Pembalasan Mafia Kejam

Pembalasan Mafia Kejam

Bab 1. Dendam

Dor!

Suara tembakan menguar di dari dalam rumah keluarga Matthew. Remaja yang baru saja pulang sekolah itu terkejut. Dia terpaku di halaman rumah, menatap bangunan tempatnya biasa beristirahat. Dadanya bergemuruh, apalagi ketika ia melangkah mendekat, matanya mendapatkan pemandangan yang sangat sadis. Satpam penjaga rumahnya tergeletak di depan pintu rumah tak sadarkan diri dengan cairan merah yang membasahi lantai saat ini.

Tubuhnya gemeteran, tapi dia tetap melanjutkan langkahnya. Saat berhasil membuka pintu rumahnya, suasana sunyi menyelimuti. Tapi terdengar seseorang berbicara dari lantai atas. Remaja laki-laki itu memutuskan ke sana.

Sesampainya di sebuah ruangan. Ia terpaku di depan pintu. Dengan tubuhnya yang berubah lemas. Di depan sana, ia bisa melihat sang ayah yang tergeletak berlumuran darah bersama seseorang yang ia amat kenal. Dario Alexander, sahabat sang ayah. Yang saat ini di tangan pria itu menggenggam sebuah pistol. Posisi Dario duduk di dekat ayahnya.

"Papi..." Suara Raffaele tercekat, dan hanya terdengar lirih.

Ini adalah kenangan terburuknya. Kenangan terburuk seorang Raffaele Matthew. Melihat ayahnya sendiri tak sadarkan diri di sana dengan mengenaskan.

Ia ingin berlari menghampiri ayahnya itu. Tapi sebuah tangan menahannya, menariknya dari sana.

"Papi! Papi jangan tinggalkan Raffaele." Di tengah dirinya yang ditarik seorang pria asing itu, Raffaele menangis sejadinya.

Hingga mereka berdua saat ini sudah berada di halaman rumah. Di dekat sebuah mobil berwarna hitam ini. Raffaele terus menatap ke dalam rumahnya. Kakinya ingin melangkah lagi masuk ke dalam tapi lagi-lagi di tahan.

"Jangan masuk! Kamu bisa dibunuh juga sama pria tadi." Ujar pria dewasa seumuran dengan ayahnya itu.

"Tapi Papiku... Papiku di dalam sana kesakitan. Aku harus menolongnya. Tolong bantu aku." Balas Raffaele dengan pandangan kosong dan air mata yang membasahi wajah remaja laki-laki itu.

"Maaf nak, aku tidak bisa membantumu untuk masuk ke dalam lagi. Dia pria yang licik, sebaiknya kamu ikut bersamaku. Kamu tinggal denganku. Aku berjanji akan merawatmu dengan baik." Kata pria itu lagi.

Raffaele tetap enggan untuk meninggalkan rumahnya. Meninggalkan ayahnya di dalam sana yang sangat membutuhkan pertolongan.

"Aku tidak mau meninggalkan Papi sendiri, paman. Kalau aku pergi, Papi juga harus ikut." Jawab Raffaele.

"Tidak bisa nak. Dengarkan aku baik-baik, ikutlah denganku sekarang, sebelumnya pria yang membunuh Papimu menemukanmu." Pria itu mencoba membujuk Raffaele lagi.

Pada akhirnya, Raffaele harus meninggalkan sang ayah. Ikut bersama pria asing yang menolongnya. Sebelum meninggalkan kediamannya tersebut. Raffaele terus menatap ke belakang, dengan air matanya yang sulit dirinya tahan.

Rumah masa kecilnya. Rumah tempatnya pulang dan berbincang hangat dengan sang ayah, kini semua itu akan hilang dari kehidupannya. Ayahnya telah tiada di dalam rumahnya. Dan dirinya tidak bisa membawa jasad sang ayah bersamanya.

...****...

"Ini rumah kamu juga sekarang." Ujar pria asing itu.

Dia lalu mengulurkan tangannya ke arah Raffaele. Lantas Raffaele membalasnya. Menjabat tangan pria seumuran ayahnya itu.

"Nama kamu siapa? Kenalkan, namaku Keith Giovanni. Kamu mulai sekarang bisa memanggilku daddy. Aku akan mengangkat kamu menjadi putraku." Keith mengusap kepala Raffaele remaja.

"Raffaele Matthew." Balas Raffaele dengan rasa kesedihan yang masih ada, dan mungkin akan terus ada.

Keith mengangguk. Dia membawa Raffaele menuju ke sebuah kamar yang cukup besar, sama seperti kamar di rumahnya.

"Ini kamar kamu. Kamu sekarang bisa beristirahat di sini. Daddy tau kamu sekarang masih sangat bersedih atas kehilangan papimu." Ujar Keith.

"Kamu masuklah dan istirahat. Daddy masih ada urusan sebentar." Keith kembali berbicara dan akan meninggalkan Raffaele, tapi ditahan.

"Tunggu Daddy." Raffaele langsung memanggilnya dengan sebutan itu. Membuat Keith tersenyum penuh arti.

"Ada apa Raffaele?" Tanya Keith.

"Apa Daddy bisa mencari tahu informasi Papiku? Di mana dia dimakamkan, atau mungkin pria itu...hanya meninggalkan Papiku begitu saja di dalam rumah." Kata Raffaele sedih.

Keith mengusap bahu Raffaele, dan mengangguk. Lantas setelahnya pergi meninggalkan Raffaele yang sedang terdiam di dalam ruangan yang asing baginya ini.

"Kamu mendapatkan keberadaan Raffaele?" Tanya Dario pada anak buahnya.

"Maaf tuan Dario, saya dan yang lainnya sudah berusaha mencarinya. Tapi putra tuan Adriano tidak bisa kami temukan tuan." Balas anak buahnya.

Dario memijat pangkal hidungnya. Dia pusing beberapa hari ini mencari keberadaan putra Adriano itu. Mengapa tiba-tiba menghilang?

"Papa...papa!" Teriak anak berusia 5 tahun itu. Dengan rambut dikucir dua dan baju dress berwarna peach.

Pria itu melebarkan kedua tangannya. Bersiap menerima pelukan dari putri kecilnya itu. Valeria Irene Alexander, putri bungsunya yang kini berumur 5 tahun itu amat lucu dan cantik. Mata indah berwarna coklat hazel itu menatap sang ayah dengan sinar bahagianya.

"Papa, lihat ini! Mama belikan aku boneka cantik sekali, Valeria suka sekali." Ucap gadis kecil itu, memamerkan bonekanya kepada sang ayah.

"Wah! Cantiknya boneka berbie Valeria, sama cantiknya seperti pemiliknya." Balas Adriano memuji kecantikan putrinya juga.

Kedua pipi gadis kecil itu memerah. Tersipu dengan pujian sang ayah. Valeria kecil lantas memeluk leher Adriano penuh sayang. Ia sangat menyayangi kedua orang tuanya ini.

"Valeria sayang Papa dan Mama. Sayang banget." Ujar Valeria.

Tangan besar itu terangkat mengusap punggung putrinya. Membalas penuh kasih sayang. Lalu pintu ruangan kerja Adriano kembali terbuka. Sang istri muncul dari sana dengan senyum melihat putri dan suaminya yang saling menyalurkan kasih sayang itu.

"Di sini ternyata kamu Valeria. Mama cari kamu ke mana-mana." Ucap Dasha.

"Putri kita baru saja memamerkan boneka yang kamu belikan sayang." Sahut Adriano.

Lantas Dasha mengangguk. Tapi pandangannya berpindah ke arah anak buah suaminya ini. Kerutan di dahinya menandakan kebingungan. Apakah ada masalah lagi?

"Kenapa Kyle ada di sini? Apakah ada masalah lagi?" Tanya Dasha.

Adriano menggeleng. "Tidak ada, semua sudah terselesaikan."

...****...

Lima belas tahun kemudian.

Bugh!

Bugh!

Di ruang bawah tanah kediaman Raffaele. Pria yang kini sudah berusia 29 tahun itu tengah mengasah kemampuan bela dirinya. Tumbuh menjadi pria dingin dan dominan, membuatnya ditakuti oleh anak buah dan kolega kerjanya.

"Tuan Raffaele, ada pertemuan dengan Tuan Keith jam 7 malam nanti." Ujar Gilbert, anak buah Raffaele yang paling dekat dengannya dari awal dirinya tinggal bersama Keith.

Mata tajam dan dingin itu menatap Gilbert. Dan menghentikan aktivitasnya. Melepas atribut bela dirinya. Lalu menenggak air minumnya.

"Apa Daddy menelepon?" Tanya Raffaele.

"Iya, tuan Keith tadi mengatakan sudah mencoba menelepon tuan Raffaele beberapa kali. Tapi tuan tidak mengangkatnya." Jawab Gilbert.

"Baiklah, siapkan semuanya aku akan membersihkan diri dulu." Kata Raffaele.

"Putraku, kamu akhirnya datang juga. Daddy meneleponmu tidak ada yang kamu angkat. Apakah kamu sibuk?" Keith menyambut kedatangan Raffaele dengan memeluk putra angkatnya.

Tak banyak berbicara, Raffaele langsung duduk di sofa ruang tamu rumah ayah angkatnya tersebut. Sejak berumur 25 tahun, Raffaele sudah memutuskan untuk pindah ke rumahnya sendiri. Dia sudah tumbuh menjadi seorang CEO di perusahaannya sendiri. Dan semua itu berkat bantuan sang ayah angkat. Namun dibalik identitasnya itu, ada sisi lain Raffaele yang tidak banyak orang luar ketahui. Hanya orang-orang kepercayaannya dan ayah angkatnya yang mengetahuinya.

Raffaele merupakan seorang Mafia. Jadi jangan heran dengan kekayaannya sekarang yang sangat bergelimang harta. Transaksi ilegal selalu ia lakukan bersama orang-orangnya. Tidak ada yang tahu sisi Raffaele yang ini. Hanya orang-orang tertentu saja.

"Raffaele sedang ada di ruangan bawah tanah Daddy. Tidak mendengar telepon dari Daddy. Maafkan aku." Balas Raffaele.

Keith mengangguk mengerti, sembari menepuk bahu putra angkatnya itu.

"Daddy ada kabar baik. Ada celah untukmu membalas dendam ke keluarga Alexander." Perkataan Keith tersebut membuat perhatian Raffaele tertuju ke arahnya. Pria itu menegakkan tubuhnya. Ia seperti mendapatkan angin segar dengan kabar tersebut.

"Bagaimana caranya Daddy? Aku sudah sangat menantikan hal ini. Cepat katakan padaku, aku akan segera menghabisi keluarga itu!" Tangan Raffaele sudah terkepal erat di pinggiran sofa.

"Jadi begini, dengarkan rencana Daddy." Ucap Keith.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!