Seorang Pemuda dengan pakaian lusuh dan compang camping tampak keluar dari sebuah hutan, selepas bertemu dengan seorang petaka sakti di dalam hutan, Eyang Wanara namanya dia menurunkan ketiga Ajian yang jarang di jumpai di dunia ini.
Nama Pemuda dengan pakaian lusuh seperti pengemis itu adalah Adiwijaya Bagaskoro. Adiwijaya dahulunya merupakan anak dari dua Demang di desanya dia selalu di manja oleh kedua orang tuanya, hingga akhirnya terjadi peristiwa tragis kedua orang tua Adiwijaya di bunuh oleh pamannya sendiri yang bernama Mahesapati dia di juluki sebagai Pendekar Pemetik Kembang. Dia mencuri Mustika keluarga dan menghilang begitu saja nama Mustika itu adalah Mustika Mayasaka. Sebuah Mustika yang mampu menghilangkan wujud.
Selama menjadi anak kedua Demang di desa tempat tinggal Adiwijaya dulu Adiwijaya selalu bersikap arogan dan sombong kepada siapapun baik tua maupun muda. Setelah kematian kedua orang tuanya Adiwijaya berusaha keras mengejar Pamannya yang masuk ke dalam hutan gelap, namun dia kehilangan jejak pamannya.
Ciri khas pamannya adalah pendekar tampan dengan kumis tipis yang selalu menebar pesona. Namun sifat sesungguhnya pamannya adalah seorang bajingan yang selalu merenggut kesucian perempuan di manapun dia berada.
Di dalam hutan itu Adiwijaya kehilangan jejak pamannya dan dia tersesat, selama beberapa tahun dia hidup di dalam hutan, makan apapun yang ada di dalam hutan termasuk berebut pisang dengan seekor kera.
Dari situlah Adiwijaya meniru semua gerakan kera, mulai dari memanjat bergelantungan dan juga bergerak lincah kesana kemari.
Suatu hari dia bertemu dengan seorang petapa tua yang bernama Eyang Wanara, sang petapa yang tidak bisa mati sebelum menurunkan ketiga Ajian Pamungkasnya.
Melihat Adiwijaya dia sedikit iba, dia mengingat dirinya di masa lalu sebelum dia menjadi petapa.
"Nger, Eyang akan menurunkan ketiga Ajian yang Eyang miliki, tapi dengan syarat kamu mau menerima apapun resikonya, termasuk susah mati sebelum kamu menurunkan semua kesaktianmu." Ucap Eyang Wanara.
"Apa harus seperti itu Eyang? Apa tidak bisa aku berguru saja kepada Eyang?" Tanya Adiwijaya.
"Sudah lama sekali Eyang hidup, Eyang merasa tersiksa karena Eyang masih belum mendapatkan orang yang cocok untuk mewarisi ketiga Ajian Pamungkas Eyang..." Ucap Eyang Wanara.
"Baiklah Eyang, Adiwijaya akan menerima Ajian-Ajian Eyang.." Ucap Adiwijaya.
"Tapi ingat ngeri, sehebat apapun ajian yang kamu miliki di atas langit masih ada langit, kamu harus menjadi pendekar yang sabar dan baik hati, jangan seperti Eyang dahulu yang masa mudanya hanya di gunakan untuk berbuat kejahatan." Ucap Eyang Wanara.
"Baiklah Eyang, Adiwijaya akan mencoba bersabar ketika menghadapi seseorang.." sahutnya.
Malam itu adalah waktu di mana Eyang Wanara memberikan ketiga Ajian yang dia miliki, ajian yang sangat sulit di kuasai oleh pendekar di zamannya. Adiwijaya memperoleh Ajian Anoman Obong di mana dia bisa mengeluarkan kekuatan api, kemudian Ajian Pancasona Ajian ini sama seperti Ajian Rawarontek di mana dia tidak bisa mati walaupun tubuhnya terpotong-potong, dan yang terakhir adalah Ajian Bayu Saketi di mana Ajian ini menciptakan angin badai yang memporak porandakan apapun yang berada di depannya.
Setelah menurunkan ketiga Ajudannya Eyang Wanara menghembuskan nafas terakhirnya. Adiwijaya merasa sangat sedih kehilangan Eyang Wanara yang dia jumpai beberapa hari yang lalu Adiwijaya kemudian menguburkan Eyang Wanara di tempat pertapaannya.
Setelah menguburkan Eyang Wanara Adiwijaya memejamkan matanya merasakan ketiga Ajian yang menyatu di dalam tubuhnya.
"Inilah yang di namakan tenaga dalam dan Ajian yang seperti di ceritakan oleh romoku (bapak) dahulu. Terimakasih Eyang, akan aku gunakan ilmu ini untuk membalas dendam kepada paman Mahesapati dan aku berjanji akan menggunakannya untuk membasmi kejahatan." Ucap Adiwijaya sambil menatap batu yang di jadikan tanda bahwa itu adalah makam manusia.
Adiwijaya pun berjalan menerobos hutan selama beberapa hari Adiwijaya berjalan di hutan hingga Akhirnya dia menemukan sebuah pedesaan di mana desa itu cukup ramai.
"Pasti pamanku berada di desa itu, Mahesapati tunggulah aku! Aku pasti akan membunuhmu!" Batin Adiwijaya sambil mengepalkan tangannya.
Adiwijaya memasuki desa itu, para penduduk desa yang melihat seorang pemuda lusuh dan bau pun mengejeknya sembari meninggalkannya.
Seorang pemuda sombong melihat Adiwijaya secara tidak sengaja secara otomatis timbul ide keisengan di dalam benaknya.
"Eh... kenapa ada pengemis di desa ini." Ucap Pemuda itu sembari mencoba mendorong punggung Adiwijaya.
Adiwijaya bersikap biasa saja, tampaknya tidak ada yang mengenalnya wajar saja karena Desa ini bukanlah tempat tinggal Adiwijaya yang dulu.
Adiwijaya mengabaikan pemuda sombong itu dan meninggalkannya, merasa di abaikan timbul niat iseng yang semakin parah di benaknya dia mencoba memanggil teman-temannya yang lain untuk memukuli pengemis itu.
Adiwijaya berjalan mencoba mencari makanan.
"Apa ada tempat makan di sini? Tapi bayar pakai apa? Satu koinpun aku tidak punya." Batin Adiwijaya.
Adiwijaya menghampiri sebuah warung dan berharap pemilik warung itu adalah orang baik.
"Pak bagi makanannya sedikit aku belum makan." Ucap Adiwijaya.
"Hei pengemis! Masih muda dan sehat kok jadi pengemis apa kamu ngga malu? Cepat pergi dari sini!" Ucap bapak pemilik warung makan.
Adiwijaya masih bisa bersabar di perlakukan seperti ini, seketika itu juga dia teringat tentang dirinya yang dahulu suka semena-mena. Kini roda kehidupan berbalik kini dirinya yang di bawah dan orang-orang bebas menghina dirinya.
"Bau apa ini?" Ucap seorang ibu-ibu yang menutup hidungnya ketika berpapasan dengan Adiwijaya.
Tiba-tiba pemuda sombong tadi membawa banyak sekali teman-temannya untuk memukuli Adiwijaya dan membuangnya dari desa. Melihat orang yang berjumlah lebih dari sepuluh itu Adiwijaya tersenyum sambil menggaruk kepala bagian belakangnya seolah dia adalah kera.
"Rupanya aku tidak bisa menahan kesabaranku, maafkan aku Eyang.." Batin Adiwijaya.
Siapa sangka sebelum para pemuda itu bergerak Adiwijaya sudah bergerak terlebih dahulu.
Bang!
Dia memukul pria yang berada paling depan.
Huek!
Pria itu terpental sambil mengeluarkan seteguk darah segar.
Adiwijaya kemudian melompat dan memukul pemuda selanjutnya. Gerakan Adiwijaya benar-benar lincah dia memukul kemudian melompat sesekali menjambak gerakan Adiwijaya benar-benar seperti kera liar.
Adiwijaya sendiri sama sekali tidak menggunakan tenaga dalamnya dia murni menggunakan kekuatan fisiknya jika hanya menghadapi para pemuda biasa ini.
Hingga akhirnya semua pemuda tumbang, tampak banyak penduduk yang menyaksikan itu.
Adiwijaya melompat-lompat kecil sembari beberapa kali menggaruk kepalanya.
Tiba-tiba muncul tiga pendekar yang menunggangi kuda. Melihat seorang pengemis yang bergerak seperti kera dan menghajar puluhan pemuda membuat ketiga pendekar itu turun dari kudanya.
"Beraninya pendekar kera sepertimu, membuat kekacauan di desa ini!" Ucap pendekar dengan brewok dan sebuah golok dia bernama Telu.
"Dia bertingkah seperti kera, sudah pasti dia berasal perguruan Anoman subali." Ucap pendekar tua yang bernama Jipa.
"Dari manapun perguruannya menindas orang lemah bukannya tindakan yang dapat di benarkan!" Ucap pendekar gagah yang bernama Dwipa.
Adiwijaya menatap ketiga orang ini sambil melompat-lompat kecil dan sesekali menggaruk kepala bagian belakangnya.
Tanpa basa basi lagi, Telu langsung menyabetkan goloknya ke arah Adiwijaya, Adiwijaya memiringkan tubuhnya, kemudian dengan gerakan cepat dia memukul dada Telu dengan tangan yang sudah berkobar api.
Arggggghhhhhh....panaaasss
Telu berguling-guling sambil mencoba memadamkan api di bajunya.
Jipa dan Dwipa membelalakan matanya melihat tangan pemuda ini yang berkobar api.
Adiwijaya menatap sekitar semua penduduk menatapnya, Karena tidak ingin menjadi pusat perhatian Adiwijaya melesat pergi sambil melompat-lompat kecil.
Adiwijaya memilih masuk ke dalam hutan lagi dia bergelantungan dari satu pohon ke pohon lainnya. Dia mencari apapun yang bisa di makan.
***
Maafya jika ada kekurangan atau ceritanya kurang menarik, karena author masih pemula nulis tentang cerita pendekar.
Ikuti terus cerita Adiwijaya ya, btw jangan lupa tinggalkan jejak like. dan jangan lupa komen jika ada yang kurang agar author bisa memperbaikinya kedepan.
Waktu berjalan dengan sangat cepat. tengah malah telah tiba, di tengah malam yang sepi ini terlihat seorang gadis yang berlari di kejar para perampok yang telah membunuh keluarganya, kelompok perampok itu di pimpin oleh seorang pendekar bernama Ki Kelabang Wungu, sosok pendekar tua di mana ketika dia mendapatkan darah perawan dia akan semakin kuat.
Ki Kelabang Wungu mengejar gadis bernama Lastri hingga masuk ke dalam hutan yang gelap di mana di sana hanya bisa mengandalkan mata dan cahaya rembulan sebagai penglihatan.
Lastri bersembunyi di balik semak-semak sembari membungkam mulutnya sendiri dengan tangan, berharap tidak di temukan Ki Kelabang Wungu.
Namun sayang sekali bagi Lastri, Ki Kelabang Wungu merupakan sosok pendekar yang memilih indra pendengaran sangat tajam.
Ki Kelabang Wungu bisa mendengar nafas Lastri yang terengah-engah, tanpa basa basi lagi ki Kelabang Wungu menghilang dan tiba di belakang Lastri.
Ki Kelabang Wungu seperti binatang buas dia langsung merenggut mahkota kewanitaan yang telah di jaga Lastri selama 21 tahun.
Sementara Lastri hanya bisa pasrah dia tidak bisa melawan karena dia hanyalah manusia biasa. Selain itu dia juga sangat menyesal karena tidak mengikuti saran kekasihnya Kakang Surya Putra untuk tidak ikut jalan jalan ke Kadipaten Pangker atas undangan sang Adipati, siapa sangka di jalan mereka di rampok oleh kelompok Ki Kelabang Wungu.
Setelah puas menikmati Lastri Ki Kelabang Wungu merasakan kesaktiannya bertambah karena darah perawan Lastri. Ki Kelabang Wungu meninggalkan Lastri yang menangis.
Setelah Ki Kelabang Wungu pergi Lastri langsung berlari dia hendak bunuh diri. Lastri berjalan menelusuri jalanan yang gelap hendak mencari jurang. Tangisan Lastri secara tidak sengaja membangunkan Adiwijaya yang sedang tertidur di atas pohon.
"Hi... itu pasti hantu wanita yang mau menculikku..." Ucap Adiwijaya yang memang waktu kecil dia pernah di culik hantu sehingga trauma sampai sekarang.
Tangisan itu semakin mendekat ke pohon tempat Adiwijaya. Lastri sudah tidak tahan lagi tubuhnya lemas karena permainan brutal dari Ki Kelabang Wungu sebelum ini. Dia menjatuhkan diri di bawah pohon.
"Tunggu dulu! Dia manusia." Batin Adiwijaya. Dia langsung turun dan menghampiri Lastri.
Adiwijaya berusaha membangunkan Lastri namun Lastri tidak kunjung bangun, Adiwijaya pun menggendong Lastri ke sumber air dengan gaya seperti menggendong tuan putri. Adiwijaya menatap dalam wajah Lastri yang mengingatkan Adiwijaya pada mendiang ibunya yang sudah tiada karena di bunuh Pamannya Mahesapati.
***
Waktu berjalan cepat, pagi hari telah tiba.
Di sebuah sungai terlihat Adiwijaya yang menangkap ikan di sungai itu. Setelah sekian lama makan buah akhirnya dia bisa makan ikan. Sementara Lastri masih tertidur.
Adiwijaya membakar ikan yang berukuran sangat besar di pinggir sungai itu, Adiwijaya yakin dia akan betah tinggal di sini karena ada sumber air dan banyak ikan di sini.
"Waktunya makan, ini baru makanan." Ucap Adiwijaya yang akhirnya bisa makan ikan.
Bau harumnya ikan bakar membangunkan Lastri yang masih tertidur. Dia melihat pemuda tampan yang sedang makan ikan sambil merenung.
Lastri mengingat kejadian semalam mengingat betapa brutalnya Ki Kelabang Wungu, Lastri pun menjerit histeris.
Mendengar teriakan Lastri Adiwijaya langsung kaget dia langsung mendekati Lastri, "kamu baik-baik saja?" Tanya Adiwijaya.
"Siapa kamu?" Tanya Lastri sambil mundur kebelakang dia mengira Adiwijaya adalah anak buah Ki Kelabang Wungu.
"Namaku Adiwijaya Bagaskoro, panggil saja Aku Adiwijaya. Nyimas tadi malam kamu jatuh di bawah pohon karena di sana banyak nyamuk aku membawamu kesini." Jawab Adiwijaya.
"Ka--kamu bukan anak buah Ki Kelabang Wungu bukan?" Tanya Lastri.
Adiwijaya mengerutkan dahinya dia tidak kenal siapa Ki Kelabang Wungu, Adiwijaya pun menggelengkan kepalanya.
Melihat Adiwijaya yang sepertinya orang baik Lastri pun bernafas lega, "kalau begitu terimakasih atas pertolonganmu Kisanak, semalam keluargaku di rampok oleh kelompok perampok dan kehormatanku di renggut oleh kakek tua bejat." Jelas Lastri dengan isak tangis.
Adiwijaya langsung menggertakan giginya dan mengepalkan kedua tangannya, perasaannya campur aduk dia marah dan menyesal. Menyesal karena dia tadi malam tertidur sehingga tidak menyadari bahwa ada perampokan di hutan itu. Sementara dia marah karena Lastri yang seperti ini mengingatkan dia pada pamannya yang gemar menodai gadis.
"Sungguh keterlaluan bajingan bejat itu!! Di mana dia akan aku bunuh dia beserta seluruh kelompoknya!" Ucap Adiwijaya dengan geram.
Lastri sedikit terkejut melihat Adiwijaya yang tiba-tiba marah, Namun Lastri tetap menjawab, "di--dia berada di perbatasan Kadipaten Pangker, kisanak. Di sana dia merampok dan menghabisi keluargaku yang berasal dari Desa Banyu Batu."
Adiwijaya mengangguk, "akan aku antar kamu ke desamu Nyimas, akan sangat berbahaya apabila wanita sepertimu berjalan seorang diri." Ucap Adiwijaya.
"Terimakasih Kisanak." Ujar Lastri.
Perut Lastri terdengar kelaparan. Adiwijaya langsung menawarkan ikan bakarnya yang masih banyak dagingnya.
Sementara itu....
Di pagi hari ini Ki Kelabang Wungu berpesta bersama anak buahnya. Kelompok perampok Ki Kelabang Wungu memang sudah sangat meresahkan Kadipaten Pangker dengan menculik dan merampok, bahkan Sang Adipati dan pasukannya tidak bisa mengatasi tindak tanduk Ki Kelabang Wungu dan para anak buahnya.
"Ki, kita dapat banyak sekali harta dari keluarga yang berasal dari Desa Banyu Batu itu, kita butuh waktu berminggu-minggu untuk menghabisinya!" Ucap Salah satu anak buahnya yang tampak begitu senang.
"Haha.... makan dan mabuklah kalian sepuasnya, hari ini aku berhasil mendapatkan darah perawan. Kesaktianmu bertambah! Tidak ada yang bisa mengalahkanku lagi!" Ucap Ki Kelabang Wungu.
Sementara itu dari dalam Hutan Adiwijaya berlari cepat sambil menggendong Lastri, Hingga Akhirnya Adiwijaya dan Lastri tiba di pinggiran perbatasan Kadipaten Pangker.
Di sana terdapat sebuah bangunan yang cukup besar di mana di situlah markas dari kelompok perampok Ki Kelabang Wungu.
Adiwijaya menyuruh Lastri di luar saja menunggu.
"Tunggu saja di sini, Lastri. Akan aku balas mereka semua termasuk bajingan bejat itu." Ucap Adiwijaya sambil menurunkan Lastri dari gendongannya.
Lastri mengangguk.
Tanpa basa basi lagi Adiwijaya langsung melesat, dan langsung mendobrak pintu bangunan itu.
Bang!
Duar!
Pintu itu langsung hancur, terlihat di dalam sana puluhan anak buah Ki Kelabang Wungu yang sedang minum tuak.
"Setan alas!! Cari mati kamu?!!" Teriak salah satu anak buah sambil melotot.
Sring!
Anak buah itu langsung menghunuskan pedangnya dan menyabetkannya ke arah Adiwijaya.
Adiwijaya memiringkan tubuhnya kemudian memegang tangan anak buah itu dan membakarnya dengan Ajian Anoman Obong.
Blar!
Arrrrrgghhhhh!!!
Anak buah itu berlari kesana kemari mencoba memadamkan api yang berkobar di tubuhnya.
Semua anak buah Ki Kelabang Wungu membelalakan matanya.
"Keparat! Dia adalah pendekar terlatih! Hati-hati dia menguasai Ajian tertentu!" Teriak salah satu anak buah sambil menghunuskan pedangnya.
Adiwijaya mengambil pedang yang tergeletak di tanah. Dia menjilat bilah pedang itu dan...
Blar!
Pedang itu terselimuti api.
"Akan aku hanguskan kalian semua!" Ucap Adiwijaya sambil menyeringai.
Dengan gesit Adiwijaya menebas semuanya dan memenggal kepala mereka satu persatu. Gerakan Adiwijaya benar-benar seperti kera dia memenggal kepala satu orang kemudian melompat dan memenggal kepala lagi terus seperti itu.
Hingga akhirnya Ki Kelabang Wungu yang berada di kamarnya merasa terusik dengan kegaduhan di luar. Dia keluar dan langsung berteriak, "ada apa ribut-ribut! Kalian berebut tuak lagi?" Teriak Ki Kelabang Wungu.
Betapa terkejutnya ki Kelabang Wungu melihat para anak buahnya banyak yang terkapar dengan kepala terpenggal. Sementara di tengah-tengah tumpukan mayat terlihat seorang pemuda yang memainkan pedang berapi sambil sesekali menggaruk kepalanya.
"Berikutnya kamu bajingan bejat!" Ucap Adiwijaya sambil melesat dan menebaskan pedangnya.
"Keparat!!" Ki Kelabang Wungu langsung menggunakan tapak beracunnya, tangan Ki Kelabang Wungu berselimut Aura hitam keunguan dia kemudian beradu dengan pedang berapi itu.
Bumm.... duar...!!!
Pedang Adiwijaya hancur dan meledak api merambat kemana-mana, sementara Ki Kelabang Wungu terpental beberapa langkah, karena banyaknya api Ki Kelabang Wungu teringat hartanya dia langsung masuk kamar membawa hartanya dan pergi dari sana..
Lastri melihat ki Kelabang Wungu yang keluar melalui jendela kamar.
Ki Kelabang Wungu juga melihat Lastri, "Rupanya kamu kembali lagi, cah ayu. " ucap Ki Kelabang Wungu yang terlihat marah.
Adiwijaya keluar dari rumah yang sudah terlalap api itu, dia kemudian menciptakan bola api besar dan menakut-nakuti ki Kelabang Wungu.
Melihat Hal ini Ki Kelabang Wungu menyadari bahwa dirinya bukanlah tandingan pemuda ini, dia menyadari bahwa ilmunya masih dangkal apabila di bandingkan pemuda ini.
"Ampuni aku Tuan Pendekar, jangan bunuh aku." Ucap Ki Kelabang Wungu.
"Bunuh dia kisanak! Dia yang telah membunuh keluargaku!" Ucap Lastri.
Tiba-tiba muncul seorang pendekar Tua yang merupakan sahabat Ki Kelabang Wungu.
"Wungu, kamu tampak terdesak." Ucap Kakek tua dengan pakaian yang terbuat dari kulit buaya.
"Ki Boyo, mengapa kamu di sini?" Tanya Ki Kelabang Wungu.
"Tadinya aku ingin mengunjunginya karena sudah lama kita tidak bertemu, namun siapa sangka kamu sedang melawan pendekar muda yang sangat tangguh." Jawab ki boyo.
"Bantu aku ki, dia membakar rumahku." Ucap Ki Kelabang Wungu.
"Kenapa kamu tidak gunakan wujud Kelabangmu?" Tanya Ki Boyo heran.
"Kalau aku menggunakannya aku bisa kehilangan tubuh kekarku ini." Jawab Ki Kelabang Wungu.
"Haha!! Itu lebih baik daripada kamu mati sia-sia."
"Sudahi bicara kalian, sudah saatnya aku kirim kalian ke neraka!" Ucap Adiwijaya.
Adiwijaya menggunakan Ajian Anoman Obong, kedua tangannya terselubung api yang membara.
"Ajian Anoman Obong? Dari mana dia mendapatkan Ajian langka yang sudah hilang selama seratus tahun yang lalu?" Ujar Ki Boyo.
Adiwijaya berjalan mendekati kedua kakek tua itu dan bersiap menyerangnya.
"Wungu, berubah wujud sekarang!" Ucap Ki Boyo kepada Ki Kelabang Wungu.
Ki Kelabang Wungu langsung berubah menjadi seekor Kelabang raksasa. Sementara ki boyo berubah menjadi buaya raksasa.
Adiwijaya sedikit terkejut, ternyata apa yang romonya ceritakan dahulu benar di mana ada pendekar yang mampu merubah wujudnya menjadi binatang buas.
Adiwijaya menyemburkan api di tangannya namun api itu tidak berpengaruh di kulit buaya itu dan Kelabang itu.
Ki Boyo menyabetkan ekornya dengan cepat Adiwijaya melompat ke atas. Namun sayang sekali ki Kelabang Wungu menangkap tubuh Adiwijaya begitu saja dengan capitnya.
Ki Boyo dan Ki Kelabang Wungu langsung mencabik-cabik tubuh Adiwijaya hingga terpotong kecil kecil.
Lastri hanya bisa menutup mulutnya melihat hal itu. Kini ki Boyo dan Ki Kelabang Wungu hendak membunuh Lastri.
Tiba-tiba sedikit angin menerpa potongan tubuh Adiwijaya dan tubuh Adiwijaya kembali menyatu, Adiwijaya kemudian berteriak, "Pancasona!!"
"Ajian Pancasona?!!!" Keduanya tampak begitu kaget.
Adiwijaya menggunakan ajian Anoman Obong ke tahap yang lebih tinggi lagi, dia menciptakan bola api raksasa namun bola api itu berwarna hitam.
Blar!
Api hitam itu jauh lebih panas dari sebelumnya, membuat Ki Kelabang Wungu dan Ki Boyo berguling guling mencoba memadamkan api hitam yang menyelimuti tubuh mereka.
Api hitam itu sangat sulit di padamkan. Tidak sampai di situ Adiwijaya menggunakan ajian Bayu Saketi.
"Ajian Bayu Saketi!!" Adiwijaya merapatkan tangannya dan menciptakan badai yang menerbangkan ki boyo dan Ki Kelabang Wungu yang masih terbakar api hitam itu.
Badai itu akhirnya menghilang tubuh ki Kelabang Wungu dan Ki Boyo tampak hangus tubuh mereka menghitam dan mata mereka melotot. Ya mereka berdua mati dengan mata terbuka.
Adiwijaya mengatur nafasnya.
Lastri langsung menghampiri Adiwijaya dan berterimakasih karena kembali menyelamatkannya.
***
Singkat Cerita Adiwijaya dan Lastri berjalan menuju ke desa Banyu Batu. kematian Ki Boyo dan Ki Kelabang Wungu tidak ada satupun pihak yang mengetahuinya karena perbatasan Kadipaten Pangker itu sangat sepi.
Adiwijaya dan Lastri langsung menuju rumah kekasih Lastri, seorang pemuda tampan yang bernama Surya Putra. Dia cukup terpandang di desa itu, Lastri dan Surya Putra berbicara empat mata di ruang tamu, sementara Adiwijaya duduk di luar rumah.
Adiwijaya tampak tersenyum memandangi ramainya desa Banyu Batu ini, Adiwijaya fikir dia akhirnya bisa makan nasi setelah beberapa tahun dia tidak makan nasi dia sangat berharap saat ini dia bisa makan dengan layak.
"Akhirnya..." Batin Adiwijaya dia sudah sangat bosan memakan singkong dan buah-buahan.
Namun semua itu berubah ketika Adiwijaya secara tidak sengaja mendengar bentakan dari kekasih nyimas Lastri.
"Apa kamu fikir aku mau menerima kamu yang sudah tidak suci lagi?!" Bentak Surya Putra setelah Lastri mengatakan bahwa kesuciannya di renggut ki Kelabang Wungu.
"Kang dengarkan aku dulu, aku juga tidak mau ini terjadi. Keluargaku di bunuh oleh perampok dan aku juga tidak bisa apa-apa!" Ucap Lastri.
"Apapun alasannya Aku tidak bisa menerima kamu lagi Lastri, masih banyak kembang desa di desa Banyu Batu yang masih perawan dan layak aku nikahi, keluargaku juga sama terpandangnya dengan keluargamu mereka pasti tidak akan menerimamu aku juga tidak mau menikah dengan wanita yang sudah tidak perawan!" Ucap Surya Putra.
Mendengar ucapan ini dari kekasihnya hati Lastri menjadi sangat sakit seolah terkena ulti Martis.
Adiwijaya yang mendengar ini menjadi sangat iba, tidak seharusnya wanita seperti Lastri di perlakukan secara tidak hormat.
Seketika itu juga Adiwijaya teringat tentang saudari sepupunya yang berada di Kotaraja anak dari pamannya Mahesapati yang pernah menyatakan rasa cintanya kepada Adiwijaya. Namun sejak Mahesapati gila wanita dia meninggalkan keluarganya dan di musuhi oleh penduduk kotaraja.
"Brengsek! Lelaki macam apa dia. Apa dia tidak memikirkan perasaan Lastri bagaimana jika dia memiliki fikiran untuk bunuh diri!" Batin Adiwijaya.
Adiwijaya yang tidak tahan akan kemarahannya langsung nyelonong masuk begitu saja ke dalam rumah Surya Putra.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!