Dalam perjalanan lorong sekolah sudah agak sepi karena kebanyakan orang sudah masuk ke kelas mereka masing-masing.
Setelah beberapa langkah aku tiba di kelasku.
"Assalamualaikum Bu! Maaf saya agak terlambat!" Aku datang sambil tersenyum dengan rasa bersalah.
"Oh! Tumben terlambat?"
"Tadi ada urusan Bu, jadi saya agak terlambat!" Si Ibu hanya bisa tersenyum dan menghembuskan nafas.
"Yasudah. Kamu bisa duduk karena kelas juga belum benar-benar di mulai!" Aku pun duduk di tempatku.
Dan tempat dudukku sendiri ada di barisan belakang dan dekat dengan jendela yang terbuka.
Ketika aku sudah duduk tiba-tiba ada yang mencolek pundakku hingga aku menoleh seketika. "Hm!?.."
Di samping ada seorang siswa yang bisa di bilang adalah yang paling cantik di kelas ini dan dia tersenyum padaku. "Apa kamu sudah mikir-mikir lagi buat pacaran sama aku Raihan!?"
Wajahku langsung berubah malas.
Singkatnya beberapa hari yang lalu perempuan ini nembak aku untuk jadi pacarnya tepat pada hari dia masuk sekolah ini.
Namanya adalah Devina dan dia murid pindahan dari sekolah lain.
"Kan aku bilang kalau aku ini gak akan pernah pacaran karena aku berniat ta'aruf, jadi aku tidak mau pacaran!" Aku menjawab.
Entah sudah berapa kali sebenarnya aku mengatakan ini tapi cewek satu ini tidak mau mengerti juga.
"Kan cuma pacaran apa salahnya sih?!"
"Bagiku itu salah karena pacaran itu adalah perkara yang mendekati zina jadi aku tidak mau pacaran!"
"Ya kalau begitu yang salah orangnya yang gak bisa menahan hawa nafsu, gak ada hubungannya sama pacaran!"
Aku terdiam tapi bukan karena tidak bisa menjawab tapi karena sudah capek menjawab pertanyaan itu.
'Tidak sedikit orang yang terbilang alim yang pada akhirnya terjerumus pada perzinahan karena menyepelekan hal kecil hingga akhirnya tergoda bujukan setan.'
Pelajaran pun akhirnya di mulai dimana itu berlangsung hingga hari agak siang.
Waktu istirahat pun tiba di mana ketika semua orang pergi ke kantin aku malah pergi ke tempat lain yaitu tempat yang jarang di kunjungi oleh orang lain.
Aku ke sana untuk makan.
Tapi alasan aku mencari tempat sepi bukan karena aku pelit dan tidak mau berbagi makanan.
Hanya saja kalau di tempat lain itu berisik dan aku tidak suka sesuatu yang berisik seperti itu apalagi kalau yang di bicarakan tidak baik untuk di dengar.
Selang beberapa saat kemudian datang seseorang ke sini dan langsung menyapa.
"Yo! Ternyata lu ada di sini ya. Sudah gua duga sih!" Datang seorang pemuda kepala plontos mendatangiku.
Orang ini adalah Eric dan dia teman dekatku sekaligus juga santrinya bapakku.
"Tumben lu datang ke sini. Biasanya gak bisa diam dan keluyuran terus di luar sekolah!" Aku berkata bersamaan dengan Eric yang duduk di samping.
Aku menawarkannya makanan tapi langsung di tolak. "Mau!?..."
"Enggak, udah kenyang makan ketoprak tadi...!" Wajahnya berubah seakan dia punya masalah dan ingin meminta bantuan.
Yah, itu sudah jelas terlihat sih.
"Bilang saja kalau ada masalah!" Ia terkejut seakan tak menyangka kalau aku sudah tahu apa niatnya mendatangiku.
"Hahaha, lu bisa aja... Tapi gua memang ada masalah!" Dengan sok segan dan malu-malu dia berkata.
"Jadi gini... Gua kan suka sama salah satu cewek di kelas lu jadi...!" Segera aku menutup mulutnya dengan cara di comot.
"Aku tahu ke mana arah pembicaraannya ini jadi langsung saja aku tolak!" Eric terkejut kemudian bertanya setelah menyingkirkan tanganku dari mulutnya.
"Tapi kenapa? Gua cuma mau minta bantuan antarkan surat cinta ini padanya, hanya itu!" Ia langsung mengeluarkan surat yang sebelumnya dia buat.
"Gua gak mau ikut-ikutan terlibat kalau masalah seperti itu!" Langsung aku bangun untuk pergi.
"Han! Bentar dulu!" Eric tak langsung menyerah dan masih membujukku untuk menjadi perantara antara mereka berdua.
Tapi aku bersikeras menolak hingga akhirnya dia menyerah sendiri dan mengantarkan surat itu sendiri saja pada orang yang dia sukai yang tidak lain adalah Devina di dalam kelas.
Dan endingnya seperti ini.
"Maaf, tapi aku pikir pacaran itu akan mengganggu pelajaranku dan aku niatnya mau ta'aruf jadi aku tolak surat ini!" Si Eric langsung di tolak bahkan sebelum suratnya di baca.
Dia membeku di dalam kelas karena syok langsung di tolak mentah-mentah.
Tak lama aku datang dan agak terkejut melihatnya ada di kelasku dengan ekspresi kosong karena syok.
'Biar aku tebak. Dia di tolak mentah-mentah di hadapan orang sebanyak ini bukan...'
Aku hanya bisa menghela nafas kemudian menyadarkannya dan langsung mengirimnya kembali ke kelasnya.
Singkat cerita waktu pulang sekolah pun tiba segera setelah itu aku langsung pulang dengan harapan orang yang aku cari-cari sedang ada di tempat dimana aku menemukan cincin ini.
Tapi di jalan aku malah bersama dengan Devina yang mana itu membuatku bingung kenapa dia malah jalan denganku padahal rumah kita berbeda.
"Kamu ngapain malah ikut aku? Rumah kita kan berbeda jalannya?!" Ia langsung menjawab sambil tersenyum tipis padaku.
'"Aku ada urusan di rumahmu jadi aku ikut kamu saja karena aku tidak tahu rumah kamu di mana!" Alis mataku seketika berkerut.
"Kalau kamu saja gak tahu rumahku ada di mana terus urusan macam apa yang kamu punya di rumahku?!"
"Sebenarnya adikku tidak mau sekolah dan maunya masuk pondok pesantren jadi aku mau melihat seperti apa pesantren bapak kamu karena orang-orang bilang pesantren bapak kamu cukup terkenal!"
"Oh, begitu...!" Aku percaya untuk sekarang dan membiarkannya jalan dan samping.
Meskipun sesekali ia selalu mencoba lebih dekat denganku yang mana itu membuat
ku agak risih.
Singkat cerita tibalah kami di lokasi dimana aku menemukan cincin itu namun ketika sampai tidak ada siapa-siapa di sana.
"... Lagi-lagi tidak ada orang yang mencari ya?... Apa aku serahkan saja barang ini ke polisi?!" Aku bergumam sambil melihat-lihat sekitar.
Namun tidak ada siapa-siapa di sini.
"Apa yang kamu gumamkan Raihan?!" Devina bertanya padaku yang membuat fokusku teralihkan padanya.
"Aku menemukan barang di sini jadi aku pikir aku akan mengembalikannya kalau menemukan orang yang mencarinya di sini!"
"Tapi sejak pagi tidak ada siapa-siapa!"
"Kenapa seserius itu? Kalau tidak ada yang mencari berarti kamu bisa memiliki barang itu bukan!?"
"Mana bisa. Barang ini bukan hakku jadi aku tidak mungkin mengambilnya!" Setelah itu aku membawanya ke pondok pesantren.
Dimana pada saat yang bersamaan bapakku baru pulang setelah menginap di tempat orang yang mengundangnya untuk ceramah.
"Assalamualaikum!!" Kedua orang tuaku yang sedang duduk langsung bangun dan menghampiriku sambil menjawab salam.
"Waalaikum salam!"
"Loh! Kamu bawa siapa ke ini?!" Bapakku tanya sambil melihat ke arah Devina yang berdiri di samping sambil tersenyum.
"Ini orang katanya mau melihat pesantren ini untuk memastikan karena dia berencana menitipkan adiknya di sini!" Aku menjelaskan.
"Ya. Saya berencana menitipkan adik laki-laki saya di sini kalau pak ustadz tidak keberatan!" Dengan senyuman sopan ia berkata.
Di depan orang tuaku orang ini beda sekali sikapnya dengan dia yang di sekolah.
Padahal kalau di sekolah ia biasanya bersikap liar dan ceplas-ceplos kalau ngomong tanpa di saring dulu.
Dan tingkahnya juga agak centil tapi di sini kayak perempuan baik-baik.
"Kalau begitu aku masuk dulu!" Aku sendiri langsung masuk ke dalam kamar meninggalkan Devina dengan orang tuaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments