"Sudahlah, Ren. Sekarang fokus saja pada lamaran nanti malam. Abang akan bantu semaksimal mungkin," kata Bang Zeni sambil menepuk pundak Bang Renes. "Tapi ingat, jangan ulangi lagi kelakuanmu itu. Abang malu, Ren. Sumpah malu adik Abang nggak bisa tahan diri soal begini."
"Siap, Bang. Terima kasih banyak. Maaf saya merepotkan." jawab Bang Renes dengan nada penuh penyesalan.
...
Malam hari itu juga, Bang Renes dan Bang Zeni tiba di rumah Raras. Mereka disambut oleh Bang Alfred dan beberapa anggota keluarga lainnya. Suasana terasa tegang namun juga formal.
"Selamat malam, Bapak," sapa Bang Zeni dengan sopan. "Kami datang ke sini untuk melamar adik Bapak, Raras.. untuk menjadi istri dari junior saya, Renes."
Bang Alfred tersenyum tipis. "Saya sudah mendengar cerita tentang kalian. Saya harap Renes bisa bertanggung jawab atas perbuatannya. Saya merestui Renes menikahi Dira."
Bang Renes menunduk, ia tidak mengira bahwa sosok yang di maksud adalah gadis yang duduk di samping Raras. "Siap, Bapak. Saya akan bertanggung jawab penuh atas Raras.. Maksud saya, Dira."
Kedua gadis yang duduk di seberangnya memang sangat cantik, tapi entah kenapa perhatiannya tertuju pada gadis di samping Raras.
Acara lamaran berjalan dengan lancar meskipun terasa canggung. Bang Renes memberikan cincin kepada Dira karena Raras tidak ingin ada interaksi apapun meskipun Bang Renes memberikannya sebagai tanda keseriusannya.
:
Setelah acara selesai, Bang Renes dan Bang Zeni kembali ke markas dengan perasaan lega, bingung sekaligus khawatir.
"Abang bingung Ren. Kenapa Raras tidak mau terima cincinnya. " Coba kamu cek. Siapa nama lengkap Raras..!!"
Bang Renes membuka berkas di tangannya lalu melihat nama panjang gadis itu. "Syandira Ayuprada."
"Kalau Raras???"
"Rasti Prastania." Jawab Bang Renes akhirnya ikut bingung.
"Mungkin dari Rasti kali, ya?"
Bang Renes mengendikan bahu dan tidak membahasnya lagi. Fokusnya adalah besok mereka menuju Batalyon untuk melaksanakan proses pengajuan nikah.
Bang Renes sempat terbayang akan permintaan Raras tadi. Ia meminta sahabatnya sejak kecil ikut juga bersamanya. Selain sebagai sahabat, Dira juga adalah asisten Raras.
Awalnya Bang Renes tidak setuju, semua terkait karena Dira terlalu muda. Ia tidak ingin hal sekecil apapun menjadi pemicu rumah tangganya kelak. Tapi seperti biasa, Raras selalu mengancam dengan banyak alasan, Abangnya pun tidak bisa menolak apalagi Bang Renes.
"Kau cari tau dulu ya, nanti laporkan sama Abang. Rundingan sama Wira dan Arma ya. Abang belum bisa gabung. Jagoan lagi rewel selesai imunisasi." Arahan Bang Zeni.
"Siap."
...
Sesampainya di mess, Bang Renes terus memutar otak. Jiwa intelnya di paksa untuk berpikir keras, mencari titik temu dari setiap permasalahan.
Sekelebat ingatan terus terbayang. Bang Renes seolah pernah bertemu dengan Dira namun ia tidak paham pernah bertemu dimana.
"Foto ini, fotonya Raras. Tapi nama yang tersemat adalah nama Dira. Kenapa bisa begini??" Gumamnya mengusap wajah dengan gusar. "Aku harus bagaimana, Ya Allah."
...
Hari ini proses pengajuan nikah pun di mulai. Selama Raras masih berada di dalam ruang ibu pengurus cabang, Bang Renes menyempatkan waktu berbincang dengan sahabat dan juga seniornya.
"Begitu, ya?? Rasanya memang ada yang janggal, sih." Bang Wira ikut mengurut kening mendengar pengaduan sahabatnya.
Bang Arma melihat foto Dira dari ponsel Bang Renes. Ia pun lantas berpikir keras. "Ehmm.. Begini saja............."
...
"Diraaaa.. ambilkan minum, donk..!!"
Dira segera menuju dapur dan mengambilkan air minum, tidak hanya untuk Raras tapi juga untuk Bang Renes.
"Terima kasih." Ujar Bang Renes sewajarnya saja. Tidak terlalu dekat ataupun menatap wajah Dira karena memang dirinya akan menikahi Raras.
"Sama-sama, Pak." Dira segera kembali menuju dapur lalu menyiapkan makan malam.
"Kamu tidak bantu Dira?" Tanya Bang Renes pada Raras.
"Raras capek, Om." Raras masuk ke dalam kamar dan mengganti pakaiannya.
Bang Renes tidak banyak bicara, ia mengambil rokoknya lalu bersantai sejenak di belakang rumah. Kepalanya sampai sakit berusaha mengingat segala hal yang sama sekali tidak di ingatnya.
'Ya Allah, hari pernikahanku sudah dekat. Tolong berikan aku jawaban atas segala kerumitan ini. Sungguh hambaMu ini sudah sangat salah, jangan pernah terjadi hal buruk lagi. Selamatkan aku dan anak keturunanku kelak.'
Segala hal yang di lalui Bang Renes begitu terasa berat, semua berkecamuk menjadi satu menyiksa batin.
"Sakit sekali kepalaku, Ya Allah..!!" Bang Renes meremas dadanya merasakan nafas sudah terasa kian berat.
***
Tengah malam buta, Bang Renes masih terjaga. Ia duduk di depan teras kamar mess nya sendirian.
"Pak.. Saya mau bicara..!!"
"Dira???? Ini tengah malam. Kenapa kamu ada disini?? Disini wilayah laki-laki." Tegur Bang Renes.
"Saya harus bicara sesuatu." Kata Dira malam itu.
"Ada apa?? Cepat katakan..!!!!!!!" Desak Bang Renes.
"Yang Bapak cari bukan Saras, tapi Laras. Semua nama yang di berikan juga palsu. Ada hal yang tidak sesuai dengan hati saya, lagipula saya ingin keluar dari keluarga itu, saya juga ingin menyelamatkan Laras."
"Siapa Laras??? Dimana dia sekarang????" Kepala Bang Renes rasanya mau pecah memikirkan kekisruhan yang masih tergulung seperti benang ruwet.
"Baiklah, saya akan ceritakan. "Delapan bulan yang lalu.........."
...
Bang Renes sungguh tidak menyangka atasannya, Bang Alfred bisa sejahat itu. Orang yang selama ini menjadi target pencariannya. Beliau bekerja sama dengan pihak luar dalam usaha perdagangan senjata ilegal, supplier narkotika juga bandar utama perjudian di kalangan para anggota.
Mobilnya terus berputar mengitari jalur kota kemudian masuk pada sebuah desa kecil yang di sinyalir tempat Laras di sekap. Ia pun menggenggam secarik kertas bertuliskan nama seorang wanita. Wanita yang di sinyalir paham akan setiap pergerakan musuh, rekannya saat menjalani pendidikan khusus di Rusia dan Amerika Serikat, tapi ia enggan menghubunginya.
Lelah dengan perasaannya, Bang Renes menghentikan laju mobilnya. Ia menangis sejadi-jadinya mengingat Laras, ternyata adalah Laras yang ia kenal sebagai adik tingkatnya dalam pendidikan militer dulu.
"Banyak sekali pecahan puzzle hidupku. Kenapa bisa Laras????? Kenapa bisa dia ibu dari anak ku???????" Teriaknya kuat. Hembusan asap rokok sudah memenuhi mobilnya yang tertutup rapat. Ia pun menghubungi sahabatnya. "Wir.. Tolong aku di titik nol enam."
...
cccklllkk..
"Astagaaa.." Bang Wira mengibaskan asap saat membuka mobil milik Bang Renes yang terparkir asal di pinggir jalan.
Bang Arma dan Bang Zeni menahan tubuh juniornya yang tiba-tiba ambruk lemas.
"Sebenarnya ada apa??" Tanya Bang Arma.
"Saya tidak monitor kondisi. Tapi mungkin soal pertunangannya tadi." Tebak Bang Zeni tidak pasti.
"B*****t, perempuan-perempuan b******n..!!" Umpatnya berlinang air mata.
"Ada apa lagi, Ren????" Bang Zeni sampai bingung melihat keadaan juniornya.
"Tenang dulu, cerita lah sama Abang-abangmu ini..!!" Bujuk Bang Arma.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
sri wulandari
makin penasaran.. lanjut kak
2025-08-29
0