RAHASIA DI BALIK PENGKHIANATANMU
Malam yang dingin, Luna duduk dan memandangi makanan yang sudah ia siapkan dari sore. Jarum jam dinding menunjuk angka delapan. Beberapa kali Luna membaca pesan singkat yang dikirimkan Ares, suaminya dari sore tadi, “Aku pulang telat malam ini.”
Luna menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri walaupun hatinya gelisah tidak seperti malam lainnya. Hari ini bukan hari biasa, melainkan hari ulang tahun pernikahan mereka. Apakah Ares menyiapkan kejutan untukku, atau dia benar-benar sibuk hari ini? Luna mendorong hatinya untuk percaya, walaupun dipikirannya tidak sepenuhnya sama dengan hatinya.
Ditengah kekosongan waktu menunggu kedatangan Ares, Luna mengisinya dengan keluar rumah untuk pergi ke toko kue langganannya dengan Ares. Brownies kesukaan Ares akan melengkapi kesempurnaan hidangan malam ini.
Luna tiba di toko kue dengan penuh harapan, membayangkan senyum suaminya nanti. Namun semua harapan itu runtuh seketika. Saat Luna memasuki parkiran, tubuh Luna secara tiba-tiba menegang dan napasnya tercekat. Dibalik sorot lampu mobilnya ia melihat Ares bersama seorang wanita. Namun Ares bukan hanya berdiri disana, melainkan sedang berciuman.
Wanita yang bersama dengan Ares bukanlah wanita yang asing di mata Luna. Ia mengenalinya, wanita itu bernama Celine yang merupakan sahabat akrabnya dari SMA. Luna mencoba untuk tidak mempercayai apa yang ia lihat. Namun kenyataan itu sangat jelas terpampang.
Dengan langkah gemetar, Luna mendekat. Ares melepaskan pelukan, dan berjalan menghampiri Luna. Namun bukan perasaan bersalah yang tampak di wajahnya, melainkan tatapan dingin seolah Luna bukanlah orang yang berharga dan dicintainya. Ares menatap Luna dengan tatapan dingin.
“Sudah kamu lihat kan? Aku sudah lama berselingkuh,” kata Ares, tenang dan menantang seolah apa yang ia ucapkan adalah fakta yang disembunyikannya cukup lama.
Luna tak sanggup berbicara, suaranya tercekat di tenggorokan. Bibir Luna bergetar, air matanya menggenang. Namun saat itu Ares seperti bukan orang yang Luna kenal sebelumnya.
Sementara itu Celine yang bersandar di mobil miliknya justru sersenyum miring, menatap Luna dengan tatapan penuh kemenangan. “Ares, kamu akan selesaikan semua secepatnya kan? Biar dia tidak perlu menunggu lebih lama.”
Sama seperti Ares, Celine juga bukan seperti orang yang Luna kenal sebelumnya. Bahkan hari kemarin pun hubungan Luna dan Ares masih hangat seperti biasa. Begitu juga hubungannya dengan Celine. Sahabat dekat yang berprofesi sebagai selebriti media sosial masih akrab berbincang di satu Grup Whatsapp.
Ucapan Celine benar-benar menghantam dada Luna. Entah apa yang mengendalikan pikiran Luna, ia bukannya menampar suami maupun sahabatnya, tapi kakinya justru melangkah mundur menjauhi kedua sosok yang kini lebih asing dari pada orang asing baginnya.
Dengan tangan yang bergetar, Luna berusaha membuka pintu mobilnya. Air mata mengaburkan pandangannya. Ia menyalakan mesin mobil dengan terburu-buru, kemudian melajukan mobilnya dibawah guyuran hujan deras.
Luna menginjak pedal gas semakin dalam diluar kendalinya. Perasaan kecewa dan marahnya masih berpacu di dadanya. Namun, tikungan tajam dan jalan yang licin membuatnya mobilnya oleng.
BRAKK!
Mobil Luna menghantam pohon dengan keras. Beruntung sabuk pengaman menyelamatkannya. Ia tidak pingsan walaupun tubuhnya bergetar dan napasnya tersengal.
Ditengah ia berusaha mengatur tempo napasnya, dari kaca depan yang retak, Luna melihat Ares berjalan mendekatinya. Luna masih menganggap ia hanya bermimpi. Bagaimana bisa dalam waktu yang bersamaan Ares datang menyelamatkan sementara sebelumnya menyakitinya.
Ares berjalan dengan tenang walaupun terpancar sedikit kepanikan diwajahnya. Sesaat kemudian ia berdiri disamping mobil Luna, dan menatap Luna dengan dingin.
“Ares, ini hanya rencana kejutan hari ulang tahun pernikahan kita kan? Kamu tidak benar-benar mengkhianatia aku kan?” tanya Luna dengan lirih.
“Luna kau hanya kebetulan selamat,” jawab Ares datar. “Aku tidak mau menjadi saksi jika terjadi sesuatu yang lebih buruk menimpamu.”
Ucapan itu lebih menyakitkan daripada benturan yang barusan Luna alami. Air mata Luna pecah tanpa bisa di tahan. Dengan suara parau Luna bertanya, “Lalu mengapa kau datang menyelamatkanku?”
“Aku hanya kebetulan lewat saja,” jawab Ares dengan singkat.
“Tinggalkan aku sendiri disini Ares.”
Ares mengabulkan permintaan Luna, ia menoleh sebentar kemudian beranjak pergi. Tanpa kata lain, ia masuk kemobilnya dan memutar arah.
Sementara itu Luna masih menangis, menyandarkan kepalanya pada setir mobil. Namun dinginnya malam membuat Luna tersadar bahwa ia harus pulang dan beristirahat. Luna akhirnya pulang sendirian malam itu.
Langkah Luna terasa berat saat ia tiba dirumah. Dengan sisa kekuatan yang ada, dengan tangan yang gemetar Luna memutar ganggang pintu. Tubuh Luna masih terasa sakit akibat benturan kuat yang hampir merenggut nyawanya.
Sesaat setelah pintu terbuka, lampu ruang tamu menyala dengan redup. Tampak Ares duduk di sofa dengan posisi menyandar dan tangannya memangku keningnya. Namun saat ia menyadari kedatangan Luna dengan cepat ia berdiri tegak dan menghampiri Luna.
Luna terhenti di depan pintu. Matanya membesar tidak menyangka Ares sudah lebih dulu berada dirumah, padahal Luna mengira bahwa suaminya tidak akan pulang malam itu.
“Ares…” suara Luna lirih, seakan suara itu hanya untuk dirinya sendiri.
Ares tidak langsung menjawab. Ia berjalan menghampiri Luna dan menutup pintu yang berada tepat dibelakang Luna kemudian ia berjalan kembali menjauhi Luna. Luna tidak mengerti apa arti dari tindakan Ares. Entah ia peduli dengan Luna dan tidak ingin angin malam menusuk lebih banyak kedalam tubuh Luna atau ia menyayangi rumahnya dan tak ingin angin dan debu masuk kerumahnya.
“Kamu tahu aku bisa mati tadi Ares?” suara Luna semakin lirih dan bergetar.
Ares menunduk sebentar kemudian mengangkat kembali wajahnya yang datar dan dingin. “Tapi sekarang kamu tidak mati kan?” jawabannya sinis.
Sekali lagi Ares menusuk hati Luna dengan ucapannya. Luna menahan tangisnya dengan sekuat tenaga, meskipun suaranya parau. “Ares.. kenapa kamu seperti ini secara tiba-tiba? Kenapa kamu mendadak tidak peduli denganku? Tidak mungkin ada kesalahanku yang menyebabkan kamu seperti ini.”
“Tidak ada bedanya peduli dengan tidak untukmu Luna. Berhenti untuk berharap sesuatu lagi padaku termasuk kepedulian itu.” Senyum tipis terulas dibibir Ares, namun senyum tersebut sangat dingin.
Seketika hening menyelimuti ruangan. Luna menarik dengan berat napasnya. Ia merasakan sesak yang begitu dalam di dadanya. Luna berjalan mendekati Ares dengan matanya yang berkaca-kaca. Air matanya jatuh satu per satu, namun Ares justru memalingkan pandangannya.
Dengan suara yang semakin gemetar, Luna kembali bertanya, “Baik Ares. Kalau begitu siapa yang saat ini sangat kamu pedulikan? Aku atau Celine, Ares?”
Mata Ares mendadak membesar. Ares tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan Luna. Pertanyaan Luna barusan meluncur penuh keberanian, walaupun Luna sangat takut dengan jawaban yang akan diberikan oleh Ares.
Namun Ares tidak menjawab pertanyaan Luna. Matanya menatap kosong Luna, tanpa jawaban. Ares membiarkan pertanyaan itu menggantung diudara, dan membiarkan Luna tercekik oleh rasa sakitnya.
“Kenapa kamu tidak menjawab?” Luna terisak. “Setidaknya… setidaknya berikan aku alasan. Jangan buat aku menebak dan berpikir buruk tentangmu. Aku tidak mau Ares.”
Ares memilih bungkam.
Keheningan malam itu menjadi saksi, Ares tidak menjawab seolah sengaja membiarkan Luna terjebak dalam teka-teki yang ia ciptakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments