(Ruang tamu mansion. Malam sudah larut, tapi lampu masih menyala redup. Alya duduk membaca buku. Adrian datang membawa selimut tipis.)
Adrian
“Kau akan masuk angin kalau terus di sini tanpa selimut.”
Alya
(menutup bukunya, sedikit terkejut) “Aku tidak menyangka, seorang sepertimu bisa perhatian soal hal kecil.”
Adrian
(meletakkan selimut di sandaran sofa) “Aku masih manusia, Alya. Bukan robot.”
Alya
(menatapnya, lalu pelan berkata) “Tapi banyak orang bilang kau… kejam.”
Adrian
(terdiam sejenak, lalu duduk di kursi seberang) “Itu benar. Aku sudah melakukan hal-hal yang tidak bisa aku banggakan.”
Alya
(ragu) “Kalau begitu… kenapa?”
Adrian
(menatap kosong ke arah meja) “Aku kehilangan orang-orang yang paling aku sayang. Setelah itu… aku tidak peduli lagi tentang jadi baik atau buruk. Aku hanya bertahan.”
Alya
(lirih) “Keluargamu?”
Adrian
(mengangguk pelan) “Adikku. Dia yang selalu membuatku merasa punya alasan untuk hidup. Sejak dia pergi… aku hanya berjalan tanpa arah.”
Alya
(terdiam, menatapnya penuh iba) “Itu pasti sangat menyakitkan…”
Adrian
(tersenyum pahit) “Ya. Dan sampai sekarang, aku tidak pernah benar-benar sembuh.”
(Hening sejenak. Alya menunduk, meremas bukunya. Adrian menatapnya, ekspresinya lebih lembut daripada biasanya.)
Adrian
“Aku tidak tahu kenapa aku bisa menceritakan ini padamu. Biasanya aku simpan rapat-rapat.”
Alya
(pelan, tanpa sadar) “Mungkin… karena kau lelah menyembunyikannya sendirian.”
(Adrian menatap Alya lama, tapi tidak berkata apa-apa. Suasana menjadi hangat, meski masih ada jarak di antara keduanya.)
Comments