04

Keesokan harinya Theresa tersenyum melihat wajah Liz yang tampak terganggu karena ulahnya. Sejak tadi ia tidak bisa berhenti memainkan pipi bulat Liz yang tampak menggoda untuk di sentuh.

Liz terus menggeliat merasakan pipinya seperti di tusuk tusuk, akhirnya ia membuka matanya meskipun sebenarnya enggan. Saat ia membuka mata, Theresa sudah ada di depannya dan tersenyum manis padanya. "Pagi Kak There." Sapanya seraya mengucek matanya.

"Pagi, Liz." Theresa masih betah memandang wajah lucu Liz.

Lizana menguap, baru kali ini ia bisa tidur nyenyak. Mungkin karena ada Theresa yang menemaninya, karena biasanya dia hanya menggulung dirinya sendiri di dalam selimut. Walaupun sebenarnya ini masih terbilang pagi karena baru pukul 7, tapi jika mengingat hari-harinya yang biasa ia selalu bangun jam 4 pagi, setidaknya sebelum matahari terbit. Setelah membuka matanya dia sudah harus menjalani latihan bersama Acrus dan baru berhenti saat matahari terbenam. Karena itu ia benar-benar bahagia sampai tidak berhenti tersenyum menatap Theresa yang sudah seperti malaikat baik yang berpihak padanya.

Setelah mereka mandi bersama, Acresia memanggil mereka untuk sarapan bersama. Di meja makan juga hanya terdengar banyak celotehan Liz yang sibuk bercerita dengan Theresa. Raja dan Ratu tidak bisa menyembunyikan senyumnya melihat kedua anak itu. Selesai sarapan, Liz pergi ke halaman belakang, mungkin karena sudah terbiasa latihan setiap hari, membuatnya tidak bisa melewatkan hari tanpa latihan. Lagipula kemarin dia sudah tidak latihan, jika hari ini juga tidak, Liz takut Acrus akan memarahinya nanti.

Tapi hari ini ada yang berbeda, Acrus hanya diam dan menyuruhnya latihan sesukanya, tidak seperti biasanya yang melatihnya begitu keras tanpa membiarkannya istirahat barang sebentar saja.

Liz menarik tangan Theresa ke halaman belakang, tapi sesampainya di sana bocah itu malah diam dan mengetuk-ngetuk jarinya di dagu seolah sedang berpikir. Theresa hanya bisa tersenyum melihat tingkah Liz, anak itu selalu tampak menggemaskan di matanya.

Liz menoleh cepat kearah Theresa. "Kak There, apa kau memiliki elemen cahaya?" Tanyanya dengan kepala yang di miringkan.

Merasa gemas pada Liz, Theresa mengusak rambut bocah di hadapannya ini. "Iya, kenapa?" Balasnya balik bertanya. Dia memang memiliki elemen cahaya, tapi kenapa Liz bertanya soal itu?

Mata Liz berbinar, Theresa benar-benar bagaikan malaikat untuknya. "Bisa tolong ajari aku? Elemen cahaya sangat sulit di pelajari." Ucapnya, dia menggenggam tangan Theresa dengan tatapan memohon.

Tidak bohong juga, apa yang Liz katakan memang benar. Elemen cahaya memang lebih sulit di pelajari dan di kuasai, mungkin karena itu termasuk sihir pemurnian. Tapi alasan Liz belum bisa menguasainya adalah karena dia belum pernah melihat seseorang menggunakan elemen cahaya di depannya. Ingat kan jika anak itu bisa meniru semua kekuatan yang di lihatnya? Mau sesulit dan serumit apapun pasti bisa di tiru jika Liz melihatnya secara langsung. Karena itu dia tidak akan melewatkan kesempatan ini, bukan bermaksud ingin memanfaatkan Theresa, hanya saja dia tidak mau latihan Acrus akan lebih menyiksanya saat Theresa dan orangtuanya sudah pergi dari rumah ini.

Melihat wajah Liz yang tampak murung, Theresa mengusap kepala gadis kecil itu, membuat Liz menatapnya. "Kenapa melamun?" Tanyanya. Entah kenapa dia merasa jika Liz sedang menanggung beban berat.

"Jangan pasang wajah sedih seperti itu atau aku tidak akan mau mengajarimu elemen cahaya." Lanjut Theresa seraya melipat kedua tangannya.

Wajah Liz yang awalnya murung kini langsung berubah takut. "Ya baiklah, lihat, aku sudah tersenyum, Kak There." Ucapnya panik, dia menarik-narik tangan Theresa agar mau melihatnya.

"Baiklah anak kecil, karena kau sudah memberiku senyum yang manis, aku akan mengajarimu." Ujar Theresa, ia kembali mengusap kepala Liz karena anak itu terlalu menggemaskan.

"Benarkah?" Tanya Liz dengan mata berbinar, jujur dia merasa sangat senang sekarang.

"Tentu saja." Balas Theresa dengan anggukan kepala.

"Terimakasih, aku menyayangimu, Kak There." Liz langsung memeluk Theresa karena merasa sangat senang, dan Theresa dengan senang hati membalas pelukannya.

"Baiklah, sekarang beritahu aku elemen apa saja yang sudah kau kuasai?" Theresa bertanya sebelum mengajari Liz, tentu saja dia harus tau apa saja yang sudah di kuasai anak itu.

Liz diam beberapa saat untuk berpikir. "Eumm.... Es, Air, Api, Angin dan Petir." Jawabnya dengan menghitung jarinya lalu menunjukkan pada Theresa.

"Oh wow." Theresa tidak tau harus menjawab apa karena sangking terkejutnya. Dia saja hanya menguasai 4 elemen, tapi lihatlah bocah ini, masih kecil tapi sudah sehebat ini.

"Ada apa Kak There?" Tanya Liz bingung dengan reaksi Theresa.

"Tidak ada." Balas Theresa dengan gelengan kepala.

Theresa maju ke depan, berhadapan langsung dengan Liz agar bocah itu bisa memperhatikannya. "Kau harus fokus, elemen cahaya memang lebih sulit di pelajari dari elemen lainnya." Ucapnya yang di balas anggukkan mengerti dari Liz.

Setelah memastikan jika Liz benar-benar memperhatikannya, Theresa memfokuskan pikirannya, beberapa saat kemudian beberapa butiran seperti bola-bola kecil keluar dari tangannya. Lama kelamaan bola-bola cahaya itu semakin banyak, lalu dia menerbangkannya ke udara.

Liz sangat terpukau melihat bola-bola cahaya itu terbang ke udara, apalagi jumlahnya yang sangat banyak, jika saja ini malam hari, pasti akan jauh lebih indah. Karena keindahan itu, Liz sampai lupa niatnya untuk belajar dengan Theresa.

Theresa hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat perhatian Liz mudah teralihkan, hanya dalam sekejap Theresa menghilangkan bola-bola cahaya itu.

"Yahh, kenapa di hilangkan bola-bola cahayanya?" Tanya Liz dengan wajah cemberutnya.

Theresa mengetuk pelan kepala Liz dengan jari telunjuknya. "Hey bocah, aku menunjukkan itu untuk mengajarimu, apa kau lupa?" Tanyanya pura-pura kesal.

"Hehehe, maafkan aku Kak There, aku lupa." Balas Liz dengan cengiran. Jika seperti itu Theresa tidak akan bisa memarahinya karena anak itu terlalu menggemaskan.

"Baiklah sekarang giliranmu, lakukan seperti yang sudah ku contohkan tadi." Theresa mengangkat dagunya, mengisyaratkan agar Liz maju ke depan untuk mengulangi apa yang sudah dia contohkan tadi.

Liz mengangguk dan maju ke depan, perlahan matanya terpejam, berusaha memfokuskan pikirannya.

"Karena saat ini kau belajar tentang elemen cahaya, maka bayangkan saja kau melihat cahaya dan perlahan menyentuhnya sampai kau benar-benar bisa menggapainya."

Liz mengikuti semua arahan Theresa, pertama yang harus ia lakukan adalah membayangkan sebuah cahaya. Tanpa sadar ada kerutan di dahinya, kenapa cahaya yang ia lihat sangat besar dan bukan seperti bola-bola kecil yang di tunjukkan Theresa? Tapi karena sudah sampai di sini, Liz tidak bisa berhenti dan dia memilih meneruskannya. Dalam pikirannya dia berusaha menyentuh cahaya itu, tapi karena ukurannya yang besar membuatnya agak kesulitan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!