Hari demi hari, bulan demi bulan selalu di penuhi latihan, tapi hari ini terasa aneh. Sejak pagi Liz belum melihat Acrus, kira-kira kemana Ayahnya itu pergi? Biasanya sebelum matahari terbit ia sudah di bangunkan oleh Acrus untuk latihan, tapi hari ini ia sampai bisa bangun jam 6 pagi, bisa di bilang pertama kalinya Liz bangun agak siang seperti sekarang setelah sesi latihannya di mulai saat ia menginjak usia 3 tahun. Liz sudah mencari Acrus ke seluruh rumah sampai ke halaman belakang, tempat biasa ia latihan bersama Acrus, tapi ia tetap tidak menemukan Ayahnya. Kaki kecilnya kembali berlari masuk ke dalam rumah untuk mencari Acresia yang mungkin ada di dapur.
"Ibu, Ayah pergi kemana?" Liz berlari kecil menghampiri Acresia, lalu bertanya pada wanita itu yang kini sedang berkutat dengan peralatan dapur.
"Menjemput temannya." Jawab Acresia tanpa menoleh atau melirik pada Liz.
Terlihat kerutan di dahinya, Liz mencoba memahami apa yang di katakan ibunya. "Menjemput? Apakah teman Ayah akan datang kemari?" Tanyanya setelah berhasil memahami ucapan Acresia, ia sampai menarik-narik ujung baju ibunya karena penasaran.
"Iya. Sudah jangan ganggu Ibu. Hari ini kau bebas melakukan apapun yang kau suka, cepat pergi Ibu sedang memasak." Acresia menghempaskan tangan Liz agak kasar dari bajunya. Terlihat keterlaluan memang, tapi karena sudah terbiasa membuat Liz hanya diam.
"Apa aku boleh main keluar?" Tanya Liz dengan mata berbinar seolah dia sama sekali tidak terganggu oleh sikap Acresia.
"Sudah Ibu katakan, lakukan sesukamu!" Ucap Acresia mulai menaikkan nada bicaranya, membuat Liz terkejut.
"Ya, baiklah, kalau begitu aku pergi dulu." Balas Liz tanpa protes lebih lanjut, ia melangkah mundur sebelum akhirnya berbalik berjalan membelakangi Acresia.
Sial! Walaupun sudah terbiasa, tapi anak malang itu masih tidak bisa mencegah air matanya menetes. Liz menggigit bibirnya yang bergetar, berusaha menahan tangisannya. Tangan mungilnya buru-buru mengusap air matanya saat kembali teringat jika Ayah dan Ibunya tidak menyukai anak yang cengeng. Karena takut Acresia mengetahui jika ia menangis, Liz berlari keluar dari rumah meninggalkan Ibunya yang masih memasak.
Sebenarnya Acresia menyadari saat Liz mengusap air matanya, tapi ia tidak tau harus berbuat apa. Dapat ia lihat anak itu sudah berlari kecil keluar dari rumah, sepertinya dia akan bermain dengan anak-anak lain. Setidaknya hari ini Liz bisa bebas bermain karena tidak ada latihan seperti hari-hari biasanya.
Sore harinya Lizana baru pulang setelah puas bermain. Orang-orang di kota kecil ini sangat baik padanya, bahkan di antara mereka tidak ada satupun yang bertanya atau menyinggung tentang mata birunya yang berbeda dari kebanyakan orang di kerajaan Frostharbor yang memiliki mata berwarna silver karena mereka memiliki elemen utama Es. Mereka mau menerimanya dengan senang hati, bahkan hari ini Liz keluar mengelilingi kota lagi setelah sekian lama, tapi semua orang masih menyapanya seperti terakhir kali ia berkeliaran di kota ini.
Mungkin karena penduduk kota jarang melihat Liz, mereka menahan anak itu cukup lama. Selain menanyakan kabarnya, mereka juga bertanya-tanya apa yang dia lakukan sampai tidak pernah lagi bermain keluar, Liz memberitahu mereka jika dia sedang menjalani latihan biasa, untungnya mereka tidak bertanya lebih lanjut. Saat pulang, Liz membawa banyak oleh-oleh yang di berikan beberapa pedagang yang ada di pasar, mereka memaksanya membawa itu semua karena dia jarang muncul. Liz dengan senang hati membawanya, tidak lupa ia mengucapkan terimakasih sebelum pulang dan dia akan mampir lagi kapan-kapan. Sepanjang jalan menuju rumah, Liz tidak berhenti tersenyum, wajahnya juga terlihat lebih baik dari sebelumnya, langkah kakinya sangat riang sore ini. Saat sampai di depan rumah, langkahnya tiba-tiba berhenti, keningnya berkerut melihat beberapa wajah asing yang ada di rumahnya.
"Liz, kenapa diam di sana? Cepat kemari!" Teriak Acrus, membuat Liz tersadar dari lamunannya.
"Ah, baiklah." Liz kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam meskipun ia masih kebingungan.
Liz berdiri di sebelah Acresia dan menarik kecil baju wanita itu. "Ibu, apakah mereka teman Ayah?" Tanyanya seraya melirik tiga orang yang baru ia temui.
"Apa yang kau bawa?" bukannya menjawab, Acresia malah balik bertanya pada Liz.
"Oh, ini? Orang-orang di kota memberikannya padaku, mereka bilang aku jarang bermain di luar karena itu mereka memberikan ini padaku selagi bertemu." balas Liz, ia menunjukkan beberapa buah-buahan dan sayuran yang ia bawa.
"Apa kau sudah berterimakasih pada mereka?" tanya Acresia.
Liz mengangguk. "Tentu saja." balasnya.
"Ya sudah, cepat letakkan di sana." perintah Acresia seraya menunjuk kearah meja. Liz menurut dan langsung menaruh semua barang bawaannya ke meja itu seperti yang di perintahkan ibunya.
"Liz, cepat kemari dan perkenalkan dirimu." ucap Acrus, membuat Liz mengangguk dan mendekat kearahnya. Setelah mendekat, Acrus mendorong pelan Liz ke depan temannya.
"Halo, Paman, Bibi, namaku Lizana, kalian bisa memanggilku Liz." Ucapnya memperkenalkan dirinya dengan sopan dan senyum ramah.
Teman Acrus yang di maksud adalah Aphelion dan Charlotte. Ya kalian tidak salah dengar, Raja dan Ratu datang ke rumahnya. Sudah bisakah kalian menebak apa yang sebenarnya terjadi?
Aphelion dan Charlotte menatap anak kecil berusia 4 tahun itu dengan tatapan yang sulit di artikan. Anak itu tumbuh dengan baik, sekarang tampak lebih cantik, apalagi mata birunya yang langka.
Liz beralih menatap Acresia, lalu berkata. "Ibu, Bibi ini sangat cantik." Pujinya seraya menunjuk Charlotte, sampai membuat wanita itu terkekeh.
Charlotte mengusap kepala Liz, membuat anak itu kembali memperhatikannya. "Tapi menurut Bibi kau yang lebih cantik." Ucapnya seraya mencubit pipi gembul Lizana.
"Terimakasih." Ucapnya tersenyum ramah pada Charlotte. "Oh ya, nama Bibi siapa?" Sambungnya dengan kepala yang di miringkan untuk melihat lebih jelas wajah cantik Charlotte.
"Charlotte. Ini suami Bibi, namanya Aphelion." Ucapnya memberitahu siapa namanya, lalu memperkenalkan suaminya pada Lizana.
"Halo, Paman." Sapa Liz dengan senyum ramah.
"Senang bertemu denganmu, Liz." Raja mengusap puncak kepala gadis kecil itu.
Liz melirik ke belakang Charlotte, ada anak perempuan yang terlihat lebih tua darinya. Matanya tidak bisa bohong jika ia penasaran dengan anak yang bersembunyi di belakang Charlotte.
Mengerti rasa penasaran Liz, Charlotte tersenyum lalu menarik putrinya ke depan. "Oh, ini anak Bibi, namanya Theresa. Dia lebih tua 4 tahun darimu." Ucapnya memperkenalkan Theresa pada Lizana.
"Halo, namaku Lizana, panggil saja Liz." Ucap Liz tersenyum manis seraya mengulurkan tangannya pada Theresa.
Theresa yang awalnya takut-takut kini tersenyum senang. "Theresa. Kau bisa memanggilku Kak There jika mau." Ucapnya seraya meraih tangan Lizana.
"Baiklah, Kak There, senang bertemu denganmu." Balas Liz tersenyum manis pada Theresa.
"Boleh aku memelukmu?" Tanya Theresa tiba-tiba, tentu saja membuat Lizana kebingungan.
"Kenapa?" Tanya Liz bungung. "Ah baiklah jika Kak There mamang mau memelukku, peluk saja tidak apa-apa." Sambungnya saat melihat wajah Theresa yang tiba-tiba murung saat ia bertanya kenapa dia ingin memeluknya.
Bukannya Liz tidak mau di peluk oleh Theresa, dia hanya merasa terkejut. Walaupun Liz memang jarang bertemu orang, tapi meminta pelukan saat pertama kali bertemu membuatnya merasa bingung. Tapi saat melihat wajah sedih Theresa, entah kenapa ia merasa tidak tega.
Theresa langsung menarik Liz ke dalam pelukannya. "Terimakasih." Ucapnya di sela pelukannya.
"Eumm." Gumam Liz di sela pelukannya. Meskipun ia merasa bingung, tapi tetap membalas pelukan Theresa.
Rasanya menghangatkan, Liz merasa ini bukan pertama kalinya ia di peluk oleh Theresa, tapi ini kan pertemuan pertama mereka. Buru-buru ia menggelengkan kepalanya, bagaimana mungkin hal itu terjadi padahal ini hari pertama mereka bertemu.
Liz merasa kebingungan dan tidak mengerti dengan apa yang terjadi, kenpa tiba-tiba teman Ayahnya datang mengunjungi rumah mereka, dan entah bagaimana menjelaskannya, Liz tidak mengerti dengan tatapan ketiga orang yang baru ia temui. Semua ini jadi sangat membingungkan untuk anak sekecil itu, hari-harinya sudah di penuhi dengan latihan, jadi Liz tidak terlalu memahami perasaan orang lain.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Malam harinya saat Theresa dan Liz sudah tertidur, meninggalkan 4 orang dewasa yang masih ada di ruang tamu. Mungkin saat ini sudah hampir tengah malam, tapi mereka berempat tidak menunjukkan rasa kantuk sama sekali, justru wajah serius yang mereka pancarkan.
"Terimakasih atas kebaikan kalian berdua, putri kami bisa tetap hidup karena kalian. Sekali lagi terimakasih banyak, Acrus, Acresia."
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata dan telinga yang melihat dan mendengar pembicaraan mereka, seseorang di balik pintu kembali ke tempatnya sebelum mereka menyadari kehadirannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments