Bab 5 Ternyata

Pulang dari supermarket Meldy sudah disibukkan dengan aktifitas nya di dapur untuk memasak dibantu oleh bibi. Kata papanya, tamu mereka hari ini adalah tamu spesial, karena itu adalah sahabat lama sang papa. Jadi Meldy mau memberikan kesan baik kepada keluarga dari sahabat papanya itu.

"Spesial benget ya non tamu tuan nanti malam?." Tanya bibi. Walaupun pandai memasak, tapi jarang sekali bibi melihat Meldy masak sebanyak sekarang.

"Sahabat lama papa bi, udah lama nggak ketemu sama papa, makanya kita harus menyambut mereka dengan baik." Ucap Meldy, terus fokus menyiapkan bahan-bahan opor ayam yang akan dia buat.

"Teman lama toh ceritanya. Yowes lah, kita harus buat menu spesial non." Kedua wanita beda generasi itu sudah tau tugas mereka masing-masing. Jadi tidak perlu banyak tanya, ini akan apa, itu untuk apa dan ini bagaimana.

Hampir dua jam lebih berkecimpung di dapur dengan bahan-bahan masakan mereka. Tak terasa akhirnya masakan itu telah selesai.

"Bi, bibi lanjut sendiri aja nggak apa-apa kan bi? Meldy mau mandi." Ucap Meldy. Hari sudah sore sebentar lagi tamu mereka akan datang.

"Nggak apa non, tinggal nyajikan ke meja makan lagi kok."

"Ya sudah. Meldy tinggal ya bi."

Meldy naik ke kamarnya dilantai atas, masuk kekamar mandi untuk membersihkan diri.

Ditempat lain, keluarga Mahendra sudah akan bersiap dikamar mereka masing-masing. Disini yang terlihat antusias sekali selain papa Edgar adalah Dea. Mendengar anak sahabat papanya itu ada yang laki-laki membuat Dea semakin penasaran dan tak sabar ingin bertemu. Biasalah jiwa-jiwa jomblo.

Yang paling cepat selesai berkemas adalah Danial, memakai pakaian acak dilemari nya. Danial tak terlalu antusias dengan acara seperti ini, tapi apa boleh buat dia tak bisa menolak keinginan kedua orang tuanya apalagi sang bunda.

"Dea mana Dan? Belum siap?." Tanya Bunda Kanaya saat berjalan keluar dari kamarnya.

"Tau tuh bun, lama banget tuh anak." Jawab Danial, duduk disofa sambil memainkan ponselnya.

"Dea, Dee." Panggil bunda mendongak ke arah lantai dua dimana kamar Dea berada.

"Dea udah siap belum? Bunda, papa sama kakak kamu udah siap nih."

"Tunggu bun dikit lagi." Terdengar sahutan suara Dea, gadis itu tergesah-gesah menuruni anak tangga dengan tangannya yang sibuk memakai anting-anting.

"Lama banget lo, kita tinggal baru tau rasa." Ucap Danial si cowok paling on time.

"Lo mah enak, nggak perlu dandan. Lah gue? Kalau buru-buru yang ada nih alis nggak simetris."

"Halah banyak gaya lo. Dandan lama-lama juga nggak ada perubahan tetep jelek lo."

"Buka mata lo lebar-lebar, lihat nih kecantikan gue." Dea tentu tak terima dirinya dikatakan jelek.

"Mau secantik apapun tetap jomblo kan."

"Apa bedanya sama lo? Jomblo juga."

"Jomblo jomblo gini tapi banyak yang naksir ya."

"Ditaksir cegil cegil aja bangga lo."

"Biarin, dari pada nggak ada sama sekali."

"Sudah-sudah iiih. Kok malah pada berantem sih. Ayo berangkat." Kalau tidak dilerai perdebatan kedua anaknya itu akan terus berlanjut. Bunda Kanaya menggandeng pergi anak perempuannya. "Ayo ikut bunda."

Danial tak mau berangkat bareng menggunakan mobil bersama bunda dan papanya, dia lebih memilih menggunakan motor nya sendiri. Bunda Kanaya tak mempermasalahkan hal itu, yang penting Danial mau ikut bersama mereka.

°

Dimeja makan telah tersaji berbagai macam hidangan untuk menyambut kedatangan keluarga sahabat papa Hendra. Melvin dan Meldy pun juga sudah siap.

"Kok belum datang sih pa? Papa udah telpon lagi?." Tanya Melvin, mereka janjian makan malamnya jam tujuh dan ini sudah lewat lima belas menit dari perjanjian.

"Sudah, mereka pagi dijalan. Mungkin macet." Jawab papa Hendra.

Terdengarlah deru suara mobil dan motor memasuki perkarangan kediaman mereka.

"Nah itu sepertinya mereka." Papa Hendra berdiri hendak membukakan pintu, menyambut sahabat lamanya itu. Meldy dan Melvin mengikuti dari belakang.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam, Edgar kamu apa kabar." Papa Hendra memeluk papa Edgar layaknya pelukan laki-laki. Terlihat sekali kedua sahabat itu saling merindukan.

"Baik, kamu sehat Hen?." Papa Edgar menepuk bahu papa Hendra.

"Seperti yang kamu lihat, aku sangat baik."

"Mas Hendra, lama tidak bertemu." Bunda Kanaya ikut menyapa.

Disaat para orang tua melepas rindu, beda dengan anak-anak mereka. Meldy kaget kalau ternyata Dea adalah anak sahabat papanya. Begitu juga dengan Danial dan Melvin, mereka saling mengenal tapi tidak akrab. Ingat kan kalau Melvin hanya memiliki dua teman dekatnya.

"Kak Dea?."

"Meldy?." Kedua perempuan itu benar-benar tak menyangka kalau papa mereka adalah teman lama.

"Kalian saling kenal?." Tanya bunda Kanaya.

"Iya bun. Bunda ingat kan yang kemaren Dea cerita punya teman baru. Ya Meldy ini bun, dia itu sahabat nya Pijar." Jawab Dea.

"Jadi waktu itu kalian keluar bertiga?."

"Iya bun, Meldy ini asik banget tau." Kedua gadis itu tampak langsung akrab.

Beda dengan Danial dan Melvin, walau saling kenal tapi mereka tak sedekat itu untuk saling menyapa.

"Nggak nyangka ya, ternyata dunia ini emang kecil." Ucap papa Hendra senang. "Ayo ayo masuk, kita langsung makan malam aja." Papa Hendra mempersilahkan keluarga sahabat nya itu masuk dan mereka langsung duduk dimeja makan.

"Dimakan Ed, Nay jangan sungkan. Ini semua masakan Meldy loh." Dengan bangga papa Hendra memberi tahu kalau masakan yang akan mereka santap adalah hasil kerja keras putri tercinta.

"Meldy bisa masak nak?." Tanya bunda Kanaya.

"Sedikit tan, baru belajar, ini pun tadi di bantu sama bini." Jawab Meldy tersenyum canggung, biar bagaimanapun dia baru kenal dengan mereka.

"Ini sih bukan baru belajar lagi, kamu udah pinter masak. Coba Dea, masak telur dadar aja gosong." Bunda Kanaya memuji.

"Iih bunda, masa buka aib anaknya." Dea menunduk malu.

"Kenyataan kan." Bunda Kanaya sangat menikmati masakan itu.

"Sepertinya Dea harus belajar masak nih sama Meldy." Celetuk papa Edgar.

"Yang ada dapur kebakaran pa." Saut Danial dengan wajah datar nya.

"Diam lo." Dea langsung menunjukkan wajah kesalnya.

"Sudah-sudah, ingat ini bukan dirumah." Tegur bunda Dian.

"Oh iya, Melvin juga sekolah di Citra Bangsa kan? Kalian nggak saling kenal?." Tanya papa Edgar. Sebelum datang dia sempat bertanya-tanya dengan papa Hendra mengenai kedua anaknya.

"Iya om kenal kok. Siapa yang nggak kenal Danial. Tapi kita beda jurusan, ya kenalnya cuma sekedar kenal aja." Jawab Melvin. Memang Melvin dan Danial mempunyai circle mereka masing-masing.

"Jadi lo sekolah di Citra Bangsa juga?." Tanya Dea tak percaya. Kenapa dia bisa melewatkan cowok se tampan Melvin di SMA Citra Bangsa.

"Iya." Jawab Melvin tersenyum.

"Kok gue nggak pernah lIhat lo?."

"Kita beda jurusan, tapi gue sering lihat lo kok."

"Masa sih?." Dea senyum-senyum sendiri.

"Jangan ganjen lo." Danial mengusap kasar wajah adik kembarnya itu.

"Nggak nyangka ya, ternyata kak Melvin sama kak Dea satu sekolahan." Ucap Meldy, hanya menyebut Dea karena entah mengapa dia tak suka melihat gaya Danial yang tampak seperti sok cuek itu.

"Emangnya Meldy nggak sekolah disana juga?." Tanya bunda Kanaya.

"Nggak tan, Meldy satu sekolah sama Pijar." Jawab Meldy sopan.

Banyak hal yang mereka bicarakan, hingga akhirnya makan malam itu telah selesai. Lalu pembicaraan mereka berlanjut di ruang tamu. Hanya saja, Danial yang gampang bosan pamit pergi dengan alasan ada tugas sekolah yang belum dia selesaikan. Sementara itu Meldy mengajak Dea ke kamarnya, biar saja para orang tua itu dengan pembahasan mereka.

"Nggak nyangka ya, ternyata papa kita saling kenal." Ucap Dea, duduk bersila diatas kasur Meldy sambil memeluk sebuah boneka.

"Itu yang namanya takdir kak. Oh ya, kak Dea mau buah nggak? Biat Meldy ambilin ke bawah." Tawar Meldy, tak mungkin kan mereka ngobrol tak didampingi cemilan.

"Nggak usah, udah kenyang banget gue."

"Yakin nih lo kak?."

"Iya yakin."

Meldy ikut duduk di kasur, disamping Dea. "Kakak nggak kenal sama kak Melvin ya?." Tanya Meldy.

Dea mengangguk. "Jurusan gue sama abang lo itu jaraknya jauh. Btw, kakak lo udah punya pacar belum sih?." Tanya Dea.

"Kayaknya udah sih, aku sempat beberapa kali denger kak Melvin telponan gitu sama cewek. Tapi waktu aku tanya dia nggak mau jawab. Kenapa emangnya kak?."

"Ha? Nggak, nggak apa-apa kok." Jawab Dea.

"Belum berjuang tapi udah patah hati aja." Batin Dea, ternyata gadis itu tertarik dengan Melvin.

°

"Kamu nggak ada niat menikah lagi Hen setelah kepergian Widuri?." Tanya papa Edgar.

Papa Hendra tersenyum sebelum menjawab. "Nggak, Widuri wanita satu-satunya yang aku cintai. Sekarang aku memilih fokus membesar kan kedua anak-anak ku. Aku takut, kalau aku menikah lagi, nantinya istri ku dan kedua anak ku tidak menemukan kecocokan."

"Saya salut sama kamu mas, diluar sana banyak laki-laki yang hanya mementingkan kebahagiaan nya sendiri tanpa memikirkan anak-anak nya. Tapi kamu memilih setia dengan cinta kamu." Ucap bunda Kanaya.

"Ini sudah pilihan ku Nay, melihat Melvin dan Meldy tubuh dengan baik itu sudah lebih dari cukup buat aku." Papa Hendra terdiam sejenak. "Sebenarnya ada satu hal yang ingin aku sampaikan sama kalian berdua, itu kenapa aku mengundang kalian makan malam bersama. Selain melepas rindu dengan sahabat lama, aku jiga ingin menanyakan sesuatu."

"Apa itu Hen?." Tanya papa Edgar.

"Ini mengenai perjanjian kita dulu waktu masa kuliah, apa kamu masih ingat?."

Papa Edgar tampak berpikir sejenak lalu tersenyum. "Ternyata kamu juga masih mengingat nya?."

"Tentu. Jadi gimana?."

"Perjanjian apa pa?." Tanya bunda Kanaya, ingin tau perjanjian apa yang suami nya itu buat dengan papa Hendra.

"Perjanjian dimana kita akan menjodohkan putra pertama kita dengan putri Hendra bun." Jawab papa Edgar.

"Maksudnya Danial sama Meldy pa?." Tanya bunda Kanaya lagi.

"Iya bun."

"Kamu keberatan Nay?." Tanya papa Hendra.

"Nggak mas, nggak sama sekali, malah aku senang punya menantu seperti Meldy. Entah kenapa, walaupun baru bertemu aku langsung suka sama anak kamu itu mas Hendra. Tapi..... Danial, dia anaknya sangat cuek, aku takut Meldy akan sakit hati dibuatnya." Tentu bunda Kanaya sangat paham betul dengan sifat anak laki-laki nya itu.

"Kita nggak usah mikir itu dulu. Kita coba dekatkan mereka dulu, mana tau cocok. Walaupun seperti itu, Danial adalah tipikal laki-laki yang menghargai wanita." Sambung papa Edgar.

"Mmm, kamu tau kan Gar kondisi ku saat ini. Meldy yang sangat aku khawatirkan. Kalau Melvin, dia laki-laki pasti dia bisa jaga dirinya sendiri." Ucap papa Hendra, raut wajahnya berubah menjadi muram.

"Hen, kamu tidak boleh bicara begitu. Kamu pasti akan mendampingi Meldy sampai dia dewasa nantinya."

"Entahlah Gar, aku juga tak yakin."

Terpopuler

Comments

Ritsu-4

Ritsu-4

Keren thor, jangan berhenti menulis! ❤️

2025-08-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!