Luka Dari Suami, Cinta Dari Mafia
Malam yang diguyur hujan deras, terlihat sebuah mobil melaju kencang di jalanan yang licin. Setir mobil dikendalikan oleh seorang pria bernama Alex Yang, wajahnya gusar, penuh dengan amarah yang ditahan. Di sampingnya duduk seorang wanita dengan perut membesar, Janetta Lee, istrinya yang sedang hamil besar. Suasana di dalam mobil begitu tegang, suara hujan deras yang menimpa kaca hanya menambah dinginnya pertengkaran mereka.
"Alex, kita telah menikah selama setahun. Kenapa kau masih saja peduli padanya? Setidaknya pikirkan perasaanku," ucap Janetta dengan suara bergetar, matanya memerah menahan tangis. Tangannya yang gemetar mencengkeram seatbelt seakan mencari pegangan.
Alex melirik tajam, lalu mengeraskan suaranya. "Janetta, apakah kau bisa menggunakan logikamu? Anna baru kembali dan butuh bantuanku! Kenapa kau selalu cemburu yang tidak jelas? Bagaimana aku bisa memikirkan perasaanmu kalau kau tak bisa mengerti aku? Seharusnya kau yang memikirkan perasaanku—dan Anna!" bentaknya, tangannya menghantam setir dengan kasar.
Janetta menunduk, air matanya jatuh perlahan. "Aku adalah istrimu, Alex... Anna itu hanya masa lalumu. Kenapa setelah dia kembali kau lebih meluangkan waktumu dengannya daripada denganku? Bahkan saat aku harus periksa kandungan, kau tidak pernah menemaniku," suaranya lirih namun penuh luka.
Alex mendengus, wajahnya dipenuhi kejengkelan. "Kau sudah dewasa, bukan anak kecil lagi. Hal kecil seperti itu pun kau tidak bisa melakukannya sendiri? Sungguh merepotkan sekali," ujarnya ketus tanpa sedikit pun menoleh pada istrinya.
Janetta menoleh padanya dengan tatapan penuh luka, tangannya mengusap perutnya yang kian membesar. "Aku sedang hamil anakmu, Alex... kenapa kau bisa bicara seperti ini?" ucapnya terisak, suaranya pecah di antara hujan yang semakin deras.
Tiba-tiba suara ponsel Alex berdering nyaring, memotong ketegangan yang belum reda. Di layar ponselnya tertera nama seorang wanita—Anna. Janetta menoleh cepat, wajahnya pucat.
"Jangan jawab!" pinta Janetta dengan suara penuh harap, air matanya semakin deras mengalir.
Namun Alex mengabaikannya. Dengan tangan tegas, ia menggeser ikon hijau pada layar dan menjawab panggilan itu.
"Halo," ucap Alex, suaranya berubah lembut, jauh berbeda dengan nada bicaranya pada Janetta barusan.
Di seberang sana, suara seorang wanita terdengar jelas di telinga Janetta. "Alex, aku kehujanan di sini... tolong datang jemput aku. Aku takut..." suara manja itu menusuk telinga Janetta, seakan menegaskan betapa kecil artinya ia di mata suaminya.
Alex menelan ludah lalu mengangguk meski lawan bicaranya tak bisa melihat. "Tunggu aku, aku segera ke sana," jawabnya cepat sebelum memutuskan panggilan.
Hujan semakin deras mengguyur malam itu. Jalanan gelap hanya diterangi lampu mobil yang berhenti mendadak di tengah aspal licin. Alex menepikan mobil dengan kasar, wajahnya menegang penuh amarah.
"Alex, apakah kau masih mencintainya? Kenapa setiap kali dia menghubungimu kau langsung pergi, walau sudah larut malam?" tanya Janetta dengan suara bergetar. Air matanya bercampur dengan keringat dingin, dan dadanya terasa sesak. "Hatiku sangat sakit melihat suamiku begitu peduli dan dekat dengan mantannya. Apalagi dalam kondisi seperti ini… kita sedang menunggu kelahiran anak kita, Alex."
Alex mendengus keras. Matanya menyipit penuh kebencian. "Jangan tidak masuk akal! Aku dan Anna tidak ada hubungan apa-apa. Dia sudah cukup malang karena kematian orang tuanya. Di dunia ini hanya aku yang tersisa, yang paling dekat dengannya. Mengerti? Ada lagi, aku akan membawanya pulang dan tinggal bersama kita," suaranya meninggi, memantul di ruang kabin mobil yang sempit.
Janetta menoleh cepat, tatapannya penuh tidak percaya. "Apa? Kau bahkan ingin membawanya pulang ke rumah kita?"
Wajah Alex mengeras, bibirnya menekuk dingin. "Mamaku dan adikku sudah setuju. Besok dia akan tinggal bersama kita. Dan kau—jaga sikapmu. Kalau sampai kau berani menyakitinya, jangan salahkan aku menceraikanmu," ancamnya tajam.
Ucapan itu menghantam hati Janetta seperti belati. Tubuhnya bergetar hebat. Air matanya jatuh tanpa bisa dibendung lagi. Namun Alex tak peduli. Dengan gerakan kasar, ia membuka pintu sisi penumpang.
Tanpa ragu, ia menarik tubuh istrinya yang hamil besar keluar dari mobil, membiarkannya diterpa hujan deras.
"Alex! Apa yang kau lakukan? Aku kedinginan… aku hamil anakmu!" teriak Janetta, berusaha meronta.
Alex menutup wajahnya dari tetesan hujan, lalu berkata datar, "Aku akan menghubungi taksi menjemputmu. Anna tidak ingin bertemu denganmu karena dia masih sedih dengan pernikahan kita. Jadi kau tunggu taksi di sini." Ia berjalan tenang ke pintu pengemudi.
Janetta menyusul tertatih, basah kuyup dari ujung rambut hingga kaki. "Kau keterlaluan! Demi dia… kau meninggalkan istrimu sendiri yang sedang hamil besar. Aku juga takut… aku kedinginan, Alex!" tangisnya pecah.
Namun Alex sudah duduk kembali di kursi pengemudi. Janetta mengetuk kaca jendela mobil dengan tangan gemetar.
Jendela perlahan diturunkan, dan Alex menatapnya tanpa belas kasihan. "Anna adalah gadis lemah, dia tidak bisa kehujanan dan kedinginan. Kau berbeda, Janetta… kau bisa cari tempat berteduh."
Janetta menoleh putus asa ke arah jalan yang sepi dan gelap. "Di sepanjang jalan ini tidak ada rumah atau orang! Aku harus ke mana? Apakah kau tidak memikirkan anak kita? Kenapa kau tega sekali, Alex…" tangisnya pecah semakin keras.
Tanpa basa-basi, Alex mendorong tubuh Janetta dengan kasar hingga wanita itu jatuh terkapar di aspal yang dingin dan licin.
"Aaahh!!" jerit Janetta, tubuhnya menghantam keras tanah basah. Tangannya spontan memeluk perutnya yang terasa perih. "Alex… perutku sakit!" ucapnya terisak, tubuhnya menggigil hebat.
Alex menatapnya sekilas dari balik kaca mobil, lalu mendesis dingin. "Berhenti berpura-pura." Ia segera menginjak gas, dan mobil melaju menembus derasnya hujan, meninggalkan Janetta sendirian.
"Alex!!!" tangis Janetta memecah kesunyian malam, suaranya nyaris hilang tertelan derasnya hujan. Ia merangkak lemah, tangannya terus menggenggam perutnya. "Tolong… jangan pergi… selamatkan anak kita… dia tidak bersalah…"
Namun mobil Alex semakin jauh, hanya menyisakan sorot lampu belakang yang memudar di balik tirai hujan. Janetta tersungkur di aspal, tubuhnya basah kuyup, terisak dalam keputusasaan, sementara hidupnya dan nyawa anak dalam kandungannya terancam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
🤩😘wiexelsvan😘🤩
heyyy thorrr🙋🏻♀️🙋🏻♀️
mampir absen ikut ngehaluin kisah cinta janetta lea yaacchhh 😁😉
2025-08-30
3