Satu ciuman di pipi kiri dan satu ciuman di pipi kanan, kebiasaan yang harus ada setiap pagi bagi Langit. Hanya sebatas itu, tidak lebih.
“Oke, sekarang ayo kita berangkaat!” Langit menaiki motor sport biru kesayangannya, kemudian mengulurkan tangan untuk membantu sang tunangan naik.
Setiap paginya sepasang insan itu berangkat ke sekolah bersama. Meski mungkin ada masanya mereka berangkat terpisah, misal karena Langit terlalu kebo dan sulit dibangunkan, biasanya Senja akan berangkat duluan karena kesal.
“Pegangan yang kuat, Sayang.”
“Ini udah kuat, Langit. Ayo aja cepet, ntar keburu telat.”
“Baca doa dulu.” Langit mengangkat kedua telapak tangannya seakan betulan membaca doa sebelum berkendara, meski Senja tahu pria itu hanya mengucapkan kata ‘bismillah’ lalu disudahi dengan kata ‘amin’.
Itu sudah lebih dari cukup, dari pada tidak sama sekali. Begitulah kata Langit.
***
“Ngit.”
Langit mengangkat kepala dari meja ketika mendengar seseorang memanggilnya. Ia menatap Neo sedang menaik-turunkan alisnya seakan memberi kode.
“Apaan?”
“Jam kosong,” ucap Neo tersenyum lebar.
Langit menegakkan tubuhnya dan menatap keadaan kelasnya. “Pak Jenggot gak masuk?”
“Enggak, kucingnya melahirkan,” jawab Neo.
“Cewek apa cowok?” celetuk Rance di samping Neo.
“Kayaknya sih betina, biar bisa beranak pinak lagi. Gue yakin, Pak Jenggot sekarang pasti lagi joget kesenengan,” sahut Neo.
“Udah dikasih nama, belum?” tanya Rance lagi.
“Kagak tau, gue niatnya mau kasih pilihan nama sama Pak Jenggot. Besok kalo dia ke sekolah, gue bilang, deh,” sahut Neo tersenyum lebar.
“Emang lo mau kasih nama apa?” tanya Rance terus penasaran.
“Pilihan nama pertama adalah Jungkir, nama kedua Balik. Kalo anaknya dua, ya kasih aja keduanya.”
Rance mengerutkan keningnya. “Jungkir balik, dong?”
“Iya, soalnya kata Pak Jenggot kucingnya itu ‘kan suka jungkir balik waktu hamidun. Keren ‘kan?”
“Iya, sekeren bulu idung lo.” Langit tiba-tiba menyahut dan berdiri, lalu bergerak ke luar kelas.
“Eh, mau ke mana lo?” teriak Neo.
“Nyebat.”
“Ah, mantep. Gas ‘lah!” Neo berdiri dan menyusul Langit, tentu Rance pun ikut.
Tiga inti geng motor Berandal itu akhirnya keluar kelas karena jam kosong. Padahal mereka harusnya mengerjakan tugas mencatat materi dari guru yang dipanggil Pak Jenggot tadi.
Langit Sadewa adalah ketua geng motor Berandal tersebut. Neo Patopias adalah wakilnya, sedangkan Rance Akbar adalah panglima tempur geng motor Berandal.
Selain sebagai para inti geng motor Berandal, mereka bertiga juga merupakan petinggi murid nakal seantero SMA Galaksi ini. Langit terbilang sebagai ketua murid bandel yang suka bolos, merokok dan berkelahi. Padahal tunangannya adalah ketua OSIS di sekolah itu.
Senja sebagai ketua OSIS SMA Galaksi, harus menjadi super galak menghadapi Langit, tunangannya sendiri. Menertibkan pacar atau tunangan sendiri itu merupakan tugas paling melelahkan bagi Senja, karena Langit tiada jera meski setiap hari dijewer.
“Mau ke mana?”
Pergerakan Langit terhenti ketika seseorang berdiri tepat dihadapannya. Baru saja mereka bertiga tiba di depan pintu kelas, Senja sudah melipat kedua tangan di depan dada. Tatapan tajam Senja membuat tiga pria itu tak dapat berkutik.
“Mau ke mana?” tekan Senja mengulang pertanyaannya.
“Katanya Langit mau nyeba—hmmp.” Kalimat Rance terputus karena Langit tiba-tiba membekap mulut pria itu.
Langit tersenyum manis kepada Senja sembari menatap kesal ke arah Rance. “Aku tadi mau liat udara pagi, Sayang.”
“Ini udah siang, Langit Sadewa” sahut Senja malas.
“Maksudnya udara pagi yang masih nyangkut di dahan pohon, Ja. Tadi gue liat udara paginya melambai-lambai di sono.” Neo menyahut sembari menunjuk sebuah pohon di samping lapangan outdor.
Senja mendengkus mendengar jawaban tak masuk akal Neo. Ia sebenarnya sudah tahu niat awal tiga pria itu, cukup dengan kalimat Rance yang terputus.
“Masuk!” titah Senja singkat.
“Aku kayaknya mau ke kamar mandi dulu, mau buang air kecil, jad—”
“Maa-suk!” sela Senja melotot.
Langit meneguk salivanya pelan. Ia melirik Neo dan Rance yang mematung di tempat.
“Ekhm, oke, ayo masuk,” ajak Langit melirik Neo dan Rance.
“Katanya lo mau ke kamar mandi, gak jadi pipis?” tanya Rance menatap Langit kembali masuk ke dalam kelas.
“Jadi, dalem mulut lo,” sahut Langit ketus.
Neo tertawa ngakak sembari ikut masuk. Rance menatap dua sahabatnya dengan wajah tak berdosa, ia mengedikkan bahu kemudian melirik Senja.
“Kenapa? Masuk sono,” titah Senja.
Bagi Senja, mengurus Rance lebih gampang dari pada mengurus Neo apalagi Langit. Buktinya kini pria itu mengangguk dan masuk dengan patuhnya.
Tiba-tiba Rance menghentikan langkah, kemudian kembali ke arah Senja. “Ini rokok gue, punya Neo sama Langit juga di situ.”
Senja melongo melihat sebungkus rokok diberikan oleh Rance kepadanya. Tak jauh berbeda dengan Langit dan Neo, dua pemuda itu cengo melihat Rance kembali dan duduk tanpa beban.
“Bangke, gorok temen sendiri dosa kagak?” gerutu Neo menatap Rance kesal, seakan ingin mencekiknya.
Langit malah memikirkan tatapan Senja saat ini. Ia meneguk salivanya kasar ketika Senja bersiap masuk ke dalam kelas sembari menatapnya dengan tajam.
“Mati gue,” gumam Langit bersiap untuk kabur.
“Sayaang, ke sini dulu, deh.” Senja tersenyum manis ke arah Langit sembari mendekat ke kursi belakang di mana Langit berada.
Tentunya senyum itu bukanlah senyum manis yang didambakan, melainkan rambu-rambu bahaya. Di mata Langit, senyum Senja tak ubah bak penyihir dengan mata berkilat merah.
“A-anu ... aku tadi dipanggil Pak Jenggot buat bantu kucingnya lahiran.” Langit berjalan mundur ketika Senja terus mendekat.
“Kucingnya udah lahir,” sahut Rance membuat Langit melotot sedangkan Neo mendengkus.
“Lo bisa diem aja kagak?” gerutu Neo kepada Rance.
“Langit,” panggil Senja dengan nada rendah.
“Iya, Sayang?” Langit tersenyum kaku ketika punggungnya membentur tembok.
“Ke sini!” titah Senja.
“Nanti aja, deh. Aku harus ke toilet dulu, maaf, Sayaang!” Langit akhirnya kabur, berlari kencang ke arah pintu kelas.
Senja mengejar pria itu dengan rambut ke atas dan mata seakan memancarkan laser merah. “Langiiiit! Ke sini lo sekaraaang!”
Aksi kejar-kejaran sepasang kekasih itu akhirnya kembali terjadi untuk hari ke sekian kalinya. Itu semua bukanlah pemandangan aneh di SMA Galaksi, bahkan semua orang sudah sangat biasa menonton adegan berubahnya Senja jadi penyihir dan Langit sebagai anak kelinci.
“Pak, maaf, pinjem dulu sapunya bentar, Pak.” Senja tiba-tiba mengambil sapu dari seorang petugas kebersihan sekolah, kemudian kembali berlari sembari mengangkat tangkai sapu. “Laangiiit! Berentiii!”
“Maa-aaap, Sayaaang! Hari ini gak bakal ngerokok lagi! Tapi besok gak janjii!”
“Awas aja lo Langiiit!”
Jika orang-orang biasa dikejar dengan tangkai sapu oleh emaknya. Maka Langit berbeda, ia dikejar oleh tunangannya dengan tangkai sapu.
“Ampuun, Jaa! Maaap!”
Sekencang-kencangnya Langit melarikan diri, ujung-ujungnya pasti akan kena jewer juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Nova Silvia
hubungan yg gek²s
klo ada ulet jg pst senja bantai
2025-09-15
0
@vee_
lucu ka..
2025-09-12
0
De Vika
semangat up lagi thorrrr
2025-09-06
1