5 Pertemuan Mengejutkan

Suara March menggema keras, menusuk udara yang semakin menegang.

Namun Leon tetap berdiri tenang, sorot matanya sama sekali tidak terguncang. Ia bahkan melangkah setengah maju, membuat jarak mereka kian dekat.

“Aku sudah terbiasa dicaci,” jawab Leon datar. “Yang lucu… orang yang paling keras menggonggong biasanya adalah anjing yang paling takut kehilangan tulangnya.”

“APA KAU BILANG!?” March meledak, wajahnya merah padam, urat di lehernya menegang.

Leon mendekat sedikit, suaranya nyaris berbisik tapi jelas terdengar oleh semua yang menahan napas di aula itu.

“Tak peduli seberapa keras kau berteriak, March… semua orang tahu siapa yang paling haus pengakuan di keluarga ini. Kau hanya bayangan yang selalu iri pada cahaya milik orang lain.”

March terdiam sepersekian detik, wajahnya berubah ganas.

“Cukup!” teriaknya, lalu tanpa pikir panjang langsung melayangkan pukulan ke arah wajah Leon.

Kepalan tangan March meluncur deras ke wajah Leon—namun sebelum pukulan itu mencapai sasaran, tangan Leon terangkat, menangkapnya dengan kecepatan yang membuat udara berdesis.

"Apa?!" teriak March.

Jari-jari Leon mencengkeram erat tangan March. Suara tulang bergesekan terdengar lirih, membuat March langsung meringis kesakitan. “A-argghh! Lepaskan! Lepaskan aku, brengsek!”

Namun Leon tidak bergeming. Mata tajamnya menatap pria itu dengan dingin, seakan seluruh emosinya tersimpan dalam genggaman itu.

“Ini…” Leon berbisik rendah, hanya March yang benar-benar mendengarnya, “…tangan yang dulu pernah memukulku. Dan sekarang, sudah saatnya aku mengembalikannya.”

CRAAKK!

Dengan sekali hentakan, tulang tangan March patah dalam genggaman Leon. Suara itu terdengar jelas, membuat para tamu ternganga ngeri.

“Aaaaaaaarghhhhhh!” Jeritan menyayat March membelah udara, bergema di seluruh aula.

March jatuh berlutut, memegangi tangannya yang kini terkulai tak wajar. Wajahnya memerah, urat-urat menonjol di lehernya, air mata dan liur bercampur dalam teriakannya.

“March!!” Teriak Kakek Djin panik hingga hampir pingsan.

“Panggil keamanan!” bentak Antony. Suaranya lantang penuh amarah.

Serentak, puluhan anggota keamanan bersetelan hitam masuk ke aula. Mereka membawa pentungan baja di tangan masing-masing, langkah kaki mereka menggema kompak di lantai marmer.

Aura siap bertarung menyelimuti ruangan. Namun… saat mereka semua berhadapan dengan Leon, langkah mereka sontak terhenti.

Hening.

Tidak ada satupun yang berani maju. Tangan mereka gemetar, mata mereka bergerak gelisah, bahkan napas pun terdengar berat.

Entah apa yang mereka lihat dalam diri Leon—tatapan matanya, aura tubuhnya, atau mungkin sesuatu yang lebih gelap—namun, naluri mereka mengatakan untuk tidak menyentuh pria itu jika tidak ingin mati.

Keringat dingin mengucur dari pelipis mereka satu per satu.

Leon menoleh perlahan ke arah para penjaga, sorot matanya setajam belati. Seketika, semua orang bisa merasakan hawa dingin menusuk tulang belakang mereka.

“Majulah… jika kalian siap kehilangan lebih dari sekadar tulang,” ucap Leon datar, nyaris seperti bisikan maut.

Tidak ada satupun yang berani bergerak, membuat Antony dan seisi ruangan tercengang bukan main. Siapa sangka, anak yang dulu lemah dan tidak berdaya kini menjadi sosok yang ditakuti hanya dengan melihatnya.

Leon kemudian menoleh ke arah meja utama, tempat keluarga D’Arvenne berkumpul. Tatapannya bergantian singgah pada wajah Kakek Djin yang pucat dan terguncang, Antony yang menahan marah dengan urat menegang di lehernya, Lucienne yang bergetar, March yang meraung kesakitan, dan terakhir Alric yang masih berdiri tenang—menatapnya dengan mata penuh perhitungan.

“Aku ingin kalian mengingat ini baik-baik…” suara Leon terdengar lantang, bergema di aula yang kini sunyi mencekam. “Ini adalah awal dari kehancuran keluarga D’Arvenne. Satu demi satu… aku akan meruntuhkan segalanya yang kalian banggakan.”

Kata-kata itu menggantung di udara, berat, seperti kutukan yang tak bisa dibantah.

Sebelum berbalik pergi, Leon berhenti sejenak. Pandangannya mengunci pada Alric, yang sedari tadi masih menatapnya tanpa ekspresi.

Keduanya bertukar pandang cukup lama, seolah sedang berbicara dalam bahasa yang hanya mereka pahami.

Alric hanya membalas dengan senyum tipis yang sulit diartikan.

Tanpa kata tambahan, Leon berbalik. Langkah kakinya bergema mantap meninggalkan aula, sementara semua orang hanya bisa menatap punggungnya yang tegap, membawa hawa dingin dan ancaman yang menempel di setiap langkah.

...

Sementara itu di luar villa. Di antara gemerlap lampu taman, seorang wanita cantik tampak berlari kecil sambil sedikit mengangkat gaun indahnya agar tidak tersangkut.

Gaun malamnya berwarna biru gelap, kontras dengan kulitnya yang pucat bersinar. Rambut panjangnya berwarna kebiruan—memantulkan cahaya bulan hingga tampak seperti helaian sutra perak yang hidup.

Setiap langkahnya anggun meski ia terburu-buru. Namun tepat di sebuah persimpangan taman, langkah tergesa si wanita berubah menjadi celaka.

—BRUK!

Ia menabrak seseorang dengan keras, tubuhnya terhuyung dan hampir terjatuh. Namun sebelum punggungnya menyentuh tanah, sebuah tangan kuat menyambar pinggangnya.

Ia terhenti di udara, tubuhnya tertahan.

Dan di sana—sosok tinggi berjas hitam berdiri dengan tatapan datar. Leon.

Waktu seakan berhenti.

Mata sang wanita membesar, napasnya tercekat. Dekat sekali… hingga ia bisa merasakan dingin sekaligus hangat yang bercampur di genggaman tangan Leon.

Cahaya bulan menyapu wajahnya, menyingkap kecantikan yang memabukkan: mata biru berkilau bagai safir, alis tipis yang anggun, hidung mungil sempurna, dan bibir merah yang sedikit terbuka karena kaget.

Pipi halusnya merona, membuat kecantikannya tampak seperti lukisan hidup.

“A—aku… maafkan aku…” ucapnya lirih, buru-buru menegakkan diri dan merapikan gaunnya yang berantakan.

Leon tidak berkata apa-apa. Hanya sepasang matanya yang kelam menatap wanita itu, dalam, dingin—namun ada sesuatu yang samar, seperti kilatan emosi yang terpendam.

Wanita itu menggigit bibir bawahnya, salah tingkah. Ia menunduk sedikit, lalu menambahkan dengan suara yang nyaris berbisik, “Aku terlambat… aku harus segera masuk.”

Tanpa menunggu balasan, wanita itu melangkah pergi dengan wajah memerah.

Leon tetap berdiri di tempat, menatap punggung wanita itu yang semakin menjauh. Tatapannya masih datar—tetapi, di sudut matanya… ada sesuatu yang berbeda.

Emosi kecil. Samar. Rapuh.

Seolah, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, hatinya yang beku terguncang hanya oleh kehadiran seorang wanita yang tidak asing baginya.

Aula perjamuan yang tadinya bergemuruh kini hanya menyisakan hening mencekam. Para tamu saling berbisik lirih, wajah-wajah mereka masih pucat oleh kejadian yang barusan.

Tiba-tiba suara lembut terdengar dari pintu masuk. “Kakek!”

Semua kepala menoleh bersamaan, menatap wanita cantik bak bidadari yang datang untuk mencairkan suasana.

“Kemana saja kau, Evelyn!? Kenapa baru datang sekarang?” ucap Lucienne, ibu kandung dari wanita yang ternyata bernama Evelyn.

“Maaf, Ibu… aku terlambat karena bingung memilih kado yang tepat untuk Kakek. Aku ingin sesuatu yang benar-benar berkesan…” kata-kata Evelyn sontak terhenti ketika melihat sang kakek dalam situasi yang tidak baik.

Seorang asisten membantunya bernafas dengan sebuah alat medis, keringat mengucur deras dari pelipisnya. Kondisinya begitu buruk dan rentan.

Ia segera berlari menghampiri sang kakek, lalu berlutut di hadapannya. “Apa yang terjadi padamu, kek? Siapa yang melakukan ini?"

Lucienne menoleh tajam ke arah aula, lalu dengan nada bergetar setengah berteriak menjawab: “Orang itu… dia tiba-tiba datang dan menghancurkan segalanya!"

Evelyn menatap ibunya dalam-dalam, "Siapa dia?"

"Leon."

Terpopuler

Comments

Kustri

Kustri

apa gadis itu penulis novel yg dibaca leon waktu di pesawat

2025-09-09

0

Kustri

Kustri

karya👍👍👍

2025-09-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!