"Nak sekarang melompat lah dari atas balkon ini!" pinta kakek itu kepada Ray Zen, yang berdiri mematung disebelahnya.
Setelah seharian penuh menyerap energi di dalam ruangan lantai ketujuh paviliun, Ray Zen dan gurunya kini berada di balkon belakang paviliun.
Hal yang pertama kali Ray Zen lihat ketika berada di balkon itu adalah pemandangan yang sangat menakjubkan, dimana dibelakang paviliun itu terdapat 12 menara emas yang sangat tinggi, dengan 100 lantai, yang memancarkan begitu besar aura kehidupan. Dua belas menara itu membentuk sebuah pola, dengan 2 menara dibagian depan, 4 menara setelahnya, diikuti 3 menara, lalu 2 menara dan terakhir 1 menara.
Kakek itu mengatakan kalau 12 menara itu merupakan tempat tersegelnya '12 Jendral Kehidupan'. Ray Zen bisa melepaskan segelnya jika berhasil sampai ke lantai 100 dari masing-masing menara itu.
Ray Zen sangat terkejut mendengar penjelasan gurunya tentang menara itu, jika dilantai keenam paviliun tadi adalah tempat tersegelnya '12 Jendral Kematian' dan menara didepannya ini adalah tempat tersegelnya '12 Jendral Kehidupan', Ray Zen tidak bisa membayangkan seberapa besar kekuatan yang dimiliki oleh kakek yang sekarang menjadi gurunya itu dulu, ketika masih dalam kondisi prima.
"Ta.. Tapi guru, ini terlalu tinggi. Guru pasti bercanda?" bantah Ray Zen, setelah melihat kelantai dasar dari paviliun.
Mengapa tidak, sekarang mereka berada dilantai ketujuh, bisa-bisa ia akan mati jika melompat kebawah.
Walaupun tubuhnya kini dapat berkultivasi dan telah menyerap banyak energi, tetap saja, ia masih belum bisa sepenuhnya mengendalikan energi yang ada didalam tubuhnya.
"Cepatlah! ini perintah. Kau hanya perlu menyebarkan seluruh energi yang kau serap tadi ke dalam kakimu, lalu melompat dengan tenang. Seperti ini!" Kakek itu segera melompat kebawah dan mendarat dengan mulus. Ray Zen yang melihatnya hanya terpaku diam.
"Ayolah nak, jika kau tidak bisa turun dari atas itu, maka kau tidak akan bisa menjadi seorang kultivator. Percayalah pada dirimu sendiri." ucap kakek itu sambil berjalan menjauh meninggalkan Ray Zen.
"Guru, tunggu aku!"
Ray Zen memberanikan diri untuk melompat. Ia mengatur pernafasannya dan menyebarkan energi yang telah ia serap keseluruhan bagian tubuhnya, memfokuskannya kebagian kaki, dan dengan cepat melompat dari balkon itu. Hebatnya, Ray Zen berhasil. Ia mendarat dengan sangat baik dilantai bawah.
"Tidak sulit." ucap Ray Zen senang.
Ray Zen segera menyusul kakek itu yang sekarang telah berada didepan sebuah pintu gerbang besar, layaknya sebuah pintu dimensi.
"Pintu gerbang apa ini guru?" tanya Ray Zen penasaran. Ia memang pernah melihat gerbang seperti itu disalah satu buku yang ada di perpustakaan kekaisaran Awan putih, hanya saja menurut buku itu ukurannya tidak sebesar yang ia lihat sekarang ini.
Pintu gerbang itu disebut Gerbang Petaka. Biasanya gerbang itu akan muncul sebagai ancaman bagi para umat manusia, apalagi bagi mereka yang lemah.
Jika gerbang itu muncul, maka akan muncul ratusan hingga ribuan monster atau iblis jahat yang akan menyerang umat manusia. Oleh sebab itu, para kultivator yang kuat akan berdatangan dan bekerja sama untuk membunuh para monster ataupun iblis yang akan keluar dari dalamnya.
Dari yang Ray Zen baca dan ketahui, Gerbang Petaka memiliki tingkatan kekuatan, dari yang terlemah hingga yang terkuat, yang dapat dilihat dari warnanya, yaitu :
- Gerbang Abu-abu
- Gerbang Putih
- Gerbang Nila
- Gerbang Kuning
- Gerbang Oren
- Gerbang Ungu
- Gerbang Hijau
- Gerbang Biru
- Gerbang Merah
- Gerbang Hitam
- Gerbang Perak
- Gerbang Emas
Jika Gerbang Petaka yang muncul adalah gerbang oren kebawah, maka kultivator di kekaisaran Awan putih masih bisa untuk menanganinya. Bahkan bagi mereka yang memiliki kekuatan akan menjadikannya sebagai tempat latihan bertarung dan mengumpulkan harta karun.
Sedangkan jika Gerbang Petaka yang muncul adalah gerbang ungu keatas, maka itu adalah sebuah ancaman yang mengharuskan kultivator-kultivator kuat turun tangan dalam menanganinya.
Didepan Ray Zen sekarang adalah Gerbang Petaka berwarna Abu-abu, itu artinya masih bisa dihadapi oleh kultivator pemula sepertinya. "Sekarang masuklah, kau harus bisa menyelesaikan level satu dari Gerbang Petaka ini."
"Level satu guru?" ulang Ray Zen.
"Iya level satu. Gerbang Petaka ini sangat berbeda dari gerbang yang biasanya muncul di duniamu. Gerbang ini 10 kali lebih kuat. Gerbang ini juga memiliki level tertentu, yang akan terus meningkat seiring dengan penyelesaian yang kau lakukan. Jika kau berhasil menyelesaikan level 100, maka gerbang ini akan berubah warna menjadi lebih kuat."
Ray Zen menelan ludahnya lagi.
"Gerbang ini 10 kali lebih kuat? dan akan terus meningkat? Bagaimana mungkin ia bisa menyelesaikannya? " pikir Ray Zen.
"Oh iya, satu hal lagi, setiap kali kau berhasil menyelesaikan 9 level, maka dilevel berikutnya kau akan berhadapan dengan Boss mahkluk yang ada didalam gerbang itu. Dan ketika sampai dilevel 100 kau akan melawan Big Bossnya. Apa kau mengerti?" Ray Zen hanya mengangguk.
"Gerbang ini adalah tempat latihan terbaik bagimu. Jadi cepatlah masuk dan selesaikan setiap levelnya."
Ray Zen menatap gerbang didepannya, mengumpulkan tekad. Ia telah mendapatkan banyak keberuntungan. Tidak mungkin ia akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi kuat. Tujuannya sekarang hanyalah menjadi yang terkuat agar bisa melindungi keluarganya. Karena dunia tempat ia berada saat ini sangatlah kejam dan tidak membutuhkan seorang sampah.
Perlahan kakinya telah masuk kedalam gerbang itu, lalu seluruh tubuhnya. Dalam sekejap ia telah berada ditempat yang cukup gelap, hanya sedikit cahaya disana.
Tempat itu layaknya sebuah goa tempat binatang buas bersarang, gelap dan mencekam. Ray Zen berusaha untuk tetap tenang. Dengan cahaya yang begitu redup, ia memeriksa sekelilingnya.
Ray Zen menatap kedepan, sepasang mata berwarna merah sedang memperhatikannya. Bola mata itu semakin mendekat kearahnya, hingga akhirnya terlihatlah seekor serigala besar dengan gigi-gigi tajamnya. Serigala itu melonglong keras, membuat tubuh Ray Zen sedikit bergetar. Seumur hidupnya ia tidak pernah merasakan bagaimana rasanya bertarung dengan binatang buas.
"Bagaimana caraku mengalahkan binatang ini?" batin Ray Zen.
Jarak Ray Zen dari serigala itu hanya sekitar 2 meter. Serigala itu bisa kapan saja menyerangnya. Ray Zen dengan sigap memasang kuda-kuda bersiap untuk menerima serangan.
Ray Zen memang sudah bisa berkultivasi, tetapi ia tidak pernah bertarung. Ia tidak memiliki pengalaman dan keterampilan apapun yang dapat ia gunakan dalam pertarungan. Semua buku yang ia baca dan pelajari di perpustakaan kekaisaran hanyalah buku-buku pengetahuan umum, bukan untuk menambah kekuatannya dalam bertarung.
Bagi seorang kultivator, memiliki keterampilan adalah hal yang sangat penting untuk memberikan serangan mematikan ke lawan, atau melindungi diri. Tetapi sayangnya Ray Zen tidak pernah membaca, apalagi mempelajari satupun keterampilan itu.
Tsok...
Ray Zen belum sempat menghindar, cakaran serigala itu berhasil mengenai bahu kirinya. Darah segar keluar dari sana.
"Cepat.., Dia cepat..," batin Ray Zen sambil menahan rasa sakit di bahunya.
Lagi-lagi serigala itu melompat kearah Ray Zen, tapi kali ini Ray Zen berhasil menghindarinya, bahkan dengan cepat mengarahkan kaki kanannya yang diisi dengan energi, menendang perut serigala itu.
Serigala itu terlempar beberapa meter, menabrak dinding dibelakangnya. Serigala itu segera bangkit, dengan marah ia berlari kearah Ray Zen.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Mưa buồn
Aku suka banget tokoh-tokohnya. Jangan berhenti nulis thor.
2025-09-07
1