Di warung itu, kakek Palon mempersiapkan sebuah hidangan yang spesial untuk Sabdo, tampak sebakul nasi dengan penyedoknya, ayam panggang, sambal goreng hati ampela, lalapan juga ada, tahu goreng, serta beberapa lauk lain yang menggugah selera, juga ada sambal tomat pedas, semua sudah tersaji di meja makan di warung itu. Juga ada baskom buat cuci tangan beserta kain lap di sampingnya, ada lilin menyala di tengah-tengah meja itu, menambah suasana lapar semakin menjadi pada diri Sabdo.
Setelah mereka mengambil tempat duduk masing-masing, kakek Palon kemudian mengajak berdoa untuk semua kenikmatan yang telah tersedia di muka bumi ini, juga berdoa untuk tubuhnya sendiri, juga saudara dari tubuh itu sendiri yang dikenal dengan sebutan Sedulur 4 ke 5 pancer, juga untuk yang di luar tubuh kita yang selalu menjaga kita, kemudian setelah mencuci tangan, barulah mereka menikmati makanan itu.
" Apa yang kau pikirkan ki sanak," kata kakek Palon di sela-sela makan.
" Tidak kek, tidak ada," jawab Sabdo.
Akhirnya mereka selesai juga menikmati makanan itu, lalu setelah membereskan dan menumpuk bekas makan tadi kakek Palon melarang Sabdo yang akan membawanya ke belakang.
" Sudah lah jangan dibawa, taruh di situ saja," ujar kakek Palon.
" Tapi kek...", kata Sabdo.
" Sudah, taruh saja, sebaiknya kita keluar, di teras warung jauh lebih adem malam ini," jawab kakek.
Mereka akhirnya keluar dan duduk di bangku yang ada di teras itu. Tetapi, Sabdo merasa ada barang yang tertinggal, hingga ia kembali ke dalam warung.
" Hah......", Sabdo kaget melihat semua yang ada di meja tadi ia makan. Semua sudah bersih tidak ada satupun barang yang tersisa, lalu Sabdo mengambil bungkusan kecil di bangku , dan keluar.
Di teras itu, tampak kakek Palon sedang duduk sambil menikmati kawung dengan bau yang sedap. Saat itu Sabdo mau bertanya, namun kakek Palon mengatakan.
"Jangan kau pikiri semua kejadian tadi, karena itu sudah berlalu, lebih baik persiapkan besok saja yang akan ki sanak kerjakan, yang lalu tak akan kembali, yang akan datang tentu itu rahasia, ki sanak rencanakan belum tentu sesuai harapan, jadi perbanyak memohon dengan doa, semoga semua bisa terwujud dengan nyata dan hasil yang sesuai harapan," tutur kakek Palon.
" Iya kek, tapi tadi itu kek," kata Sabdo sambil merasa bingung sendiri.
" Itu apa ki sanak, tadi aku sudah bilang bahwa ini semua adalah sebuah anugerah, jadi bersyukurlah, agar senantiasa kelak akan ada makna dibalik semua itu, kita semua ini makhluk yang kenal akan musnah, kita akan mati, sirna dan semua akan lenyap dan akan diganti dengan yang baru, jadi bersyukurlah," kata kakek Palon.
Malam itu kakek Palon memberi sebuah wejangan tentang tubuh dan jasad, tentang bagaimana tubuh ini membutuhkan makanan yang nyata yang akan diproses sehingga menjadi sebuah bentuk yang sempurna, dan setelah semua mencapai kesempurnaan, maka akan dilenyapkan dengan istilah kematian atau ajal. Sementara itu segala rasa dan cita akan diterapkan melalui apa yang dinamakan iman, dan disitulah akan terbentuk sebuah akhlak yang akan hidup lebih lama dari jasad atau tubuh. Hal inilah yang harus ditanamkan di dalam setiap badan atau jasad. Boleh bangga dengan dunia tapi lebih bangga dengan rasa dan cita.
Pagi itu, Sabdo telah bangun dan melihat kakek Palon sedang menyiapkan makanan di meja, ia bergegas ke belakang untuk menumpang mandi. Setelah diizinkan, Sabdo mandi di pancuran yang airnya bersih. Pada saat mandi itulah, air pancuran tadi tidak keluar, tiba-tiba air itu tidak mengalir sama sekali.
" Kenapa air nya tidak keluar kek," tanya Sabdo sambil melihat kakek Palon mengambil air yang sudah masak di tungku.
" Wah, rupanya sumber air telah habis di atas sana, bagaimana ini ki sanak ?" tanya kakek Palon sedikit kaget melihat fenimena alam.
Dengan perasaan tidak enak Sabdo akhirnya berinisiatif akan membuat sumur.
" Kalau begitu biar saya akan buat sumur kek," kata Sabdo setelah memakai bajunya lalu mengambil cangkul.
" Di mana ki sanak akan buat sumur itu nantinya ?" kata kakek Palon.
Sabdo memandang kakek Palon dan melihat sekeliling hingga melihat suatu keanehan di depan sana.
" Loh kek, bangunan besar tadi kemana, sekarang hanya hutan belantara saja, siapa yang memindahkan atau menghilangkan semua itu kek ?" tanya Sabdo merasa heran.
Sabdo berlari menuju bekas bangunan besar tadi, tapi tidak ada apa-apa, hanya hutan belantara yang penuh semak belukar. Hingga ia dibikin melongo saat dirinya melihat warung kakek Palon juga hilang. Kini Sabdo hanya seorang diri di situ, ia berjalan ke sana kemari , apa yang ia cari. Sementara ia hanya membawa cangkul dan barang-barang miliknya. Namun ia teringat akan membuat sebuah sumur. Dengan penuh keyakinan dan rasa syukur akan nikmatnya, ia segera memilih tempat untuk menggali dan akan ia jadikan sumur.
Setelah menemukan tempat yang cocok, maka digalilah tanah bekas bangunan besar tadi. Hari pertama ia membuat sumur itu, setiap ia sangat lapar, maka munculah seorang pedagang makanan lewat, setiap malam ia selalu kedatangan orang yang menemani. Keanehan-keanehan itu ia alami hingga pembuatan sumur berjalan selama kurang lebih 1 Minggu, hanya seorang diri. Setelah dirasa harus ada yang membantu, maka ada seorang pemuda lewat.
" Wahai ki sanak, apa yang sedang kau buat itu, apakah boleh aku membantumu ?" tanya pemuda itu kepada Sabdo.
" Ini ki sanak, sedang membuat sumur, pas aku mandi tiba-tiba langsung air habis, makanya aku buat sumur ini, kalau ki sanak sudi , silahkan," jawab Sabdo.
Lalu, kedua orang yang baru kenal itu membuat sumur, Sabdo di atas menerima tanah lalu ditumpuk, sedangkan si pemuda tadi posisinya di bawah, mencangkul dan menumpuk tanah lalu diserahkan ke Sabdo. Waktu pun terus berjalan, galian sumur mereka belum juga menemukan sumbernya, sehingga keduanya bersepakat untuk terus menggali hingga menemukan sumber air. Hari demi hari, mereka selalu bekerja menggali sumur.
Pada saat bulan purnama saat itu, keduanya sedang duduk di sebuah gubuk, yang sengaja mereka buat untuk berteduh, tiba-tiba dari dalam tanah galian tadi terdengar suara gemercik air , mereka kaget bukan main, bahkan dengan penasarannya itu, keduanya lari menuju sumur tersebut, dan....alangkah bahagianya mereka, ternyata sumber air itu muncul juga. Diperkirakan dalamnya sudah mencapai 14 meter. Sebagaimana untuk sumur supaya kuat maka ditumpuk lah susunan batu di tepi sumur itu.
Untuk mengabadikan sumur tersebut, sebagai buah karya yang kelak akan menjadi suatu nama hingga anak cucu, maka keduanya menamakan sumur itu Sumur Kasembadan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments