Hari berikutnya, Nina berkunjung ke rumah. Pagi-pagi tadi ia menghubungiku lantaran merasa bosan menghabiskan liburan musim panasnya yang katanya sedikit membosankan. Tadinya, aku berniat mengajaknya bersepeda atau pergi ke pantai. Tapi, ia bilang ingin mengunjungiku di rumah saja. Ia ingin lebih mengakrabkan diri denganku dan kedua orang tuaku.
Nina memang seorang gadis yang ramah, ceria dan menyenangkan. Kedua orang tuaku langsung menyukainya, begitu mereka mulai mengobrol, terlebih lagi Ibu. Ternyata, Ibu Nina adalah seorang jurnalis salah satu majalah fashion yang cukup besar di Miami. Sementara Nina sendiri sudah cukup akrab dan mengerti tentang Fashion. Jadi, tentu saja Ibu merasa senang sekali mengobrol dengannya.
Aku mengajak Nina pergi ke kamarku, setelah Ibu selesei membuatkan kami dua gelas smoothie dingin dengan tampilan yang tampak segar dan menggiurkan. Benar-benar cocok sekali diminum di waktu seperti sekarang ini, saat Matahari di Florida bersinar begitu teriknya, hingga membuat udara yang masuk ke dalam rumah terasa hangat.
Saat pertama kali masuk ke dalam kamarku, Nina tampak terkejut melihat koleksi komik Jepang yang kumiliki. Ia tidak menyangka aku memiliki manga sebanyak itu. Lalu, aku menjelaskan padanya jika itu adalah koleksi lamaku, saat aku masih duduk di bangku SMP dan SMA tahun pertama. Dan untuk saat ini, aku tidak lagi menyukainya.
Ia sempat bertanya padaku tentang alasan yang membuatku tidak lagi menyukai manga. Dan, aku mengatakan semua itu hanya soal preferensi yang berubah seiring bertambahnya usia. Tentu saja itu hanya alasan yang sengaja kubuat untuk mengakhiri keingintahuannya. Bukan maksudku untuk membohonginya. Hanya saja, aku tidak ingin mengungkit lagi kenangan masa lalu yang ingin kulupakan itu.
Kami menikmati segelas smoothie buatan Ibu, selagi dingin. Rasanya benar-benar enak dan menyegarkan. Lalu, Nina menceritakanku banyak hal tentang kampus baruku, seperti berbagai fasilitas yang dimiliki, kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang populer, kegiatan perkuliahan, serba-serbi asrama kampus, termasuk kejadian dan/atau gosip yang sedang naik daun di kampus.
"Sepertinya aku belum sempat memberitahumu kalau kita punya teman satu jurusan yang sangat tampan dan diidolakan banyak mahasiswi di kampus.", kata Nina, tampak berantusias dengan gosip barunya. Tiba-tiba, mengingatkanku pada Jenny yang juga selalu tampak berantusias kalau sudah bergosip tentang pria tampan dan sejenisnya.
"Benarkah?"
"Tunggu! Aku akan menunjukkanmu.", Nina memainkan ponselnya, mencari sesuatu yang katanya ingin ia tunjukkan padaku. "Lihatlah!", serunya kemudian, menunjukkan sebuah foto padaku.
Foto tersebut memuat gambar seorang pria dengan wajah tampan, seperti yang Nina bilang. Ia tampak sedang tersenyum manis dengan tatapan matanya yang hangat. Mengenakan sebuah sweater berwarna krem dan celana jeans, dengan gaya rambut belahan samping yang tampak mempesona.
"Namanya Nick.", ucap Nina, memperhatikanku yang tengah menatap foto tersebut. "Bagaimana menurutmu?"
"Tampan dan.... manis.", jujurku.
"Bukan hanya itu, Nora. Popularitas Nick bukan hanya karena ketampanannya. Dia juga pintar dan masuk ke dalam daftar mahasiswa berprestasi di kampus.", sanggahnya.
"Benarkah?"
"Ya. Itulah alasan banyak mahasiswi yang mengidolakannya."
"Hmm, masuk akal."
"Kamu tidak tertarik dengannya, Nora?"
"Entahlah, Nina."
"Kamu sudah punya kekasih?"
"Haha, tidak. Maksudku, aku belum pernah bertemu dengannya ataupun mengenalnya. Jadi, aku tidak bisa bilang tertarik dengannya atau tidak."
Nina tampak sedang mencerna ucapanku, lalu tiba-tiba seperti mendapatkan sebuah pencerahan. "Kurasa tidak lama lagi kamu akan memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya, Nora.", kata Nina, sambil menyunggingkan senyum miring.
"Bertemu?"
"Ya. Akhir pekan nanti akan ada pesta musim panas yang diadakan komunitas kampus di danau milik University of Florida. Aku yakin kalau Nick pasti datang. Jadi, kamu harus ikut denganku untuk datang ke pesta itu."
"Tapi, aku belum resmi berkuliah disana, Nina."
"Tidak masalah, Nora. Percaya padaku!"
"Hmm, baiklah.", kataku. Aku menyerah pada akhirnya. Membiarkan Nina merencanakan apa yang dia inginkan terhadapku.
"Kurasa kamu sangat mengidolakan pria bernama Nick itu. Jadi, kenapa kamu malah antusias sekali ingin mempertemukanku dengannya?", tanyaku.
"Memang benar, Nora. Tapi, sayangnya dia tidak pernah tertarik padaku."
"Bagaimana kamu tahu?"
"Karena, sejak lama aku sudah mencoba mendekatinya. Tapi, dia hanya memberikan respon yang biasa saja. Bahkan, bukan aku saja. Banyak perempuan di kampus yang berusaha mendekatinya juga, namun dia memberikan respon yang sama."
Aku memicingkan mata, berniat menggoda Nina. "Nina! Jangan-jangan dia sebenarnya gay.", godaku.
"Nora! Jelas bukan itu alasannya.", sergahnya, merasa tidak terima mendengarku menjelekkan pria idamannya.
"Benar kan? Kamu bilang banyak perempuan yang tergila-gila padanya, berusaha mendekatinya, tapi dia malah bersikap biasa saja. Apalagi namanya kalau bukan gay?"
"Haha. Terimakasih atas leluconnya yang tidak lucu, Nora! Tapi aku sangat yakin kalau Nick masih menyukai perempuan."
Aku tertawa karena merass berhasil menggoda Nina. "Haha. Baiklah, Nina!"
Nina menghabiskan segelas smoothie miliknya, hingga tak bersisa. Lalu, kami melanjutkan obrolan panjang kami yang semakin menarik. Dia menceritakan tentang pesta musim panas pekan depan yang katanya berlangsung setiap tahun saat libur musim panas tiba.
Biasanya pesta tersebut berlangsung meriah dan seru, dengan berbagai aktivitas air seperti kayaking, paddleboarding, kano dan lainnya. Juga berbagai permainan dan olahraga, seperti rock climbing wall, Frisbee, bola, tarik tambang, jenga raksasa, permainan papan dan permainan tim lainnya. Terkadang food truck yang berasal dari sponsor kampus juga turut hadir melengkapi Grill dan BBQ gratis yang disediakan disana. Kemudian untuk musik dan hiburan, biasanya mereka menyuguhkan live DJ atau live music yang berasal dari band akustik lokal. Tidak lupa ada photo booth yang juga dihadirkan sebagai fasilitas populer yang ditunggu banyak mahasiswa.
Semua yang diceritakan Nina tentang musim panas pekan nanti terdengar menyenangkan. Jadi, sudah kuputuskan untuk ikut saja dengannya. Tapi satu hal yang harus kalian garis bawahi, aku memutuskan untuk pergi kesana, karena ingin turut menikmati keseruannya, bukan semata-mata ingin bertemu pria bernama Nick yang sudah direncanakan Nina.
Saat langit hampir menunjukkan wajah senjanya, Nina berpamitan. Ibu memintanya untuk tinggal lebih lama, agar kami bisa makan malam bersama. Namun, Ia menolak dengan halus. Ia bilang kalau sebenarnya ia juga mau makan malam bersama kami, tapi untuk malam ini ia tidak bisa melakukannya. Sebab, ia dan kedua orangtuanya akan berkunjung dan menginap di rumah kakek dan neneknya di Orlando selama beberapa hari ke depan.
Kurasa Nina benar-benar orang yang gigih. Ia bersungguh-sungguh dengan niatannya untuk mengajakku pergi ke pesta musim panas akhir pekan nanti. Jadi, sebelum ia melangkahkan kakinya untuk pergi, ia memberitahu Ibu tentang pesta musim panas itu. Ia meminta ijin pada Ibu untuk mengajakku pergi kesana. Dan, tentu saja Ibu memberinya ijin. Bahkan, tampaknya Ibu senang sekali dengan rencana yang dibuat Nina, karena tak ingin melihatku kesepian dan merasa bosan di rumah.
"Selamat Malam, Mr. & Mrs. Grace!", pamitnya, lalu melangkahkan kaki keluar dari rumah kami.
Selepas Nina pergi, aku membantu Ibu memasak dan menyiapkan hidangan untuk makan malam. Menu makan malam kali ini adalah ayam panggang dengan bumbu lemon dan bawang putih, salad dan roti dinner rolls. Kemudian ditutup dengan lemonade dan dessert berupa cookies cokelat yang lezat.
Sekitar empat puluh lima menit kemudian, semua hidangan sudah tertata rapi di atas meja makan. Ibu memanggil Ayah yang sedang berada di ruang kerjanya untuk bergabung bersama kami di meja makan. Kami menyantap hidangan makan malam diselingi obrolan-obrolan ringan, seperti biasa. Setelah itu, aku membantu Ibu membersihkan peralatan makan yang kotor, lalu bergegas kembali ke kamar.
Seharian ini aku belum sempat menghubungi Jenny dan mengobrol dengannya. Bahkan, kami hanya beberapa kali berbalas pesan. Ia pasti tidak sabar dengan cerita terbaru yang kumiliki hari ini. Jadi, sebelum mengakhiri malam ini dengan berbaring di atas ranjang hingga pagi datang, aku berniat ingin menghubungi Jenny dan mengobrol dengannya.
"Hai, Nora!", serunya dari balik panggilan telepon.
"Hai, Jenn!"
"Sepertinya kamu agak sibuk hari ini. Ada cerita menarik apa?", tanyanya, penasaran.
"Maaf, Jenn. Seharian ini ada seorang teman berkunjung ke rumah."
"Seorang pria?"
"Haha. Bukan. Maaf sudah mengecewakanmu.", aku tertawa mendengar respon Jenny yang tampak kehilangan ekspektasinya tentangku. "Kamu tahu kan aku tidak cukup pintar bergaul dengan pria, Jenn? Tidaka akan pernah bisa sehebat dirimu.", lanjutku.
"Ayolah, Nora! Kamu cantik dan cukup seksi. Kamu hanya perlu sedikit keberanian untuk membiarkan para pria di sekelilingmu mendekatimu."
"Trims untuk sarannya, Jenn. Aku akan mempertimbangkannya", jawabku, sambil lalu.
"Jadi, siapa seorang teman yang kamu bicarakan tadi?"
"Namanya Nina. Aku bertemu dengannya semalam di sebuah taman dekat rumah lamaku, Jenn. Dan, kebetulan sekali dia berkuliah di kampus baruku. Dia juga tinggal di asrama kampus. Jadi, kurasa kedepannya aku akan menghabiskan banyak waktu dengannya."
"Wah! Senang mendengarmu memiliki teman baru disana, Nora! Tapi, awas! Jangan sampai melupakanku! Kamu tidak akan pernah menemui perempuan gila dan seksi sepertiku.", peringatnya, sambil tertawa.
"Tentu saja, Jenn. Aku masih sangat membutuhkan rencana-rencana gilamu dalam hidupku.", balasku, diiringi tawa yang pecah.
"Bagus!"
"Oh ya, akhir pekan nanti dia mengajakku pergi ke pesta musim panas yang diadakan komunitas di kampus. Dia bilang ingin mempertemukanku dengan salah satu pria populer di kampus."
"Wah, teman barumu tampaknya menarik juga, Nora! Jelas kamu harus mencobanya. Jadi, seperti apa pria populer yang di kampus barumu itu? Apa dia seorang badboy yang seksi?"
"Entahlah, Jenn. Aku belum bertemu dengannya. Nina bilang pria itu tampan dan juga pintar. Dan banyak mahasiswi di kampus yang menggilainya."
"Hmm, jadi sepertinya pria itu bukan tipe badboy yang seksi, melainkan pria manis yang menawan. Bukankah itu adalah tipe pria yang kamu sukai, Nora?"
"Entahlah, Jenn. Rasanya saat ini aku tidak berminat mengurusi soal pria."
"Ayolah, Nora! Bukankah kamu bilang ingin benar-benar melupakan kenanganmu di masa lalu? Kurasa inilah saatnya membuka hati dan mencobanya lagi bersama orang yang baru.", kata Jenny.
Aku sedikit terkejut mendengar Jenny tiba-tiba mengungkit soal kenangan masa lalu yang ingin kulupakan itu. Sebab, ia tahu betul kalau aku tidak ingin mengingat-ingatnya lagi. Tapi, jika dipikir-pikir apa yang barusaja Jenny katakan ada benarnya juga.
Selama ini aku selalu berusaha keras untuk menguburnya dalam-dalam dan melupakannya. Namun, aku selalu menutup hatiku untuk orang yang baru. Dan, hal tersebut justru membuatku semakin terjebak dalam bayangan kenangan masa lalu tersebut. Jadi, kurasa kali ini aku harus mencoba membuka hati, seperti yang dikatakan Jenny.
"Nora! Maaf, aku tidak bermaksud mengungkit tentang kenangan masa lalu itu.", sahut Jenny, menyesali perkataannya begitu menangkap diamku.
"Tidak, Jenn. Kurasa kamu benar. Aku harus lebih berani membuka hati untuk mengenal dan menerima orang baru."
"Aku akan membantumu, Nora! Meskipun aku tidak ada disana bersamamu, tapi kamu bisa menghubungiku kapanpun. Kita bisa mengobrol kapanpun tentang hal itu.", janji Jenny.
Jenny adalah satu-satunya orang yang kupercaya, yang mengetahui tentang kenangan masa lalu yang kukubur dalam-dalam dan ingin kulupakan itu. Aku menceritakan semuanya tanpa ada yang terlewat sedikit pun. Dan, ia memberiku sebuah pelukan hangat yang menguatkanku saat itu. Tanpa sebuah penilaian, tanpa sebuah penghakiman. Seperti yang pernah kubilang, Jenny adalah seorang pendengar yang sangat baik.
"Trims, Jenny!"
"Sama-sama, Nora!"
Malam ini kami memiliki obrolan yang panjang. Kebanyakan tentang persoalan kenangan masa laluku dan rencana baru untuk membuka kembali hatiku. Jenny memberiku banyak saran. Ia menguatkanku, menyemangatiku, sekali lagi. Sementara obrolan lainnya tentang apa yang terjadi di pesta semalam yang diadakan di rumah Lily.
Jenny bilang bahwa semalam Mike, mantan kekasihnya sengaja datang ke pesta untuk meminta maaf padanya, juga memohon agar Jenny mau kembali menjadi kekasihnya. Sementara Stefan, kekasih baru Jenny juga ada di pesta tersebut, dan menyaksikannya. Sehingga, terjadi baku hantam diantara keduanya. Beruntung Jenny berhasil menghentikan Stefan dan mengajaknya pulang.
Kemudian yang terjadi selanjutnya adalah Stefan mengajak Jenny ke apartemennya. Stefan memang berasal dari keluarga yang kaya. Kedua orangtuanya membelikan sebuah apartemen mewah di dekat kampus untuknya. Jadi, sejak di tahun pertama ia berkuliah, ia sudah tinggal disana.
Jenny bilang, menghabiskan malam di apartemen Stefan jauh lebih baik daripada berada di pesta. Jelas, kalian juga mengerti apa maksudnya. Kurasa aku tidak perlu memperjelas apa yang terjadi diantara Jenny dan Stefan semalam. Aku hanya berharap semoga saja Stefan tidak seburuk yang kupikirkan. Semoga saja pria itu tidak akan pernah menghancurkan hati Jenny. Meskipun, selama ini rasanya Jenny belum pernah sekalipun merasa hancur atau tersakiti hanya karena seorang pria.
Hari ini sepertinya akan masuk ke dalam daftar hari yang baik untukku. Aku banyak mengobrol, tertawa dan merasa terhibur dengan Nina dan Jenny. Apalagi Jenny akhirnya berhasil menyadarkanku bahwa mungkin inilah saatnya aku harus membuka hati dan bersenang-senang lagi. Dan aku sudah membulatkan tekad untuk mencobanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Melanie
Yowes, gak usah ragu untuk baca cerita ini guys, janji deh mantap. 😍
2025-08-31
1