Kriiiiiinng........
"Dering ponsel memecah kesunyian sore itu .
Dengan sedikit tergesa, Ayu menjawab panggilan itu.
"Assalamualaikum," sapaan Ayu lembut. "Wa'alaikumsalam, Yu. ! Aku ada kabar buruk. Pakde Yadi meninggal siang tadi," ...kata suara di seberang, membuat hati Ayu seperti ditusuk.
"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un... Kapan, Kang?" tanya Ayu, suaranya bergetar menahan tangis.
"Siang tadi, setelah sholat Dzuhur. Beliau sudah tidak ada lagi setelah sholat," jawab suara itu lirih."
Ya yang menlfon ayu adalah Ahmad Rifa'i sahabat ayu.
Ahmad dan Ayu sudah bersahabat sejak Ayu masih duduk di bangku SMA sedangkan Ahmad sudah masuk ke perguruan tinggi. Dan kini mereka sudah sama sama bekerja. Lebih tepatnya mereka bersahabatan sudah 10 tahun lamanya.
Ayu memasuki rumah duka yang sudah di penuhi dengan keluarga dan tetangga. dan
Rifa'i sudah ada di sana, tepat duduk di sebelah keluarga. Ayu pun langsung ikut bergabung dan memberi salam.
"assalamualaikum ... sapa Ayu kepada keluarga dan semua pengunjung takziah yang ada di ruangan itu.
"wa'alaikumsalam.... ! jawab mereka serempak
"Ayu... kesini sama siapa?" tanya salah satu keluarga dengan suara lembut.
"Sendirian, Mbak," jawab Ayu, menundukkan kepala.
"Pakde meninggal jam berapa, Mbak?" tanya Ayu kepada Mbak Hasna, yang terlihat menahan tangis.
"Siang tadi yu, setelah sholat Dzuhur. Beliau sudah tidak ada lagi setelah sholat," jawab Mbak Hasna, suaranya tercekat."
Ayu duduk termenung, matanya kosong memandang ke depan, sementara di dalam hatinya ada pergulatan emosi yang tak terkatakan.ayu teringat semua kenangan-kenangan bersama pakde Yadi semasa beliau masih hidup. pakde Yadi adalah sosok seorang yang sangat baik dan banyak memberikan inspirasi buat Ayu. bisa terbilang pakde Yadi adalah ayah kedua bagi Ayu.keluarga pakde Yadi juga sangat dekat dengan Ayu .mereka mulai dekat sejak Ayu mulai mengenal Rifa'i.
ya pakde Yadi adalah keluarga Rifa'i.dulu Rifa'i mengenalkan Ayu ke keluarganya saat Rifa'i masih mengajar pramuka di sekolah Ayu. dan itu awal pertemuan Ayu dengan Rifa'i. Ayu di kenalkan ke keluarga Rifa'i karena waktu itu Ayu sedang membantu Rifa'i mengambil alat alat pramuka yang ada di rumah keponakan Rifa'i yaitu anak dari pakde Yadi.
𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵 𝘬𝘦 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘢𝘥𝘪
Suara-suara lirih dari para tetangga yang melayat menjadi latar belakang yang sunyi, mengiringi kesedihan yang mendalam. Ketika proses pemandian dan pemakaian kain kafan selesai, suasana semakin khidmat. Saat pemberangkatan jenazah, Ayu bangkit, mengikuti iring-iringan dengan langkah perlahan.
Ayu, Rifa'i, dan keluarga duka berjalan mengikuti prosesi pemakaman. Suasana hening dan khidmat menyelimuti perjalanan menuju tempat peristirahatan terakhir Pakde Yadi. Ayu menundukkan kepala, matanya basah menahan tangis. Rifa'i berjalan di sampingnya, memberikan dukungan diam-diam.
Saat jenazah Pakde Yadi diturunkan ke dalam liang lahat, Ayu merasa seperti hatinya ikut terkubur. Mbak Hasna, anak Pakde Yadi, membacakan doa dengan suara yang bergetar. Setelah itu, semua orang melemparkan tanah ke dalam kubur, diikuti dengan kalimat 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un'.
Ayu merasa sedih, tapi juga merasa damai karena Pakde Yadi telah kembali kepada-Nya. Prosesi pemakaman diakhiri dengan doa bersama, dan semua orang memberikan penghormatan terakhir kepada Pakde Yadi."
××××
Pemakaman pun usai, Ayu, Rifa'i, dan para kerabat menuju kembali ke arah pulang dengan langkah perlahan dan suasana yang masih hening. Mereka berjalan dengan kepala tertunduk, masing-masing membawa kesedihan dan kenangan akan kepergian Pakde Yadi.
"Yuuuu...," panggil Rifa'i saat Ayu sudah mulai jalan.
"Iya kang," jawab Ayu dengan nada lemah dan masih ada sisa tangis. "
Kamu sama siapa tadi?" tanya Rifa'i saat sudah berada di sebelah Ayu.
"Sendirian, Kang. Aku langsung kesini setelah dengar kabar tentang Pakde Yadi," jawab Ayu, suaranya masih terdengar sedih. Rifa'i mengangguk paham, lalu membaringkan tangan di bahu Ayu, memberikan dukungan dan menghibur sahabatnya yang masih berduka. "Aku senang kamu ada di sini, Yu. Ini sangat berarti bagi keluarga Pakde Yadi," kata Rifa'i dengan suara lembut. Ayu hanya mengangguk, merasa sedikit lega dengan kehadiran Rifa'i di sampingnya.
"Ini kamu langsung mau pulang apa mau mampir ke rumah Bude Rum dulu?" kata Rifa'i sambil terus berjalan.
"Aku langsung pulang aja, Kang, masih banyak kerjaan di rumah," kata Ayu, suaranya masih terdengar lemah setelah prosesi pemakaman. Rifa'i mengangguk paham, "Baiklah, Yu. Kalau begitu aku antar kamu sampai rumah." Ayu tersenyum sedikit, merasa berterima kasih atas perhatian Rifa'i. "Tidak usah, Kang. Aku bisa sendiri," jawab Ayu, meskipun sebenarnya dia merasa lebih baik jika ditemani.
Ayu dan Rifa'i berpisah di persimpangan jalan, karena Rifa'i memutuskan untuk kembali ke rumah duka untuk memberikan dukungan lebih lanjut kepada keluarga Pakde Yadi. "Aku balik lagi ke rumah pakde ya Yu. Kamu benar-benar bisa pulang sendiri?" tanya Rifa'i memastikan.
Ayu mengangguk, "Iya, Kang. Aku bisa sendiri. Terima kasih ya," jawab Ayu, merasa sedikit lebih tenang. Rifa'i tersenyum dan mengangguk, "Baiklah, hati-hati di jalan." Lalu, Rifa'i berbalik arah dan kembali ke rumah duka, sementara Ayu melanjutkan perjalanan pulang dengan langkah perlahan, masih merenungkan kepergian Pakde Yadi.
Sesampainya di rumah, Ayu langsung melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Dengan langkah yang masih berat karena kesedihan, Ayu memasuki warung sembakonya yang juga berfungsi sebagai warung makan sederhana di rumahnya. Dia mulai mengatur kembali barang-barang dagangan yang berantakan dan mempersiapkan menu untuk hari itu. Meskipun pikirannya masih dipenuhi dengan kenangan akan Pakde Yadi, Ayu berusaha untuk fokus pada pekerjaannya agar bisa melayani pelanggan dengan baik. "Aku harus kuat," bisik Ayu pada dirinya sendiri, sambil mulai menyiapkan dagangan dan membersihkan warung.
Warung sembako Ayu biasanya mulai buka dari selepas sholat subuh, sehingga Ayu sudah terbiasa bangun pagi untuk menyiapkan semuanya. Sementara itu, warung makannya mulai dibuka sehabis Dzuhur, jadi Ayu biasanya mulai menyiapkan bahan-bahan yang akan diolah untuk dijual pada siang hari. Dengan keahlian memasak yang dimiliki, Ayu bisa menyajikan berbagai hidangan lezat untuk para pelanggan setianya. Hari ini, meskipun kesedihan masih menyelimuti, Ayu berusaha untuk tetap menjalankan rutinitasnya dengan baik, demi menjaga warung dan pelanggannya.
Satu demi satu pelanggan Ayu mulai berdatangan, sambil menyiapkan masakan yang belum jadi, Ayu melayani pelanggan dengan sangat ramah.
"Yuuu... Masak apa kamu hari ini?" tanya salah satu pelanggan Ayu, yang sudah seperti keluarga sendiri.
"Hari ini aku masak nasi goreng spesial dan gudeg, Mbak. Mau coba?" jawab Ayu dengan senyum cerah. Pelanggan itu tersenyum dan memesan nasi goreng spesial, sementara Ayu dengan cekatan mulai menyiapkan pesanan. "Sambil menunggu, mau pesan es teh atau kopi?" tanya Ayu lagi, menunjukkan pelayanannya yang ramah dan atensi terhadap detail.
"Sambel telor sama tempe orek belum mateng, iya yu. Bapaknya anak-anak pengen makan itu, katanya..." kata pelanggan itu sambil memperhatikan Ayu yang sibuk di dapur.
"Ini masih aku bikinin, bumbu bude belum mateng..." jawab Ayu sambil terus memasak.
"Tumben kamu jam segini belum beres-an?" tanya pelanggan itu dengan sedikit heran.
"Iya, Bude, tadi aku tinggal takziah ke rumah pakde aku dulu," jawab Ayu, menjelaskan keterlambatan persiapan masakannya hari itu. Pelanggan itu mengangguk paham,
"Oh, ya sudah, aku tahu. Semoga Pakde-mu tenang di sisi-Nya," tambahnya dengan penuh simpati.
"Iya, Bude, makasih... Ini gimana, Bude? Jadi pesen makan apa?" tanya Ayu sambil menyajikan hidangan.
"Aku nunggu tempe orek sama telur balado-mu aja, yu. Gak papa agak nanti, belum mau dimakan juga kok," jawab pelanggan itu dengan santai. Ayu tersenyum dan mengangguk,
"Baik, Bude. Aku akan siapkan dulu, nanti aku antar ke rumah bude iya "
Pelanggan itu mengangguk puas dan melanjutkan obrolan ringan dengan Ayu .
Pagi itu Ayu mulai aktivitas seperti biasa, tapi hari ini berbeda karena Ayu memutuskan untuk tidak membuka warung dan tokonya. Sebaliknya, Ayu memilih untuk menjenguk sahabatnya yang sedang sakit di rumah sakit. Ayu pergi ke rumah sakit menggunakan sepeda motor .
Sesampai di rumah sakit, Ayu langsung menuju ke ruang rawat di mana sahabatnya itu dirawat. Dengan langkah yang tenang, Ayu memasuki ruang rawat dan menyapa sahabatnya dengan senyum hangat.
assalamualaikum... haiiii Bagaimana kabar kamu hari ini?" tanya Ayu sambil memeriksa kondisi sahabatnya dengan penuh perhatian. Sahabatnya tersenyum lemah dan membalas sapaan Ayu.
" Aku sudah mulai membaik, Mbak, cuma masih agak pusing sama lemes aja, terus kadang dada juga masih sering nyeri," jawab Linda dengan suara lemah.
Ayu mendengarkan dengan penuh perhatian, wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Semoga cepat sembuh, ya. Aku khawatir banget sama kamu," kata Ayu sambil memegang tangan Linda dengan lembut.
Ayu dan Linda memang telah bersahabat sejak SMP, dan persahabatan mereka sangat erat. Ayu tahu betul kondisi Linda yang menderita tumor otak stadium 2, dan dia berusaha untuk selalu ada di samping Linda dalam setiap situasi.
"Aku ada di sini untukmu, Linda. Jangan khawatir, kita akan melalui ini bersama," kata Ayu dengan suara yang penuh empati. Linda tersenyum lemah, merasa sedikit lega dengan kehadiran Ayu.Mereka pun mulai berbincang santai dan penuh canda tawa.
Tiba-tiba terdengar suara notif dari HP Linda, "meeongg"...
Suara tanda ada pesan masuk. Linda yang sudah tahu itu notif pesan dari siapa langsung semangat buat melihat pesan itu.
"Ciieeee, siapa itu? Semangat banget buka pesannya," ejek Ayu sambil tertawa. "Hehehehe, ada deehhh," jawab Linda sambil senyum bahagia.
Sepintas Ayu melihat foto profil yang mengirim pesan ke Linda saat itu. Foto profil tersebut menunjukkan seorang laki-laki tampan dengan senyum menawan. Ayu langsung penasaran,
"Eeehhh Lin, coba lihat siapa cowok itu," kata Ayu dengan wajah serius dan cukup tegang. Linda tersenyum malu-malu, "Hehehehe, ini Mbak, maaf belum cerita, kita baru jalani hubungan, belum lama, baru 2 bulan lah, kurang lebihnya," katanya sambil tetap tersenyum.
Ayu pun meminta dan melihat foto itu seketika jantung Ayu seakan berhenti berdetak saat sudah mendapati siapa cowok di foto profil itu.
"Deeggggg.....
Kamu pacaran sama dia, Lin?" kata Ayu dengan suara yang terkejut dan tidak percaya. Ayu sepertinya mengenal cowok di foto profil itu, dan reaksi Ayu menunjukkan bahwa ada sesuatu pada cowok itu
"Hehehehee, iya Mbak... Kenapa Mbak, kenal sama dia?" tanya Linda dengan rasa penasaran.
"Iya, kenal banget, malah dia sahabat aku, namanya Ahmad Rifa'i, kan?" kata Ayu menjelaskan.
Linda terkejut mendengar jawaban Ayu, "Wah, kok bisa ya?" Linda tidak menyangka bahwa Rifa'i, cowok yang sedang dia kencani, ternyata adalah sahabat baik Ayu.
Ayu melanjutkan, "Iya, kita berteman sejak kuliah, Rifa'i itu orangnya baik dan humoris. Tapi aku tidak tahu kalau dia punya hubungan dengan kamu, Lin." Linda tersenyum malu-malu, merasa sedikit awkward karena Ayu tidak tahu tentang hubungan mereka sebelumnya. "Baru jalanin hubungan, Mbak, belum cerita ke kamu karena belum lama," jelas Linda. Ayu mengangguk paham,
Ayu mencoba untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan rasa sakit di hatinya, tapi dia tidak bisa menyembunyikan perasaan kecewa dan sedih yang mulai muncul. Ternyata selama ini Ayu diam-diam menyimpan perasaan untuk Rifa'i, tapi tidak berani mengungkapkan perasaan itu. Sekarang, Rifa'i sudah memiliki hubungan dengan Linda, sahabat baiknya sendiri.
Ayu merasa seperti sedang mengalami dilema batin, antara kesetiaan kepada sahabatnya dan perasaan yang tidak bisa diungkapkan. Dia tidak tahu bagaimana harus bereaksi atau menghadapi situasi ini. Linda, yang tidak menyadari perasaan Ayu, terus berbicara dengan gembira tentang hubungannya dengan Rifa'i, membuat Ayu semakin sulit untuk menyembunyikan perasaannya.
"Iya, bang Rifa'i emang sangat baik orangnya, dan dia juga sebelumnya belum pernah pacaran, dia laki-laki yang sholeh. Kamu pasti bahagia kalau hidup sama dia," kata Ayu dengan senyum yang terlihat tulus, namun di balik senyum itu, Ayu menyembunyikan rasa sakit dan kekecewaan yang mendalam. Ayu berusaha untuk menjadi sahabat yang baik bagi Linda, meskipun hatinya sedang terluka. Linda tidak menyadari perasaan Ayu dan hanya tersenyum bahagia mendengar pujian tentang Rifa'i dari Ayu.
"Iya, Mbak, aku merasa sangat beruntung bisa bertemu dengan dia," jawab Linda dengan penuh rasa syukur.
Mereka pun terus mengobrol membicarakan Rifa'i hingga tak terasa hari sudah mulai sore dan keluarga Linda juga sudah ada yang datang untuk menunggu Linda. Ayu pun mulai berpamitan untuk pulang, "Ya udah, Lin, aku pamit dulu ya, aku ada urusan lain di rumah," kata Ayu sambil berdiri dari tempat duduknya. Linda mengangguk dan membalas, "Iya, Mbak, makasih ya sudah datang, aku senang banget kamu bisa nemenin aku." Ayu tersenyum dan memeluk Linda, "Aku selalu ada untuk kamu, Lin, cepat sembuh ya." Dengan perasaan yang campur aduk, Ayu meninggalkan rumah sakit dan menuju ke sepeda motor nya untuk pulang.
𝘧𝘭𝘢𝘴𝘩𝘣𝘢𝘤𝘬
Di sisi lain, Linda dan Rifa'i masih terus bertukar pesan dengan penuh rasa bahagia. Sampai akhirnya, Linda bertanya dan bercerita tentang Ayu kepada Rifa'i,
"Sayang, aku tadi kedatangan sahabatku, Ayu. Dia baik banget, sama sekali nggak nyangka kamu ternyata temennya," kata Linda dengan nada yang ceria. Rifa'i membalas dengan singkat,
"Ayu siapa yang...? Ayu anindia maksut kamu? ... tanya Rifa'i dengan rasa kaget.
" iya yang...." jawab Linda dengan penuh kelembutan.
"Oh iya, Ayu. Dia memang baik, kita temenan sejak aku kuliah."
Linda penasaran,
"Kamu nggak cerita tentang aku ke dia?" Rifa'i menjawab, "Belum, aku belum sempat. Tapi kayaknya dia tahu tentang kita sekarang." Linda tersenyum, "Iya, mungkin karena dia lihat kita chat tadi." Rifa'i membalas dengan kalimat yang membuat Linda merasa spesial, "Aku sayang kamu, Linda." Linda balas, "Aku juga sayang kamu, Rifa'i."
Mereka pun terus mengobrol sampai larut malam, dan waktunya sudah buat Linda istirahat.
"Sayang, udah malam, kamu harus istirahat ya. Besok aku janji nemenin kamu di sana " kata Rifa'i dengan nada yang penuh perhatian. Linda membalas, "Iya, sayang. Aku juga capek. Besok kamu datang kesini ya?" Rifa'i menjawab, "Iya, inshallah aku datang. Kamu tidur yang nyenyak, aku sayang kamu." Linda tersenyum dan membalas, "Aku sayang kamu juga." Setelah itu, mereka berdua mengucapkan selamat malam dan berjanji untuk bertemu esok hari. Linda pun memejamkan mata dan tidur dengan perasaan bahagia, sementara Rifa'i melanjutkan pekerjaan nya lagi.
×××××
Di tempat lain, Ayu sedang bergulat dengan hati dan pikirannya, mencoba untuk memproses perasaan yang dia rasakan tentang Rifa'i dan Linda. Tiba-tiba, bunyi notif pesan dari HP-nya berbunyi, memecah kesunyian di ruangan. Ayu melihat layar HP-nya dan ternyata yang mengirim pesan adalah sahabatnya, Ardi.
"Hai, Ayu. Gimana kabar kamu ?" tulis Ardi dalam pesan tersebut. Ayu merasa sedikit lega dengan gangguan yang datang, dan dia membalas pesan Ardi dengan harapan bisa mengalihkan pikirannya sejenak dari rasa sakit yang dia rasakan. "Hai, Ardi. Kabar baik. Kamu?" balas Ayu.
Aku baik-baik aja... Lagi di rumah, kamu? Balas Ardi dengan nada yang santai. Ayu membalas, "Aku juga di rumah..."
"aku boleh ke situ gak?" tanya ardi dengan nada yang lembut. Ayu menyambut baik, "Boleh banget, aku tungguin kamu di rumah, datang aja ya." Ardi tersenyum dan membalas, "Oke, aku kesana sekarang." Dengan perasaan yang sangat senang Ardi menuju ke rumah Ayu.
Tak butuh waktu lama, Ardi sampai di rumah Ayu. Saat itu Ayu sedang duduk termenung sendirian di teras rumah. "Hai, yu... Kenapa kok bengong sendirian? Kesambet lo ntar," canda Ardi ke Ayu. "Gak papa, lagi pengen aja," jawab Ayu dengan nada yang lembut. "Emm, sini ikut duduk," kata Ayu sambil mempersilahkan Ardi duduk di sampingnya. Ardi tersenyum dan duduk di sebelah Ayu. "Kita keluar aja yuk," kata Ardi, mencoba mengalihkan perhatian Ayu. "Kemana?" tanya Ayu, penasaran. "Ke warung seblak favorit kita, gimana?" ajak Ardi dengan senyum ceria. Ayu tersenyum dan mengangguk, "Oke, aku lapar juga nih." Dengan senyum yang lebih cerah,
Ayu pun langsung masuk ke dalam rumah untuk berganti pakaian dan mengambil tas. Tak butuh waktu lama, Ayu sudah keluar, kali ini Ayu memakai kaos warna hitam lengkap dengan setelan rok panjang yang biasa disebut hanrok, dan jilbab segi empat yang rapi. Ayu memang lebih suka menggunakan hanrok daripada celana, karena merasa lebih nyaman dan sesuai dengan gaya pribadinya. Dengan penampilan yang sederhana namun stylish, Ayu siap untuk pergi bersama Ardi ke warung seblak. "Sudah siap?" tanya Ardi saat melihat Ayu keluar. "Sudah," jawab Ayu dengan senyum. Lalu mereka berdua berjalan menuju warung seblak sambil mengobrol ringan.
Saat berjalan menuju warung seblak, Ardi bertanya kepada Ayu,
"Hey, kamu kenapa sih tadi pas aku datang? Kamu terlihat termenung banget."
Ayu tersenyum tipis dan menjawab, "Gak apa-apa, Ardi. Aku lagi mikirin beberapa hal aja."
Ardi penasaran dan membalas, "Oh, apa itu? Kamu bisa cerita ke aku "
Ayu ragu sejenak, lalu menjawab, "Nanti aja, Ardi. Aku cerita pas kita makan seblak nanti."
Ardi mengangguk dan membalas, "Oke, "
Setelah sampai di tempat tujuan mereka, Ardi pun langsung memesan seblak dan minuman favorit mereka. Saat mereka sedang menunggu pesanan tiba, tiba-tiba dari belakang Rifa'i datang.
"Hai, Ayu! Hai, Ardi! Kebetulan banget ya, aku lagi cari tempat makan yang enak," kata Rifa'i dengan senyum ceria.
Ayu sedikit terkejut, tapi berusaha tetap tenang. "Oh, bang Rifa'i! Iya, kebetulan banget kita juga lagi makan di sini," jawab Ayu
Ardi membalas, "Iya, bang! Makan seblak di sini enak banget."
Rifa'i mengangguk setuju .
"Mbak, aku seblak juga, iya sama kayak mereka....," kata Rifa'i ke pelayan warungnya.
Pelayan mengangguk dan membalas, "Baik, seblak dengan level kepedasan berapa?
" Rifa'i menjawab, "Level 3 aja, makasih." Setelah memesan, Rifa'i membuka obrolan dengan Ayu,
"Eeh, Ayu, kemarin kamu ke RS iya? Kamu kenal Linda iya?" Ayu sedikit terkejut dengan pertanyaan Rifa'i, tapi berusaha menjawab dengan tenang,
"Iya, aku kenal Linda, kita sudah berteman sejak SMP. Linda cerita iya..." tanya Ayu. Rifa'i mengangguk dan membalas,
"Iya, dia cerita. Katanya kemarin kamu kesana jenguk dia..." Ayu tersenyum dan mengangguk kan kepala, "iya kemarin aku emang sempat jenguk dia." Rifa'i membalas, "Oh, oke. Makasih iya sudah... ah, salah, makasih banget sudah jadi temannya Linda. Linda senang banget punya teman kayak kamu." Ayu tersenyum dan membalas, "Makasih, aku juga senang berteman dengan Linda." Ardi yang mendengarkan percakapan mereka hanya diam dan mengamati interaksi antara Ayu dan Rifa'i.
×××××
Obrolan mereka pun terhenti saat seblak pesanan mereka sudah jadi dan sudah siap. Mereka pun mulai menikmati seblak mereka masing-masing. Saat itu, suasana warung mulai sepi, dan tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ardi dan Ayu memutuskan untuk pulang lebih awal dari Rifa'i.
"Aku rasa kita sudah cukup lama, Ayu. Mau pulang?" tanya Ardi.
Ayu mengangguk dan membalas, "Iya, aku juga capek. Rifa'i, kita pulang dulu ya?"
Rifa'i mengangguk dan membalas, "Iya, hati-hati di jalan." Dengan senyum, Ardi dan Ayu pamit dan meninggalkan warung seblak, meninggalkan Rifa'i yang masih menikmati seblaknya.
Saat di jalan, Ayu pun hanya diam tanpa kata sampai saat Ardi mengajak nya ngobrol, Ayu tidak dengar karena masih bergulat dengan pikiran dan hatinya, apalagi setelah ketemu Rifa'i tadi. Ardi menyadari bahwa Ayu tidak merespons dan memanggil namanya,
"Ayu, kamu kenapa? Kok diam aja?" Ayu baru sadar dan membalas, "Oh, enggak kenapa-kenapa, Ardi. Aku hanya capek aja."
Ardi tidak percaya sepenuhnya dan membalas, "Kamu yakin? Kamu terlihat sedikit berbeda tadi." Ayu menggelengkan kepala dan membalas, "Iya, aku yakin. Aku hanya butuh istirahat aja."
Ardi tidak memaksa dan membiarkan Ayu menikmati suasana malam sambil berjalan. Namun, Ardi tetap memperhatikan Ayu dengan penuh perhatian.
"Kamu beda, Ayu. Biasanya kamu selalu ceria. Aku yakin ada yang kamu sembunyikan dari aku. Tapi apa? Kenapa kamu gak mau cerita sama aku?" batin Ardi, sambil terus memperhatikan Ayu yang masih diam dan duduk di belakang nya . Ardi berharap Ayu bisa terbuka dan berbagi perasaannya, tapi dia juga tidak ingin memaksa Ayu untuk berbicara jika Ayu belum siap. Dengan sabar, Ardi menunggu Ayu untuk membuka diri, sambil terus berjalan dan menikmati suasana malam.
Ardi dan Ayu hanya butuh waktu 10 menit untuk menempuh perjalanan dari warung seblak ke rumah Ayu, dan kini pun mereka sudah sampai di rumah Ayu. Saat mereka baru sampai, ayah Ayu sudah menunggu Ayu di depan pintu.
"Assalamualaikum, om. Maaf saya bawa Ayu kemalaman, tadi saya ajak Ayu makan seblak di luar," ucap Ardi dengan sopan.
Ayah Ayu membalas, "Iya sudah, Ayu masuk rumah...,! nak Ardi udah malem, maaf iya kalau om tidak mempersilahkan kamu mampir."
Ardi tersenyum dan membalas, "Tidak apa-apa, om. Saya paham. Saya pamit dulu ya, om."
Ayah Ayu mengangguk dan membalas, "Iya, hati-hati di jalan, Ardi." Dengan senyum, Ardi berpamitan dan meninggalkan rumah Ayu, sementara Ayu masuk ke dalam rumah.
Saat Ayu sudah masuk ke dalam rumah, ayahnya pun langsung menegur Ayu, "Ayu, lain kali kalau keluar jangan pulang terlalu larut malam, ya. Ayah khawatir sama kamu."
Ayu membalas, "Iya, Ayah. Maaf, aku tidak sadar jam sudah begini malam."
Ayahnya membalas, "Ayah tahu kamu sudah besar dan bisa menjaga diri sendiri, tapi Ayah tetap khawatir. Lain kali lebih hati-hati, ya."
Ayu mengangguk dan membalas, "Iya, Ayah. Aku janji akan lebih hati-hati." Dengan senyum, Ayu memeluk ayahnya dan membalas, "Makasih, Ayah."
"Iya sudah, kamu masuk dan istirahat," kata ayah Ayu.
Ayu pun mengangguk dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum tidur. Ini sudah menjadi rutinitas Ayu setiap malam, membersihkan diri dan merasa segar sebelum beristirahat. Dengan gerakan yang santai, Ayu membersihkan wajah dan tubuhnya, merasa lega setelah seharian beraktivitas. Setelah selesai, Ayu keluar dari kamar mandi dan menuju kamarnya untuk beristirahat. Dengan napas yang dalam, Ayu berbaring di tempat tidur dan menutup mata, merasa siap untuk tidur setelah hari yang panjang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!