
Anthony menatap istrinya dengan sorot mata tajam, seolah menyimpan rasa takut yang jarang terlihat pada dirinya. "Kakak Will. Apa kau sudah lupa dengan kakaknya yang terkenal kejam itu? Dia seorang gangster yang tidak pernah ragu menyakiti siapa pun yang menentangnya."
Lucy terdiam sejenak, kemudian wajahnya berubah pucat. Ia teringat sosok lelaki berwajah dingin yang pernah ia lihat. "Aku baru ingat... selama ini aku hanya sekali melihatnya. Kalau tidak salah, namanya adalah... Cole Han."
Anthony mengangguk mantap. "Benar. Oleh karena itu, kita harus mendatangi keluarga mereka. Lillian harus berterus terang agar tidak ada kesalahpahaman yang bisa memperburuk keadaan. Kita semua tahu, Will hanyalah anak manja yang terlalu sering dimanjakan oleh ibunya. Tapi Cole Han..." ia menghentikan kalimatnya, menatap ke arah Lillian dan Lucy bergantian. "Cole Han berbeda. Dia kejam, dingin, dan sangat berbahaya. Kita tidak bisa menyinggungnya sedikit pun, jika tidak... taruhannya bisa jadi nyawa."
"Walau mereka beda ibu, tapi hubungan mereka sangat dekat. Adik satu-satunya dilukai olehmu, Lillian. Sebagai kakak, Cole Han pasti akan maju untuk membalaskan dendam," kata Anthony Mei, menatap putrinya dengan wajah serius. Suaranya berat, seolah menyimpan kekhawatiran besar.
Lillian terdiam sesaat, jantungnya berdegup kencang mendengar nama itu lagi. Perlahan, ia mengangkat wajahnya.
"Ma, Pa, biar aku ikut dengan kalian," ucapnya dengan suara bergetar, namun penuh keyakinan. "Aku akan menjelaskan semuanya sendiri... dan sekaligus memutuskan pertunangan ini. Aku tidak mau menjadi mainan Will selamanya."
"Lillian," kata Anthony, "bagaimanapun juga, dua keluarga sudah menjalin hubungan yang sangat dekat sejak dulu. Kali ini mungkin saja akan memengaruhi hubungan kita dengan mereka. Proyek yang sedang berjalan bisa saja dibatalkan. Selain itu, kita mungkin harus membayar ganti rugi kepada mereka."
Lucy langsung menoleh pada suaminya dengan tatapan tajam, seolah menolak semua logika bisnis yang ia dengar. "Aku lebih rela menghamburkan uang itu daripada melihat putri kita menikah dengan pria seperti Will. Kalau bukan karena hubungan kita dengan keluarga Han begitu dekat, aku pasti sudah menampar Will karena sudah membuat Lillian menangis!" Nada suaranya meninggi, penuh emosi seorang ibu yang tidak tahan melihat putrinya tersakiti.
Lillian yang sedari tadi menahan tangis akhirnya tidak kuat lagi. Air matanya menetes pelan, sementara tubuhnya sedikit gemetar. Lucy segera meraih tangan Lillian, menggenggamnya erat dengan penuh kasih sayang.
"Lillian, jangan takut," katanya lembut. "Mama akan melindungimu. Apa pun hasilnya besok, Mama akan selalu mendampingimu."
Mendengar itu, Lillian langsung memeluk ibunya erat, mencari kehangatan yang bisa menenangkan hatinya.
"Terima kasih, Ma," bisiknya di sela tangis yang pecah.
"Pa, Ma, maafkan aku, aku tidak bisa memberitahu kalian tentang kejadian tadi. Pria itu aku tidak mengenalnya. Bahkan tidak bisa melihat wajahnya. Aku berharap kejadian ini berlalu begitu saja. Anggap saja mimpi buruk yang aku kubur selama-lamanya," batin Lillian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
merry
ternyata dh kluar dr mulut singa Msk lg kemulut buaya buntung wkkkk moga cole gk mainin kmu kyk wil adiky ituu
2025-09-09
0