(Pagi hari. Alya duduk di teras mansion sambil menyeruput teh. Udara sejuk, burung berkicau. Adrian muncul dengan kemeja sederhana, tanpa jas hitamnya.)
Alya
(menoleh, sedikit kaget) “Aku kira kau selalu pakai jas. Ternyata bisa juga terlihat normal.”
Adrian
(tersenyum tipis) “Aku tidak selalu harus terlihat menakutkan, kan?”
Alya
(tertawa kecil) “Jujur, kau memang terlihat menakutkan pertama kali aku melihatmu.”
Adrian
(menarik kursi, duduk di sampingnya) “Dan sekarang?”
Alya
(menatapnya sebentar, pura-pura serius) “Sekarang… masih agak menakutkan. Tapi sedikit lebih bisa diajak bicara.”
Adrian
(tertawa kecil, pertama kalinya begitu tulus) “Itu kemajuan besar. Biasanya orang hanya lari begitu melihatku.”
Alya
(menyeringai) “Mungkin karena aku keras kepala. Atau… mungkin aku terlalu penasaran.”
Adrian
(mengangguk pelan) “Aku bisa melihat itu. Matamu selalu penuh pertanyaan.”
(Hening sebentar. Angin pagi bertiup lembut. Alya menatap Adrian, menyadari senyumnya terlihat lebih manusiawi daripada yang ia bayangkan.)
Alya
(pelan) “Senyummu… berbeda saat ini. Tidak dingin.”
Adrian
(menatapnya, lalu tersenyum lagi) “Mungkin karena untuk pertama kalinya… aku merasa tenang.”
(Alya terdiam. Hatinya berdebar, tidak mengerti perasaan apa yang muncul. Ia buru-buru menunduk, menyeruput tehnya lagi.)
Alya
(berusaha menutupi) “Jangan salah paham. Aku masih ingin pulang, tahu.”
Adrian
(tersenyum samar) “Aku tidak akan menahanmu kalau kau benar-benar ingin pergi. Tapi… aku berharap kau bertahan sedikit lebih lama.”
(Alya menoleh, menatapnya bingung. Dalam hatinya, ia mulai bertanya-tanya: apa benar ia ingin segera pergi, atau… ada sesuatu yang membuatnya ingin tetap di sisi pria ini.)
Comments