My Husband, The Mysterious Casanova

My Husband, The Mysterious Casanova

Awal

Malam Balikpapan membalut kota dengan hawa lembap khas pesisir. Dari kejauhan, cahaya lampu-lampu kota berkelip seperti bintang yang jatuh ke bumi. Di tengah keramaian itu, Cafe Dj Happy menjadi tempat pelarian anak muda: musik berdentum, lampu neon berputar, dan tawa bercampur obrolan.

Di salah satu sudut, seorang wanita dengan dress mini berkilau berdiri di atas kursinya, menggoyangkan tangan ke udara, wajahnya berseri seperti tak ada masalah dalam hidup.

"Angkat tanganmu, Syegi!" teriaknya riang, tak peduli tatapan orang-orang.

"Duduk, Vy! Jangan bikin malu, deh. Please..." teriak sahabatnya—Syagita. Duduk di sebelahnya sambil menarik tangannya dengan ekspresi frustasi.

Tapi Lovy Crisela Luwiys—atau akrab disapa Lovy—justru makin bersemangat. Ia semakin bergoyang tangan sambil berdiri di kursinya mengikuti alunan musik dj yang disediakan di salah satu cafe anak muda kekinian.

"Oh ayolah, Syegi. Kita berhappy ria setelah stress menghadapi bos galak. Angkat tanganmu, Syegi!" jawab Lovy tanpa mempedulikan tangannya yang ditarik untuk duduk oleh sahabatnya.

"Ish... berapa kali harus kubilang, namaku Syagita bukan Syegi!" Syagita mendengus kesal hingga akhirnya ikut berdiri dan berusaha menghentikan gerakan tangan Lovy.

"Ya ya ya... Syagita oh Syegi, sama saja. Itu 'kan panggilan sayangku untukmu, Syegi!"

"Sudahlah. Lebih baik kita pergi dari sini. Aku malu dilihatin pengunjung Cafe DJ tau gak sih. Dan itu semua karena tingkah konyolmu ini," Syagita lekas mengambil tasnya seraya menarik tangan kanan Lovy untuk pergi dari tempat itu.

Lovy mengedarkan pandangan. Ia baru sadar semua mata di kafe memang menatapnya—ada yang menahan tawa, ada yang menggeleng. Ternyata memang benar seluruh perhatian tertuju padanya yang saat ini mengenakan pakaian super seksi.

Cafe Dj Happy memang hanya buka saat malam. Bukan seperti bar yang bebas bergoyang ria dengan pilihan wine. Cafe ini sendiri hanya menyediakan lagu dj tanpa minuman keras itu. Dan di pojok ruangan, seorang pria berjas hitam duduk dengan tenang, menyesap minumannya sambil menatap Lovy. Bibirnya melengkung tipis, seolah menyimpan rahasia.

"Cegil banget cewek itu. Sungguh menarik sekali... cewek gila," gumam pria itu tersenyum tipis, sebelum bayangannya hilang di balik kerumunan.

 ***

Setelah keluar dari Cafe, Syagita segera membuka pintu mobilnya seraya menarik dan mendorong Lovy untuk masuk ke dalam mobil. Lalu menutup mobilnya dengan sangat keras sekaligus menyalurkan kekesalannya pada sahabatnya itu.

"Santai dong... " keluh Lovy.

"Kamu tuh yah... benar-benar bikin aku kesel. Jadi menurutmu, siapa yang bisa santai dengan tindakan yang berteriak dan bergoyang seperti tadi di Cafe?" jawab Syagita setelah masuk di depan kemudi mobilnya.

"Aku 'kan cuma mau rayain keberhasilan kita. Lagi pula aku tidak mabuk," ucap Lovy pelan karena menyadari telah membangunkan macan ngamuk.

"Keberhasilan. Ck, keberhasilan karena terhindar dari omelan bos galak kita. Ckck, itu palingan cuma sehari aja baiknya. Gak tau besok. Pasti dia akan menjadi singa jika tau kelakuanmu yang sekarang ini. Lagian dia itu sepupumu 'kan?" Syagita mulai menjalankan mobilnya sambil membayangkan wajah bos galak mereka yang malah membuatnya bertambah kesal.

"Yah, dia sepupuku. Tapi lihat saja, nenek pasti akan memberikan aku warisan kekayaannya. Aku 'kan cucu kesayangannya. Bukan si galak itu." Lovy tersenyum sinis membayangkan nasib sepupunya yang sangat dia benci.

"Galak galak, tapi dia ganteng. Coba saja, kamu gak benci sama dia. Aku sahabatmu pasti sangat bahagia jika kamu mendekatkanku dengan dia. Meskipun bikin aku kesel, tapi mau bagaimanapun aku cinta sama dia."

"Hwek—" Lovy hampir tersedak ludahnya sendiri. Apalagi melihat wajah kesal yang tiba-tiba berubah jadi senyum malu-malu yang ia lihat dengan semburat merah di pipi Syagita.

"Oh, astaga... sampai kapan sahabatku ini bucin sama bos galak. Bodynya aja yang tomboy, hatinya ternyata lemah sama sepupuku yang galak itu! Loyo!" ucap Lovy dalam hati.

"Jangan mengumpatku dalam hatimu!" tukas Syagita setelah menormalkan kembali ekspresinya.

"Sok tau. Mana ada aku kayak gitu..." jawab Lovy seraya bersandar dan bersiul kecil.

"Dasar cenayang!" batin Lovy.

"Liat pakaianmu yang kurang bahan itu. Kalau nenekmu lihat, kamu masih yakin dapat warisan?" tanya Syagita dengan tersenyum remeh menatap kaca spion belakang.

"Nenek sedang di rumah sakit. Jadi gak ada orang di rumah. So, fine.... No problem, untuk pakai baju termahalku," jawab Lovy dengan entengnya.

"Santai banget hidupmu, Vy. Bukannya nenek nyuruh kamu nikah yah. Jadi, kapan aku liat calonmu? hmm... tapi pasti Babang Muel lebih ganteng sih," ucap Syagita menyebutkan nama sepupu Lovy sekaligus bos mereka yang galak saat di perusahaan tempat mereka bekerja.

Lovy mengernyit. "Nikah?"

"Iya nikah. Kamu jadi dijodohin yah. Gak mungkin 'kan kamu nikah sama pacarmu itu."

"Kenapa gak mungkin?" ucap Lovy sambil menaikkan alis kirinya menatap mata Syagita yang meliriknya di kaca.

"Kamu sama William udah jalan 8 tahun loh, Vy. Masa dia belum niatan serius sampai sekarang."

"Justru itu, karena sudah 8 tahun. Kemungkinan besar William akan melamarku tahun ini." Lovy perlahan menutup matanya. Kenangan 8 tahun bersama kekasihnya terbayang jelas menjadi mimpi indah sekaligus mimpi buruknya.

Tak lama mobil yang dikendarai Syagita berhenti di depan rumah mewah. Syagita segera memutar kepalanya menatap Lovy yang menutup mata dan bersandar. "Bukannya kalian berdua lagi renggang yah? Aku liat William kemarin lagi joget sama cewek cantik di bar—" ucap Syagita terhenti saat menyadari ucapannya salah saat melihat Lovy membuka matanya. Syagita lekas memperbaiki duduknya menghadap depan.

Lovy mencondongkan kepalanya ke arah Syagita seraya berkata dengan kaget, "Kamu ke bar, Gi?"

"Iy... ya," jawab Syagita gugup.

"Ngapain?" tanyanya menginterogasi sahabatnya yang kini perlahan menatap ke samping untuk menghindari tatapannya.

"Hm.... Ngecek doang kok. Udah sampai depan rumahmu nih, sana masuk." Syagita mencoba mengalihkan topik.

"Iya deh iya. Malah mengalihkan pembicaraan. Padahal aku cuma mau bilang 'kenapa gak ajakin aku ke bar' udah gitu aja. Cih, setidaknya aku bisa nampar dia kalau emang ucapanmu tadi bener." Lovy berucap dengan penuh emosi. Di satu sisi dia sangat penasaran dengan sahabatnya yang misterius, tapi di sisi lain dia juga marah karena tau kalau kekasihnya tengah bermain di belakangnya.

"Udah sana.... Nanti kalau aku ketemu lagi, aku fotoin plus infoin ke kamu. Kemarin beneran gak sempat banget soalnya cuma bentar aja. Aku juga liatnya cuma sekilas."

"Yaudah, Gi. Aku masuk dulu. Lain kali kalau malam gini, kita ke bar aja sekalian gak usah ke cafe itu. Biar gak kayak tadi," ucap Lovy seraya membuka pintu mobil.

"Gak ada yah ke bar gitu. Apalagi pakai baju setengah bahan gini. Yang ada kamu disangka wanita panggilan." Syagita akhirnya berani menatap ke arah sahabatnya lagi setelah mendengar keinginan itu.

"Biar nantang, Gi."

"Sana masuk, Vy."

"Iya sahabatku sayang. Selamat malam," ucap Lovy setelah keluar dari mobil.

Syagita hanya melambaikan tangannya lalu bergegas menjalankan mobilnya setelah melihat sahabatnya sudah masuk ke rumah. "Anak itu sungguh menyusahkan. Apalagi jika beneran kubawa ke bar untuk ngurusin para cecunguk itu. Yang ada semua rencanaku malah hancur," batinnya mengingat kejadian saat dia pergi ke bar hingga lupa memberikan bukti pada Lovy kalau William beneran bermain cewek.

  ---

Jika Syagita sekarang sedang berkutat dengan pikirannya tentang kejadian kemarin malam, maka Lovy sekarang dengan santainya masuk ke rumah tanpa mempedulikan pria tampan yang sedang duduk di sofa dan menatapnya dengan tajam.

"Dari mana aja kamu! Pulang larut malam gini, dengan pakaian kayak wanita panggilan!" ucap pria itu dengan nada dingin.

"Bukan urusanmu," jawab Lovy sejenak terhenti menatap menantang lawan bicaranya. Lalu melanjutkan kembali jalannya.

"Kau urusanku, Vy!" sentak pria itu berdiri seraya menarik tangan Lovy.

"Lepaskan tanganku, Sam! Samuel, jangan menyentuhku!" Lovy menghentakkan tangannya agar lepas dari cengkraman Samuel—sepupunya.

"Seharusnya kau sekarang di rumah sakit temani nenek kita. Tapi apa yang kulihat, kau malah pulang malam dengan pakaian seperti ini." Samuel melepas cengkraman tangannya dan dengan tatapan menusuk dia layangkan untuk sepupunya.

"Aku akan pergi, tapi nanti. Kau tau 'kan, nenek selalu memaksaku untuk menikah dengan pilihannya. Aku tak suka."

"Tapi itu bukan alasan untuk berprilaku seperti ini, Vy. Kau terlalu kekanak-kanakan untuk umur yang sudah terbilang tua."

"Eh.... Kau. Aku belum tua tau... umurku masih 27 tahun. Seharusnya yang kau sebut tua itu dirimu, bukan aku." Lovy mendengus kesal menatap Samuel.

"Tapi sikapmu masih seperti anak kecil tau gak. Mungkin itu juga jadi alasan kenapa William belum datang melamarmu," ujar Samuel tersenyum remeh yang malah menyulutkan api yang makin membara.

Lovy mengangkat tangannya menunjuk ke wajah Samuel. "Kau!!! Kau seharusnya sadar diri. Umurmu udah kepala tiga tapi belum juga nikah. Cih..." tunjuk Lovy seraya tersenyum sinis saat bisa membalas ucapan orang yang paling dibencinya.

"Tanpa menikah pun, aku sudah memiliki harta. Sedangkan kau... jangankan harta, calon suami a.k.a 'William' yang katanya setia aja main di belakang. Ingat! Kita ini sepupu tapi harta keluarga Luwiys untuk kita berdua dibagi terpisah." Samuel yakin ucapannya ini akan membuat Lovy bungkam.

"Sial!" batin Lovy seraya menurunkan kembali telunjuknya dengan wajar marah. Pikirnya pasti Syagita memberitahu Samuel. Kemudian ia menghela nafas mencoba meredam amarahnya. "Tinggalkan yang membuatmu marah dan tidak tenang," batinnya mengucapkan berulang-ulang prinsipnya. Ia membalas tatapan Samuel dengan tak kalah tajamnya.

"Buang-buang waktu," gumam Lovy dengan sedikit besar agar masih bisa didengar sepupunya itu. Ia berbalik meninggalkan Samuel yang menatap punggung dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Sampai kapan kamu bersikap begini, Lovy. Padahal cuma kamu harapan semua orang. Terutama Nenek," ucap Samuel dalam hati.

***

Lovy membanting pintu kamar, menjatuhkan diri ke kasur, memukul bantal berkali-kali.

"Aaaah… kenapa hidupku jadi gini!"

Tak ada jawaban. Hanya dengungan malam Balikpapan yang menemaninya tertidur—tak sadar kalau dunia di luar sana sebentar lagi akan mengguncang hidupnya.

Terpopuler

Comments

Kak ‎Author

Kak ‎Author

siapa ini weh? Peran utama sih pasti

2025-09-02

1

𝐌𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭𝐨᷼𝐨𝐧

𝐌𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭𝐨᷼𝐨𝐧

seru nih, tulisannya juga bagus. i like

2025-08-30

1

Rihana

Rihana

awal yang menarik

2025-09-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!