Disekolah, hanya ada satu perempuan yang bisa dekat dengan Danial, yaitu saudara kembarnya Deandra. Dan hanya Deandra pula lah yang bisa bebas ngobrol dengan Danial.
"Bolos lagi lo ya?." Tanpa izin Deandra ikut duduk dan bergabung dengan tiga laki-laki tampan itu. Sekarang mereka tengah menikmati makan siang di kantin sekolah.
"Gue aduin bunda baru tau rasa lo." Danial tak menghiraukan ocehan adik kembarnya itu. Mulut nya sibuk mengunyah kentang goreng yang ada dihadapannya.
"Danial, dengar gue nggak sih."
"Ribut lo." Danial menyumpal mulut Deandra dengan stik kentang miliknya hingga penuh.
"Gue ngomong Danial, kenapa malah dikasih kentang sih." Deandra terus mengoceh, meski ucapannya tak jelas terdengar karena mulut yang penuh.
"Mau minum nggak De?." Dengan polosnya Alvi menawarkan minuman.
"Diam lo. Kalian berdua juga, kenapa ngajak-ngajak Danial bolos." Alvi dan Deon yang sekarang jadi sasaran ocehan Dea.
"Lo sih Vi, udah bagus kita diem aja." Deon menoyor jidat Alvi.
"Salah gue? Padahal cuma nawarin minum doang tau." Alvi mengusap-usap jidatnya bekas jitakan Deon.
"Kayak yang nggak tau Dea aja lo. Kalau dia lagi ngomelin Danial, lebih baik kita diam, kalau nggak ya kayak gini jadinya. Kita yang jadi sasaran." Deon berbisik, tak ingin ucapan nya didengar oleh Dea. Kalau sampai didengar, habis sudah, ocehan Dea akan semakin panjang lagi.
"Bisik-bisik apa kalian?." Dea menatap keduanya dengan tatapan mengintimidasi.
"Nggak, nggak ngomong apa-apa. Gue cuma bilang, bakso ini enak banget, iya kan Vi." Elak Deon, menyenggol lengan Alvi.
"Ha? I iya De, enak tau baksonya. Mau coba nggak?."
"Dasar aneh. Kok lo betah sih temenan sama mereka?." Dea menyomot stik kentang milik Danial.
"Setidaknya mereka nggak berisik kayak lo." Danial berdiri, lalu beranjak dari sana.
"Jangan bolos lagi lo." Teriak Dea, karena jarak Danial sudah lumayan jauh. Jangan kan menjawab, menoleh saja Danial tidak.
"Kalian berdua, awasin Danial. Awas aja kalau sampai dia bolos lagi." Dea mengacungkan tinju nya.
"Nggak janji deh De, kita lebih baik lo maki-maki dari pada habis dihajar Danial. Lo tau sendiri kan abang lo itu gimana?." Alvi mengangkat kedua tangannya.
"Lemah banget sih kalian." Dea pun ikut pergi dari sana.
Dea dan Danial memang tidak berada disatu kelas yang sama. Danial memilih jurusan IPS sedangkan Dea lebih suka pelajaran hitung-hitungan, maka itu dia mengambil jurusan IPA.
"Pusing gue ngadepin saudara kembar itu." Alvi mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Nikmati aja." Deon malah ikutan mengusak rambut Alvi.
"Anjim, kenapa lo malah berantakin rambut gue." Alvi berdecak kesal.
"Rambut gue rapi, sayang kalau diberantakin." Jawab Deon tanpa rasa bersalah.
°°
Baru saja masuk kelas, seperti biasa meja belajar Danial sudah dipenuhi oleh bunga dan coklat. "Vi, mau cokelat nggak lo?." Danial memanggil Alvi.
"Mau dong, pamali nolak rejeki." Dengan senang hati tentunya Alvi mengambil beberapa cokelat pemberian fans Danial.
"Bagi dong Vi, jangan maruk lah." Deon merebut cokelat dari tangan Alvi.
"Ambil sendiri lah, itu masih banyak di meja Danial."
"Pelit lo." Gantian Deon yang menghampiri meja Danial. "Masih ada nggak Dan?."
"Tuh masih banyak. Sekalian, bunga-bunga itu tolong lo buang. Sumpek mata gue lihat nya."
Inilah enaknya berteman dengan Danial. Semua hadiah pemberian fans nya tak ada satupun yang diambil oleh Danial. Maka, Alvi dan Deon lah yang dengan lapang dada menikmati hadiah-hadiah itu. Jika berupa makanan, maka mereka berdua yang akan memakannya. Tapi yang berupa barang, mereka akan menyimpan nya. Sayang jika harus dibuang.
"Danial, kok cokelat nya dikasih mereka sih." Salah satu murid perempuan protes. Tak terima cokelat malah yang dia beli khusus untuk Danial malah dimakan orang lain.
"Gue nggak minta lo buat kasih gue cokelat." Jawab Danial.
"Tapi Dan, itu gue beli khusus buat lo tau."
"Pergi dari hadapan gue, atau lo tau akibatnya." Tatapan tajam dari sorot mata Danial akan membuat mengeri setiap yang melihatnya.
Perempuan itu, memilih pergi dari pada harus membuat Danial emosi. "Lain kali, lo harus terima pemberian gue." Perempuan bernama Gadis itu pergi dengan kesal. Berjalan dengan menghentak-hentakan kaki nya.
"Dari pada lo ngejar cinta Danial yang nggak kunjung kesampaian, mending jadi pacar gue. Nggak kalah ganteng kok." Ucap Alvi, bilang saja mau mengejek Gadis.
"Pede banget lo, dilihat dari segi mana pun nggak ada yang ganteng." Saut Gadis.
"Belum tau aja lo ke gantengan gue."
"Nggak tau dan nggak mau tau. Siniin cokelat gue." Gadis merebut cokelat pemberian nya yang diambil oleh Deon.
"Gadis cokelat gue." Baru akan membuka bungkus cokelat itu, malah direbut.
"Sejak kapan cokelat ini punya lo. Ini gue yang beli ya, masih ada bukti pembeliannya." Gadis membuka cokelat itu dan memakannya sendiri.
"Cewek pelit. Barang yang udah dikasih nggak boleh diambil lagi." Protes Deon.
"Iya tuh, makanya Danial nggak mau sama lo. Pelit sih." Ucap Alvi.
"Bodo amat. Yang penting cokelat mahal gue nggak masuk lambung kalian."
Danial tak menghiraukan keributan teman-temannya itu, dia lebih memilih merebahkan kepalanya diatas meja dan tidur, mumpung guru yang mengajar belum masuk kelas.
°°
Disekolah yang berbeda, gadis bernama Meldy sedang fokus mendengarkan penjelasan guru. Gadis kelas satu SMA itu adalah murid terpintar dikelasnya. Sejak SD, Meldy selalu mendapatkan rengking pertama dikelasnya.
Meldy memiliki seorang sahabat bernama Pijar, walaupun tak sepintar Meldy, tapi Pijar adalah sahabat terbaik yang Meldy miliki.
"Mel, nanti malam ikut nggak?." Bicara dengan berbisik-bisik karena sekarang masih dalam proses pembelajaran.
"Kemana?."
"Cafe biasa."
"Nggak lah, gue mau belajar."
"Ya elah Mel, ini malam minggu tau, masa lo masih belajar. Sekali sekali doang Mel. Mau ya, ya ya ya ya." Pijar bergelayut dilengan Meldy.
"Iya deh iya. Tapi lo jemput gue ya." Akhirnya Meldy menerima ajakan Pijar.
"Gitu dong, baru sahabat gue." Pijar tersenyum girang, jarang-jarang manusia seperti Meldy mau dia ajak keluar.
°°
"Sore kak Melvin." Sapa Pijar. Dia sudah akrab dengan keluarga Meldy termasuk dengan Melvin.
"Sore Pijar, cantik banget mau kemana nih?." Melvin menghentikan aktivitasnya mencuci mobil.
"Biasalah kak, malam mingguan. Btw kak Melvin rajin amat sore-sore nyuci mobil."
"Nggak rajin kok, gini doang."
"Meldy didalam kak?."
"Iya, masuk aja gih. Paling masih dikamar."
"Kalau gitu Pijar masuk ya kak."
"Oke." Melvin melanjutkan aktifitas sorenya mencuci mobil.
Sementara itu, Pijar berjalan langsung masuk kedalam kamar Meldy yang berada dilantai dua rumah mewah itu. Tak dikunci kok, karena itu kebiasaan Meldy, tak pernah mengunci pintu kamarnya kalau dia sedang dirumah. Kalau pun keluar juga jarang dikunci.
"Meldy, ya ampun. Lo belum siap-siap?." Pijar mendapati sahabat nya itu sedang duduk santai di atas kasur sambil membaca novel.
"Berisik lo. Lagian kita janjian nya malam kan? Lah ini baru setengah enam Pijar." Meldy melirik jam tangannya.
"Ya, tapi lo harus siap-siap kan? Pasti lo belum mandi."
"Belum." Jawab Meldy santai.
Pijar merebut paksa novel yang sedang dibaca Meldy. "Pijar novel gue. Lagi seru itu." Meldy berusaha merebut kembali novel nya.
"Nggak, mandi sana. Nanti juga bisa lanjut lagi."
Pijar menarik tangan Meldy, mendorong tubuh sahabat nya itu untuk masuk kedalam kamar mandi. "Mandi yang bersih dan jangan lama-lama." Pijar lalu menutup pintu kamar mandi.
"Handuk gue Pijaar." Teriak Meldy dari dalam.
"Mandi aja dulu, nanti gue ambilin."
Hanya butuh beberapa menit saja, Meldy telah keluar dari kamar mandi, lalu masuk kedalam walk in closet untuk berganti pakaian.
Tak perlu berdandan yang ribet-ribet. Dengan baju kaos dan celana jeans serta sepatu kets nya, Meldy telah siap. Walaupun dandan sederhana, tapi tak bisa mengurangi kecantikan Meldy.
"Let's go." Pijar menggandeng tangan Meldy.
Menuruni anak tangga, kedua bersahabat itu siap untuk pergi jalan-jalan dimalam minggu yang cerah ini. Itu sih kata Pijar, kalau Meldy sih biasa aja ya.
"Kak kita pamit pergi ya." Meldy berpamitan dengan Melvin yang sedang duduk santai diteras rumah. Sepertinya kecapean habis mencuci mobilnya.
"Hati-hati ya kalian. Jangan pulang malam-malam."
"Kakak nggak keluar?." Tanya Pijar kepada Melvin.
"Iya, nanti. Kakak aja belum mandi."
"Nggak mandi pun kak Melvin tetap ganteng kok." Ucap Pijar.
"Bisa aja kamu."
"Udah ah, ayo. Jangan gombalin kakak gue mulu lo." Meldy menarik Pijar supaya masuk kedalam mobilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Alhida
Aduh, hatiku berdebar-debar pas baca cerita ini, author keren abis!
2025-08-27
0