“Ayo, sebelum Langit ngamuk beneran.” Rance berjalan cepat menyusul Langit.
Salah-satu kelemahan Langit adalah emosian. Ia tak suka jika Senja didekati oleh pria lain, apalagi sampai bersentuhan kulit, bahkan sekadar berjabat tangan biasa sekali pun.
Tak sedikit para pria yang langsung ditonjok Langit jika berani mendekati Senja. Karakter Langit ini membuat Senja terkadang lelah dan benar-benar marah kepada sang tunangan.
“Ja!” Neo memanggil Senja untuk memberitahu kedatangan Langit.
Senja yang sedang tertawa kecil atas kalimat lawan bicaranya, langsung menoleh mendengar panggilan Neo. Seketika mata Senja membola melihat Langit datang dengan mata tajam, bersiap untuk menonjok lawan bicaranya.
“Kak, lo pergi, deh,” pinta Senja mengantisipasi perkelahian, sebab ia sangat tahu bagaimana karakter tunangannya.
Pria di depan Senja tetap bergeming, ia malah menatap Langit dengan wajah sinis. “Pembicaraan kita belum selesai, Ja. Gue mau—”
Bugh ...
“Langit!” Senja berteriak sembari menahan dada Langit yang baru saja menonjok David, lawan bicara Senja tadi. “Sumpah, lo apaan, sih?”
Langit menatap David dengan mata tajamnya. “Udah gue bilang jangan ganggu pacar gue lagi, bangsat!”
David mengepalkan tangannya. “Lo berasa paling jago, hah!”
Bugh ...
“Aaaa! Udaah!” Senja memekik ketika David ikut memukul Langit yang tengah dipegangnya.
Neo dan Rance langsung memegang David, sedangkan Langit ditahan oleh Senja. Kegaduhan itu tentu saja menarik perhatian masyarakat sekolah lainnya. Dua most wanted sekolah terlibat adu fisik untuk kedua kalinya, yah—ini adalah perkelahian kedua, meski akhirnya berhasil dipisahkan cepat.
“Langit, kita cuma bahas masalah lomba. Kamu gak seharusnya main pukul gitu aja,” ucap Senja lelah.
Langit masih menatap David tajam, sedangkan yang ditatap pun tersenyum sinis tak mau kalah. “Aku gak suka kamu deket-deket sama dia,” desis Langit dingin.
Senja mengurut keningnya. “Sorry, Kak.” Ia langsung menarik Langit pergi dari sana.
Saat melangkah pergi dari sana, Langit masih menoleh ke belakang memberikan tatapan tajamnya untuk David. Senja langsung menarik kepala sang kekasih untuk menatap ke depan.
Senja mengajak Langit ke UKS, meski kesal, ia tetap memikirkan luka bekas pukulan David di sudut bibir sang tunangan.
“Duduk!” Gadis itu mendorong kesal bahu Langit untuk duduk di atas salah-satu kursi UKS.
Beberapa murid yang piket di UKS, memilih sibuk seakan tak melihat mereka berdua, meski sesekali mencuri pandang. Bukan tanpa sebab, interaksi antara Langit dan Senja selama ini selalu menjadi hal menarik bagi masyarakat sekolahan, apalagi kaum hawa mereka iri kepada Senja.
“Apa gak bisa bicara baik-baik dulu, udah dibilangin jangan langsung main pukul.” Senja berceloteh sembari membersihkan bekas pukulan di sudut bibir Langit.
“Kalo kamu lupa, aku udah sering peringatin dia buat gak deketin kamu. Aku kurang sabar apa lagi?” ujar Langit merajuk.
“Sabar apaan kayak gitu?”
“Akh, sstt—sakit, Yang.” Langit melenguh kecil ketika Senja dengan sengaja menekan luka di sudut bibirnya.
“Tau sakit? Gue kira kebal,” ejek Senja membuat Langit mendengkus.
“Udah sepuluh lebih.”
Kening Senja berkerut. “Apa yang sepuluh lebih?”
“Kamu sebut lo-gue, jadi akan ada sepuluh hukuman juga pulang sekolah,” sahut Langit tersenyum penuh makna.
Senja menggulir bola matanya malas. “Aku gak mau kamu terus berantem. Apa-apa main pukul, apa-apa main tinju, jangan mentang-mentang cowok, semuanya diselesein pake fisik. Bicara baik-baik, lagian aku sama Kak David itu bahas masalah pelajaran, bukan hal lain-lain.”
“Aku te-tep gak suka, mau bahas apa pun itu,” tekan Langit membuat Senja mendengkus lelah.
“Terserah kamu, deh. Males aku ngomong sama kamu.” Senja ke luar dari UKS dengan wajah lelah, tentunya gadis itu merajuk, pasalnya Langit sangat susah diberitahu.
“Sayang.” Langit langsung berdiri dan mengikuti Senja ke luar UKS. “Maaf, aku tadi khilaf.”
Senja menggulir bola matanya, ia terus melangkah. Langit pasti akan selalu seperti ini, setelah berkelahi, ia akan minta maaf dan mengaku khilaf.
“Khilaf kok berkali-kali,” gerutu Senja terus melangkah menyusuri koridor sekolah, berniat ke kelasnya.
“Aku minta maaf, kalo dia gak deketin kamu, aku pasti gak akan pukul. Aku ‘kan udah sering peringatin dia, dia aja yang nantangin aku.” Langit terus berbicara dan mencoba membela diri.
Senja menghembuskan napas kasar. Ia berhenti dan menatap Langit dengan mata memicing.
Langit pun ikut berhenti, ia menunduk bak anak kucing tengah ketakutan. Memang nyatanya Langit ngeri bertatapan dengan mata tajam Senja saat ini.
“Masih mau nyalahin orang lain, hem?”
Langit menggeleng cepat. “Enggak, aku salah. Aku minta maaf.”
Senja kembali menghembuskan napas kasar. “Sekarang minta maaf, besok-besok diulangi lagi, gitu?”
“Iya—eh, maksudnya ....” Langit cengengesan melihat Senja menggerutu. “Maksudnya aku gak akan begitu kalo gak ada yang deketin kamu.”
“Kalo gitu kenapa gak kamu kurung aja aku sekalian, gak boleh ke luar rumah, gak boleh ke luar kamar? Namanya juga idup di bumi, gak mau ketemu orang, ke Pluto sana, ketemunya alien!” celoteh Senja kesal.
Langit kembali cengengesan, menatap Senja dengan ekspresi gemas. “Maaf, besok-besok aku coba kontrol emosi. Aku tuh spontan aja kalo liat kamu deket sama cowok lain. Makanya lain kali, kalo kamu mau ngomong sama orang, jaga jarak, lima meter kek gitu.”
“Kamu kira ini jamannya korona? Jarak lima meter, ngomong harus saling teriak, anjir!”
“Heh, ngumpat? Sini aku gigit bibir kamu itu!” Langit melotot ke arah Senja yang baru saja mengumpat karena kesal.
Senja kembali membalikkan tubuh, lalu melanjutkan langkahnya dengan wajah kesal. Sangat lelah mengurus Langit, tidak di rumah, di sekolah dan di mana-mana. Beruntung saja Senja tidak setruk dan terserah darah tinggi.
“Nanti pulang sekolah aku pulangnya sama Neo atau sama Ace aja. Males boncengan sama kamu,” gerutu Senja di sela langkahnya.
Langit melotot tak terima, ia melangkah dan berjalan mundur di depan Senja. “Mana bisa gitu, Sayang? Aku bisa mati kalo gak bonceng kamu.”
“Gak usah lebai lo. Minggir!”
“Gak mau!”
“Minggir, Langit!”
“Gak mau, sebelum kamu bilang pulangnya sama aku.” Langit terus berjalan pelan di depan Senja, dan tak memberi akses jalan kepada sang kekasih.
“Mau gue tendang anu lo?” Senja mengangkat kakinya berniat menendang barang pusaka Langit.
Spontan Langit menyingkir dan menyembunyikan sesuatu di balik celananya dengan kedua tangan. Pria itu misuh-misuh, kembali mengikuti Senja dari belakang.
“Kalo kamu tetep kekeh mau pulang sama Neo atau Ace, aku bakal bocorin roda motor mereka berdua ntar.”
Senja menoleh ke belakang dengan mata melotot menatap Langit. Pria itu malah tersenyum tanpa beban.
“Gimana, kamu pulangnya sama aku, ‘kan?” Langit menaik-turunkan alisnya.
Senja menghembuskan napas kesabaran. “Kalo gitu aku naik angkot.”
Langit menggeram kesal. “Kamu pikir aku gak bisa bikin ban angkot bocor?”
“Coba aja, biar sekalian kamu digebukin orang-orang, wlek!”
“Senja Ociana!” Langit berteriak memanggil Senja yang sudah berlari ke arah kelasnya. “Ck, gue kekepin juga itu anak di kamar.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Nova Silvia
iiihhh jd slabrut olangan ni thor
2025-09-19
0