Bab 5
“Makasih ya, mas Abimanyu.”
“Sama-sama mbak, silahkan dinikmati,” ujar Abimanyu setelah menyerahkan plastik besar berisi beberapa box berisi makan siang.
Kali ini beberapa staf tidak makan siang di luar, salah satunya Adel juga Mona.
“Lebih nikmat lagi kalau disuapin sama kamu,” ujar rekan Adel dan Mona menggoda Abimanyu
“Nikmatnya double,” ucap yang lainnya.
“Maaf mbak, saya sibuk. Lihat tuh gelas-gelas belum dicuci.” Abimanyu sudah berada di wastafel. Seakan tidak berpengaruh godaan para wanita tadi.
Adel terkekeh mendapati rekannya cemberut dengan respon Abimanyu. Bukan rahasia kalau pria bernama Abimanyu -- entah nama lengkapnya karena name tagnya hanya tertera Abimanyu saja-- begitu dingin dan acuh saat para wanita menggoda dan jelas-jelas menunjukan ketertarikannya.
“Yaelah, kalian ini kenapa sih. Nggak ada bosan merayu Abimanyu, kayak nggak ada cowok lain aja,” cetus Mona sudah membuka box miliknya.
“Ganteng kali, tiap hari lihatnya juga nggak bosan.”
“Ganteng tapi kere buat apa. Masa depan kayak gimana yang bisa kita dapat kalau cowok kalian cuma OB,” ujar Mona lagi bahkan menekankan kata OB dengan begitu jelas dan kencang, menghina Abimanyu.
“Mona,” tegur Adel lalu menoleh ke arah Abimanyu. Pria itu seakan tidak terpengaruh dengan ucapan Mona, masih asyik mencuci gelas dan cangkir yang menumpuk di wastafel. Setelah makan siang, biasanya para staf akan membuat teh atau kopi, jadi dia harus pastikan semua peralatan itu sudah bersih.
“Kenapa, aku benar ‘kan?”
“Iya sih, tapi untuk sekarang cukup menikmati kegantengan wajah Abimanyu aja. Masalah masa depan biar urusan Tuhan, kita jangan ikut campur.”
Adel menghela nafasnya, tidak mengerti kenapa rekannya ini tega membicarakan seseorang padahal orang itu ada di sana. Kali ini ia duduk bersisian dengan Mona dan dua rekan lainnya duduk bersebrangan dengannya di meja makan berbentuk persegi yang ada di pantry.
Sibuk mengunyah dan sesekali tertawa dan masih saja membahas masalah pria bahkan Abimanyu kembali disinggung.
“Abimanyu, spec kamu itu jadi model juga bisa. Kenapa malah melamar jadi OB?”
Abimanyu yang sudah selesai dengan urusan gelas dan cangkir melap tangan lalu menarik kursi kosong di sisi kanan Adel, memutarnya dan duduk terbalik dengan memeluk sandarkan kursi tersebut.
“Emang saya cocok jadi model?” tanya Abimanyu.
“Cocok.”
“Nggak.”
Jawab para wanita itu kecuali Adel dan yang menjawab tidak adalah Mona.
“Kok nggak cocok, Mon?”
“Ya nggak cocok dia lebih cocok jadi OB, makanya ada di sini,” sahut Mona.
“Mbak Mona betul, saya lebih cocok di sini.” Abimanyu menjawab tanpa nada marah atau emosi malah menunjukan raut wajah datar.
“Aku penasaran dengan rambut kamu, coba buka kuncirnya!”
Penampilan Abimanyu memang mencolok dengan rambut agak gondrong dan dikuncir, biasanya seorang OB akan tampil rapi bahkan dengan rambut klimis.
“Jangan mbak, biar istri saya saja yang boleh melihat rambut gondrong saya dan pegang-pegang,” sahut Abimanyu menyugar rambutnya yang masih terikat rapi dan menjadi perhatian kecuali Mona yang sibuk makan dan layar ponselnya.
Abimanyu menoleh pada Adel yang sedang menatapnya.
“Gimana Mbak Adel, boleh ya saya izinkan istri saya saja. Tidak boleh orang lain.”
Adel bingung, kenapa pula Abimanyu malah bertanya padanya. Dengan dahi berkerut, ia menjawab. “Iya, boleh terserah Mas Abimanyu aja.”
“Rambut saya ini asset paling berharga,” ujar Abimanyu lagi. “Kalau ada yang bilang saya ganteng, ya karena rambut ini.”
“Ya ampun di lihat dari dekat, kamu kok makin ganteng Abi.”
“Masa mbak, bukannya yang ganteng itu Pak Zahir. Bukan begitu, mbak Mona?”
“Ya iyalah,” sahut Mona. “Pak Zahir itu udah ganteng, tajir, royal dan hot di ranjang,” tutur Mona lagi masih fokus tangan kiri dengan ponsel dan tangan kanan memegang sendok.
Ucapan Mona membuatnya menjadi perhatian dari ketiga rekannya termasuk Adel. Mendapati suasana hening, Mona menoleh.
“Kenapa?” tanyanya.
“Kok kamu bisa bilang Pak Zahir hot di ranjang?” tanya Adel. Sungguh ia penasaran, meski ia sudah melewati malam bersama pria itu bahkan ia tidak mengingat dengan jelas.
“Iya, kenapa? Emang udah pernah ML sama beliau?”
“Iya … bukan gitu. Kalau dilihat Pak Zahir itu sehat dan bugar, masa iya dia ada masalah sama urusan begitu. Jangan mikir yang aneh-aneh deh.”
Abimanyu tersenyum miring mendengar penjelasan Mona.
“Iya juga ya. Mana mungkin Pak Zahir impoten. Jadi, penasaran kapan dan sama siapa dia menikah nanti.”
Mona dan Adel sempat saling tatap mendengar itu. Bahkan Adel mengulum senyum dan wajahnya merona, membayangkan ia yang akan menjadi istri Zahir. Andai kedua rekannya ini tahu kalau ia dan Zahir ada urusan dan hubungan, sudah pasti heboh. Namun, Adel tidak lakukan itu. Belum saatnya.
“Itu urusan Tuhan, yang penting di divisi kita ada dua orang yang penampakannya bikin hati meleyot.”
“Dua orang itu siapa?” tanya Adel.
“Pak Zahir dan Mas Abimanyu.”
“Emangnya saya hantu dibilang penampakan,” sahut Abimanyu lalu berdiri dari kursinya. “Jangan lupa mejanya di lap ya, saya juga lapar mau ke kantin.”
“Abimanyu.”
Semua menoleh ke arah pintu dan mengangguk pada Desi. Staf Marketing yang cukup senior bahkan menjadi salah satu ketua tim.
“Iya, mbak.”
“Abi, tinta printer di meja aku habis. Bantu isi dong,” titah Desi dengan nada manja dan lembut.
“Oh, nanti saya cek mbak.”
“Sekarang aja,” ujar Desi lagi bahkan sambil memeluk lengan Abimanyu. “Yuk!”
“Tapi saya ….” Abimanyu menunjuk ke arah meja.
“Udahlah, biar mereka beresin sendiri. Hei, jangan nyampah. Awas kalau kalian nggak rapihkan lagi ruangan ini. Bentar lagi waktu istirahat habis, nggak usah nambah jam istirahat untuk gibahin saya di sini. Ayo, Abi.”
“Idih, sok kecakepan,” ujar Mona saat Desi dan Abimanyu sudah meninggalkan pantry.
“Aku dengar ya,” terdengar teriakan Desi.
“Eh, nantang dia.”
“Mon, udah ,” seru Adel. “Selesaikan makan terus kita balik kerja lagi. Nggak usah nantangin Mbak Desi.”
“Lihat aja kalau aku udah selevel sama dia, habis aku unyeng-unyeng,” geram Mona bahkan sambil menggeprak meja.
“Kamu mau naik level gimana? Sekarang kita masih magang, boro-boro bisa selevel sama yang junior,” tutur Adel. “Tapi mungkin nggak ya, kalau Mas Abimanyu itu sebenarnya lagi nyamar. Mana tahu dia sebenarnya anak sultan yang lagi gabut.”
“Ngaco, kebanyakan baca drama nggak jelas.”
Mona menoyor kening Adel yang masih terkekeh geli membayangkan imajinasinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
de2 esih
abimanyu rambut nya gondrong seperti s pandu dong
2025-09-06
1
hiro_yoshi74
ih ih ih jangan bilang modelan kuciran kaya dj 🐼wk wk wk 🤣🤣🤣🤣✌
2025-09-06
0
hiro_yoshi74
hah heeeehhh hoohhh ketauan kan ....
2025-09-06
0