Adiwijaya Si Pendekar Kera

Adiwijaya Si Pendekar Kera

Adiwijaya Bagaskoro

Seorang Pemuda dengan pakaian lusuh dan compang camping tampak keluar dari sebuah hutan, selepas bertemu dengan seorang petaka sakti di dalam hutan, Eyang Wanara namanya dia menurunkan ketiga Ajian yang jarang di jumpai di dunia ini.

Nama Pemuda dengan pakaian lusuh seperti pengemis itu adalah Adiwijaya Bagaskoro. Adiwijaya dahulunya merupakan anak dari dua Demang di desanya dia selalu di manja oleh kedua orang tuanya, hingga akhirnya terjadi peristiwa tragis kedua orang tua Adiwijaya di bunuh oleh pamannya sendiri yang bernama Mahesapati dia di juluki sebagai Pendekar Pemetik Kembang. Dia mencuri Mustika keluarga dan menghilang begitu saja nama Mustika itu adalah Mustika Mayasaka. Sebuah Mustika yang mampu menghilangkan wujud.

Selama menjadi anak kedua Demang di desa tempat tinggal Adiwijaya dulu Adiwijaya selalu bersikap arogan dan sombong kepada siapapun baik tua maupun muda. Setelah kematian kedua orang tuanya Adiwijaya berusaha keras mengejar Pamannya yang masuk ke dalam hutan gelap, namun dia kehilangan jejak pamannya.

Ciri khas pamannya adalah pendekar tampan dengan kumis tipis yang selalu menebar pesona. Namun sifat sesungguhnya pamannya adalah seorang bajingan yang selalu merenggut kesucian perempuan di manapun dia berada.

Di dalam hutan itu Adiwijaya kehilangan jejak pamannya dan dia tersesat, selama beberapa tahun dia hidup di dalam hutan, makan apapun yang ada di dalam hutan termasuk berebut pisang dengan seekor kera.

Dari situlah Adiwijaya meniru semua gerakan kera, mulai dari memanjat bergelantungan dan juga bergerak lincah kesana kemari.

Suatu hari dia bertemu dengan seorang petapa tua yang bernama Eyang Wanara, sang petapa yang tidak bisa mati sebelum menurunkan ketiga Ajian Pamungkasnya.

Melihat Adiwijaya dia sedikit iba, dia mengingat dirinya di masa lalu sebelum dia menjadi petapa.

"Nger, Eyang akan menurunkan ketiga Ajian yang Eyang miliki, tapi dengan syarat kamu mau menerima apapun resikonya, termasuk susah mati sebelum kamu menurunkan semua kesaktianmu." Ucap Eyang Wanara.

"Apa harus seperti itu Eyang? Apa tidak bisa aku berguru saja kepada Eyang?" Tanya Adiwijaya.

"Sudah lama sekali Eyang hidup, Eyang merasa tersiksa karena Eyang masih belum mendapatkan orang yang cocok untuk mewarisi ketiga Ajian Pamungkas Eyang..." Ucap Eyang Wanara.

"Baiklah Eyang, Adiwijaya akan menerima Ajian-Ajian Eyang.." Ucap Adiwijaya.

"Tapi ingat ngeri, sehebat apapun ajian yang kamu miliki di atas langit masih ada langit, kamu harus menjadi pendekar yang sabar dan baik hati, jangan seperti Eyang dahulu yang masa mudanya hanya di gunakan untuk berbuat kejahatan." Ucap Eyang Wanara.

"Baiklah Eyang, Adiwijaya akan mencoba bersabar ketika menghadapi seseorang.." sahutnya.

Malam itu adalah waktu di mana Eyang Wanara memberikan ketiga Ajian yang dia miliki, ajian yang sangat sulit di kuasai oleh pendekar di zamannya. Adiwijaya memperoleh Ajian Anoman Obong di mana dia bisa mengeluarkan kekuatan api, kemudian Ajian Pancasona Ajian ini sama seperti Ajian Rawarontek di mana dia tidak bisa mati walaupun tubuhnya terpotong-potong, dan yang terakhir adalah Ajian Bayu Saketi di mana Ajian ini menciptakan angin badai yang memporak porandakan apapun yang berada di depannya.

Setelah menurunkan ketiga Ajudannya Eyang Wanara menghembuskan nafas terakhirnya. Adiwijaya merasa sangat sedih kehilangan Eyang Wanara yang dia jumpai beberapa hari yang lalu Adiwijaya kemudian menguburkan Eyang Wanara di tempat pertapaannya.

Setelah menguburkan Eyang Wanara Adiwijaya memejamkan matanya merasakan ketiga Ajian yang menyatu di dalam tubuhnya.

"Inilah yang di namakan tenaga dalam dan Ajian yang seperti di ceritakan oleh romoku (bapak) dahulu. Terimakasih Eyang, akan aku gunakan ilmu ini untuk membalas dendam kepada paman Mahesapati dan aku berjanji akan menggunakannya untuk membasmi kejahatan." Ucap Adiwijaya sambil menatap batu yang di jadikan tanda bahwa itu adalah makam manusia.

Adiwijaya pun berjalan menerobos hutan selama beberapa hari Adiwijaya berjalan di hutan hingga Akhirnya dia menemukan sebuah pedesaan di mana desa itu cukup ramai.

"Pasti pamanku berada di desa itu, Mahesapati tunggulah aku! Aku pasti akan membunuhmu!" Batin Adiwijaya sambil mengepalkan tangannya.

Adiwijaya memasuki desa itu, para penduduk desa yang melihat seorang pemuda lusuh dan bau pun mengejeknya sembari meninggalkannya.

Seorang pemuda sombong melihat Adiwijaya secara tidak sengaja secara otomatis timbul ide keisengan di dalam benaknya.

"Eh... kenapa ada pengemis di desa ini." Ucap Pemuda itu sembari mencoba mendorong punggung Adiwijaya.

Adiwijaya bersikap biasa saja, tampaknya tidak ada yang mengenalnya wajar saja karena Desa ini bukanlah tempat tinggal Adiwijaya yang dulu.

Adiwijaya mengabaikan pemuda sombong itu dan meninggalkannya, merasa di abaikan timbul niat iseng yang semakin parah di benaknya dia mencoba memanggil teman-temannya yang lain untuk memukuli pengemis itu.

Adiwijaya berjalan mencoba mencari makanan.

"Apa ada tempat makan di sini? Tapi bayar pakai apa? Satu koinpun aku tidak punya." Batin Adiwijaya.

Adiwijaya menghampiri sebuah warung dan berharap pemilik warung itu adalah orang baik.

"Pak bagi makanannya sedikit aku belum makan." Ucap Adiwijaya.

"Hei pengemis! Masih muda dan sehat kok jadi pengemis apa kamu ngga malu? Cepat pergi dari sini!" Ucap bapak pemilik warung makan.

Adiwijaya masih bisa bersabar di perlakukan seperti ini, seketika itu juga dia teringat tentang dirinya yang dahulu suka semena-mena. Kini roda kehidupan berbalik kini dirinya yang di bawah dan orang-orang bebas menghina dirinya.

"Bau apa ini?" Ucap seorang ibu-ibu yang menutup hidungnya ketika berpapasan dengan Adiwijaya.

Tiba-tiba pemuda sombong tadi membawa banyak sekali teman-temannya untuk memukuli Adiwijaya dan membuangnya dari desa. Melihat orang yang berjumlah lebih dari sepuluh itu Adiwijaya tersenyum sambil menggaruk kepala bagian belakangnya seolah dia adalah kera.

"Rupanya aku tidak bisa menahan kesabaranku, maafkan aku Eyang.." Batin Adiwijaya.

Siapa sangka sebelum para pemuda itu bergerak Adiwijaya sudah bergerak terlebih dahulu.

Bang!

Dia memukul pria yang berada paling depan.

Huek!

Pria itu terpental sambil mengeluarkan seteguk darah segar.

Adiwijaya kemudian melompat dan memukul pemuda selanjutnya. Gerakan Adiwijaya benar-benar lincah dia memukul kemudian melompat sesekali menjambak gerakan Adiwijaya benar-benar seperti kera liar.

Adiwijaya sendiri sama sekali tidak menggunakan tenaga dalamnya dia murni menggunakan kekuatan fisiknya jika hanya menghadapi para pemuda biasa ini.

Hingga akhirnya semua pemuda tumbang, tampak banyak penduduk yang menyaksikan itu.

Adiwijaya melompat-lompat kecil sembari beberapa kali menggaruk kepalanya.

Tiba-tiba muncul tiga pendekar yang menunggangi kuda. Melihat seorang pengemis yang bergerak seperti kera dan menghajar puluhan pemuda membuat ketiga pendekar itu turun dari kudanya.

"Beraninya pendekar kera sepertimu, membuat kekacauan di desa ini!" Ucap pendekar dengan brewok dan sebuah golok dia bernama Telu.

"Dia bertingkah seperti kera, sudah pasti dia berasal perguruan Anoman subali." Ucap pendekar tua yang bernama Jipa.

"Dari manapun perguruannya menindas orang lemah bukannya tindakan yang dapat di benarkan!" Ucap pendekar gagah yang bernama Dwipa.

Adiwijaya menatap ketiga orang ini sambil melompat-lompat kecil dan sesekali menggaruk kepala bagian belakangnya.

Tanpa basa basi lagi, Telu langsung menyabetkan goloknya ke arah Adiwijaya, Adiwijaya memiringkan tubuhnya, kemudian dengan gerakan cepat dia memukul dada Telu dengan tangan yang sudah berkobar api.

Arggggghhhhhh....panaaasss

Telu berguling-guling sambil mencoba memadamkan api di bajunya.

Jipa dan Dwipa membelalakan matanya melihat tangan pemuda ini yang berkobar api.

Adiwijaya menatap sekitar semua penduduk menatapnya, Karena tidak ingin menjadi pusat perhatian Adiwijaya melesat pergi sambil melompat-lompat kecil.

Adiwijaya memilih masuk ke dalam hutan lagi dia bergelantungan dari satu pohon ke pohon lainnya. Dia mencari apapun yang bisa di makan.

***

Maafya jika ada kekurangan atau ceritanya kurang menarik, karena author masih pemula nulis tentang cerita pendekar.

Ikuti terus cerita Adiwijaya ya, btw jangan lupa tinggalkan jejak like. dan jangan lupa komen jika ada yang kurang agar author bisa memperbaikinya kedepan.

Terpopuler

Comments

Aqlul /aqlan

Aqlul /aqlan

karya baru ya thor...mampir boleh...moga lncar lnjut smpai cerita selesai...smngt

2025-09-01

1

Tini Nurhenti

Tini Nurhenti

Telu papat limo nenem pituuuuuuuuu

2025-09-01

0

Was pray

Was pray

masih banyak typo thor

2025-09-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!