BAB III KAMAR BERDARAH

      Sabdo merasa sesuatu yang mengawasi dirinya, dengan langkah yang pelan, ia kemudian kembali mendekati cermin tadi, darahnya begitu mengalir deras, keringat mengucur dan membasahi tubuhnya, ia lalu menunggu gerangan apa yang akan muncul itu. Sabdo berhenti dan saat itulah kepulan asap yang membentuk sosok itu keluar dari balik cermin tadi, sosok itu ternyata mengalami cacat, yah....sosok perempuan dengan kondisi lumpuh, wajahnya pucat, rambutnya penuh dengan noda darah, matanya putih, tidak ada bulat hitam, jari-jari tangannya berkuku panjang, bertaring. Perempuan itu mendekati Sabdo, dengan keinginan untuk mencakar atau mencekiknya, ia terus mendekati Sabdo. Dalam situasi seperti itu, Sabdo mengeluarkan senjatanya. Ia berpikir bahwa itu sejenis makhluk halus , dan bukan manusia.

Sambil menjaga jarak, Sabdo mencari perlindungan pada sebuah dinding, sementara suara desahan maut itu semakin dekat dengan aroma bau bunga kenanga. Dengan sebuah senjata itu, Sabdo menunggu kedatangan perempuan itu, tiba-tiba...

" Huaaaaa....huaaaaa...huaaaa" , suara perempuan itu datang dari arah belakang, membuat Sabdo kaget bukan kepalang. Sementara bau bunga kenanga begitu menyengat hidung, kini Sabdo dalam keadaan susah untuk menghindar, akhirnya ia menghunus senjata itu, namun perempuan itu tak tampak di depannya.

Sabdo kemudian memutar badan dan saat itulah ia mendapat sebuah cakaran kuku yang begitu pedih terasa, Sabdo menjerit singkat, lalu cakaran berikutnya datang lagi, membuat Sabdo mundur satu langkah, namun usaha itu tak ada rubahnya, ia malah mendapat cakaran ketiga, tepat di dada Sabdo, membuat darah keluar dari dadanya. Kemudian ia kembali ke ruangan pertama, di sana tampak kakek Palon sedang menghadang perempuan itu dengan panah yang siap dilepaskan. Sabdo paham akan hal itu, ia pun bertiarap, maka melesatlah anak panah dengan suara " wuuuuuuuuush.

Anak panah itu hampir mengenai kepala perempuan itu , nyaris kepala itu terkena anak panah. Perempuan itu selamat dari sasaran anak panah, lalu di belakang sana terdengar suara ledakan yang menggelegar. Asap mengepul dan beberapa barang terbakar, membuat ruangan itu diselimuti asap, Sabdo lalu berdiri dan melihat sosok perempuan itu, ia sudah dekat dengan dirinya. Sabdo beranjak pergi namun kakinya hanya terpaku di sana, dalam benaknya ia akan terkena cakaran berikutnya. Akhirnya Sabdo merasa pasrah, beberapa jari lagi Sabdo akan mendapat cakaran itu, dan tiba-tiba...perempuan itu tersungkur di depan Sabdo, suaranya melengking lalu hilang, hanya kepulan asap yang tampak, sementara tubuh perempuan itu lenyap hanya suara lengkingan yang masih terngiang.

Sabdo hanya berdiri terpaku melihat itu semua, tubuhnya penuh dengan rasa perih. Kini Sabdo hanya bisa berdiri, hanya bisa memandang tanpa ada rasa.

" Sudahlah ki sanak, nanti urusannya tidak selesai dalam 1 hari, sebaiknya lanjutkan di kamar lain," ujar Palon sambil menarik tangan Sabdo.

Sabdo kembali melanjutkan langkahnya menuju ke ruang berikutnya, di ruang itu Sabdo melihat banyak kain-kain penuh noda darah, dari mulai tirai , seprai juga pembungkus sofa, di sana banyak lalat juga kecoa, membuat suasana menjadi berbau yang menjijikan. Sabdo lalu mendekati sebuah peti yang kusam, dengan hiasan bunga-bunga kematian.

Dengan rasa penasaran, Sabdo mencari kunci dari peti itu, namun sudah putar- putar tidak ditemukan juga. Ia melanjutkan lagi hingga 7 kali, namun tetap tidak ditemukan. Akhirnya dengan senjata yang ia bawa, dicongkellah peti itu, selama beberapa saat, akhirnya terbuka sedikit. Begitu terkuak, bau busuk tersebar di ruangan itu, Sabdo terhuyung ke belakang, tubuhnya teresa lemas, ia pun tersungkur karena racun.

Sementara itu, peti tadi bergetar dan bergerak-gerak sampai berbunyi kretek-kretek, dan dari dalam peti itu keluarlah asap hijau dengan suara mendesis...." ssssst.....ssssst....ssst". Dan tutup peti itu terangkat dan keluarlah ular sebesar pohon kelapa. Kepala ular itu berwarna hitam, matanya merah menyala, lidahnya menjulur sambil meneteskan air liur berbisa, sisik-sisiknya besar. Ular itu mendesis dan mendekati tubuh Sabdo, air liurnya sedikit lagi mengenai tubuh Sabdo, tiba-tiba air liur itu terpental melesat ke arah pintu kamar, dan.....duuuuuuar.

Pintu itu meledak dan mengeluarkan bau gosong, ular itu menengok ke pintu itu, lalu kembali menatap tubuh Sabdo, kini mulutnya menganga, giginya begitu runcing, terdapat taring yang siap menembus tubuh Sabdo, dan terlihat sebuah benda melesat dan menembus tubuh ular itu. Ular besar itu terpental hingga peti tadi terbawa bersamanya dan di ujung ruangan itu terdengar suara ledakan dahsyat.

" Bangunlah ki sanak, semua sudah selesai, bangunlah," bisik kakek Palon.

Tubuh Sabdo hanya diam tak bergerak, akhirnya kakek Palon mengeluarkan botol berisi cairan. Kemudian dengan ujung jari telunjuknya, air itu dioleskan ke dahi Sabdo. Beberapa saat, tubuh Sabdo terbangun dan memandang sekeliling, terdapat pintu berantakan dan anak panah yang menancap di tembok dengan bekas adanya ledakan.

" Apa yang terjadi kek ? Tanya Sabdo merasa keheranan dengan tubuhnya yang sembuh dari rasa nyeri akibat cakaran perempuan siluman.

" Bangun dan berdirilah Sabdo, tugasmu belum selesai," kata kakek Palon.

Akhirnya Sabdo berdiri dan kembali melangkahkan kakinya ke ruangan belakang. Di sana terdapat sebuah guci besar, dan di dindinhnya tampak bekas kobaran api, sana sini penuh warna hitam. Lalu Sabdo memandang ke arah sudut kanan, di sana ada sebuah gambar hias dengan suasana hutan dan beberapa binatang yang sedang dimakan sosok besar yang berjumlah 3 wujud raksasa. Sedangkan hewan yang dimakan itu ada menjangan, kuda dan banteng.

Dalam gambar itu, ketiga raksasa tadi memakan dalam kondisi masih hidup, ada darah yang menetes, dan tampak ketiga raksasa itu dengan mata terbelalak menahan nikmat. Sabdo merasa itu suatu keanehan, apakah di sini dulu yang menghuni adalah para raksasa itu, ia berpikir, namun dalam diam itu, Sabdo dikagetkan dengan tiga sosok manusia kerdil namun semuanya tampak begitu dewasa.

Sabdo berpikir, apakah itu sosok di gambar tadi ,atau ini sosok lain, bukan manusia atau raksasa. Ketiga manusia kerdil itu melihat Sabdo dan mendekati Sabdo sambil membawa senjata masing-masing. Sabdo hanya menunggu, tapi begitu sudah dekat, sosok kerdil itu berubah menjadi besar, ketiganya tertawa menggema, membuat ruangan itu bergetar keras, bahkan ada atap yang jatuh.

" gluprak...gluprak..gluprak "

Ketiga sosok itu kini sudah menjadi raksasa seperti di gambar tadi. Tiba-tiba.....

" Hai manusia.....engkau lah keturunan dari musuhku, engkau lah yang harus bertanggung jawab atas hancurnya generasiku, kini kau hadir maka kami akan balas dendam atas semua itu," kata sosok berbaju merah.

" Siapa kalian, aku tidak paham," jawab Sabdo.

" Hai pengecut, kau adalah utusan Mayapadha bukan, kau itu manusia laknat, akan aku hancurkan , aku janji akan melumat kau hidup-hidup", kata yang berbaju hitam.

" Aku tidak kenal kalian," jawab Sabdo sambil memandang raksasa berbaju hijau yang akan bicara.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!