Bab 4. Tidak Ingin Menikah

"Ingat pesan Mama, hati-hati di sana. Jangan nakal. Nurut sama kakak kamu kalau dikasih tau." Dasha begitu banyak memberikan nasehat ke putrinya, sebelum benar-benar masuk ke bandara.

Valeria ingin tertawa rasanya saat mendengar perkataan sang ibu. Kedua orang tuanya ini masih saja menganggap dirinya seperti anak kecil. Kenyataannya, Valeria kini sudah tumbuh menjadi gadis cantik yang banyak disukai teman-teman di kampusnya. Bahkan tak jarang rekan kerja dari sang ayah yang sering meminta agar Valeria menjadi menantunya.

"Mama aku ini sudah besar. Sudah pasti tidak akan nakal lagi, memangnya aku ini Erin yang masih umur 3 tahun." Balas Valeria.

Dasha mengusap puncak kepala putrinya tersebut, sembari mengulas senyumnya. Tak lama berpindah mencubit gemas pipi Valeria.

"Kamu ini akan selalu jadi putri kecil Mama dan Papa, Valeria. Meskipun kamu sudah sebesar sekarang." Kata Dasha.

"Papa. Lihat Mama! Masa katanya aku ini masih anak kecil." Rengek Valeria mengadu pada sang ayah. Biasa, selalu bersikap manja padanya.

Dario pun mendekat. Memeluk putrinya yang sangat menggemaskan ketika sudah mengambek, dengan kedua pipinya yang menggembung.

"Kamu ini selalu bersikap manja begini ke Papa. Semisal nanti kamu sudah tidak dengan Papa lagi bagaimana Vale?" Ucap Dario.

Valeria tidak senang dengan kalimat yang diucapkan oleh ayahnya tersebut. Ia langsung melepas pelukannya. Menatap sang ayah dengan kedua matanya berkaca-kaca. Lalu kepalanya yang menggeleng pelan.

"Papa ini berbicara apa? Valeria tidak suka mendengarnya. Tarik kata-kata Papa tadi, Valeria tidak mau jauh dari Papa ataupun Mama." Tiba-tiba Valeria malah menangis kejer.

Tubuhnya sampai bergetar karena tangisan tersebut. Dario merasa bersalah dan tak tega. Ia memeluk kembali putrinya. Menepuk punggungnya pelan. Begitupun dengan Dasha, ia juga ikut menenangkan. Mengelus punggungnya juga.

"Kenapa jadi menangis begini? Tadi padahal udah seneng banget mau ke Perancis." Ujar Dasha, mulai mencoba mengalihkan pembicaraan agar putrinya itu tenang.

"Papa buat Valeria, nangis Mama. Papa kenapa bicara begitu? Valeria tidak suka, apa mungkin Papa sudah tidak sayang Vale lagi?" Kata Valeria meremas kemeja sang ayah di tengah tangisannya itu.

Dario membantu menghapus air mata putrinya. Menangkup wajah cantik Valeria yang kini memerah. Wajah perpaduan antara dirinya dan sang istri.

"Kan katanya tadi kamu sudah besar. Kalau sudah besar, suatu saat nanti kamu pasti akan menikah dan ikut dengan suami kamu Valeria. Tidak mungkin dengan kami terus." Ujar Dario, menjelaskannya dengan penuh kelembutan.

"Tidak mau! Valeria tidak mau menikah!" Valeria menolaknya dengan nada sedikit keras. Hingga mengundang beberapa orang menengok ke arah mereka.

Dario dan Dasha saling pandang. Mereka berdua sama pemikirannya, takut jika dikira sedang memaksa putrinya ini untuk menikah.

"Husst... jangan teriak-teriak begitu Vale. Dilihat banyak orang, memangnya kamu mau kedua orang tuamu ini dikiranya sedang memaksa kamu untuk menikah?" Ucap Dasha. Setelahnya Valeria memperhatikan sekitar.

Benar. Mereka memperhatikan ke arahnya. Lalu Valeria menggeleng.

"Maaf Mama, Papa. Tapi Valeria tetap tidak mau menikah." Balas Valeria.

"Kenapa nak?" Tanya Dario tertawa melihat tingkah putrinya ini.

"Ya karena tidak mau pisah sama Mama dan Papa. Pokoknya Valeria hanya akan tinggal dengan Papa dan Mama selamanya." Kata Valeria, sesekali gadis itu menarik ingusnya sendiri.

Gadis itu beranggapan, jika menikah akan seperti yang dikatakan ayahnya tadi. Lebih baik dirinya tidak usah menikah saja. Ia tidak bisa membayangkan, bagaimana dirinya hidup tanpa kedua orang tuanya ini di sampingnya.

"Tidak boleh begitu Valeria. Kamu juga harus menikah nantinya, memiliki keluarga kecil sendiri." Ujar Dario.

"Tapi kata Papa tadi kalau menikah aku akan tinggal jauh dari kalian." Valeria terlihat sedih sekali.

Dario memegangi kedua bahu putrinya. Tersenyum penuh kelembutan sebelum memberikan pengertian ke sang anak. Bukan maksud dirinya menakuti putrinya ini.

"Dengarkan Papa, suatu saat nanti akan ada seorang pangeran yang mendatangimu. Mengajakmu untuk menjadi pasangan hidupnya dan kamu akan diperlakukan seperti seorang ratu. Seperti Papa dan Mama kamu ini yang menyayangi kamu." Ujar Dario.

"Seorang pangeran? Apakah benar seperti itu Pa? Tapi jika membuatku jauh dari kalian, mending tidak usah." Valeria tetap kekeh dengan penolakannya.

Sampai membuat ibunya sendiri geleng-geleng kepala. Lantas membawanya duduk dulu di kursi.

"Coba dengerin cerita awal pertemuan Mama dengan Papa kamu dulu. Awalnya, Mama itu seperti kamu ini. Kekeh tidak mau menikah." Ucap Dasha.

Valeria melirik ke ayahnya yang masih berdiri di sampingnya. Kalau laki-lakinya seperti ayah, jelas tidak masalah untuk menikah. Di matanya, ayahnya sangatlah sempurna. Dia cinta pertamanya.

"Dulu, bahkan Mama itu dijodohkan dengan Papamu ini. Kami tidak saling mengenal dan langsung akan dinikahkan." Dasha mulai bercerita.

"Iya. Bahkan Mama kamu ini nangis terus setelah pernikahan selesai Vale. Papa masih ingat jelas itu." Sahut Dario tertawa jika mengingat kenangan masa lalunya dengan sang istri.

"Kenapa Mama nangis? Bukannya harusnya Mama seneng punya suami kayak Papa? Dia romantis, penyayang, dan cintanya besar ke keluarga." Balas Valeria.

Dasha mengusap lembut pipi Valeria. "Itulah yang membuat Mama perlahan jatuh hati ke Papamu. Dan menerima pernikahan kami. Pernikahan itu tidak semenakutkan yang ada di pikiran kita Valeria. Jadi percaya saja, akan ada laki-laki yang mencintaimu begitu besar nantinya. Dan Mama menunggu itu, Mama dan Papa ingin melihat putri kesayangan kami ini menikah."

Suasana berubah mendadak jadi haru. Pembicaraan mereka cukup dalam kali ini. Dan Valeria bisa merasakannya.

...****...

Brugh!

"Aduh! Isshh...sakitnya keningku." Gumam Valeria, pandangannya terangkat melihat seseorang yang baru saja dirinya tabrak.

Badan tinggi dan besar. Bukan besar gemuk, tapi besar karena otot badannya. Mungkin, Valeria bisa langsung diangkat menggunakan satu tangannya yang kokoh itu.

Valeria masih menatap pria di hadapannya, sembari mengusap keningnya juga. Ia merasa tidak asing dengan wajah pria tersebut. Seperti pernah melihatnya sebelumnya.

Lantas Valeria membungkuk meminta maaf atas kecerobohannya. "Maaf tuan saya tidak berhati-hati tadi."

Bukannya menjawab permintaan maaf Valeria. Pria tersebut diam saja. Menatap dalam gadis di hadapannya ini. Valeria yang sadar akan tatapan pria tersebut sedikit takut. Lalu ia teringat, mereka pernah bertemu di ruangan kerja sang ayah waktu itu. Senyuman Valeria timbul. Dan itu menjadi perhatian pria tersebut.

"Tuan yang waktu itu kan? Kita pernah bertemu di kantor ayah saya." Ujar Valeria masih mengulas senyumnya, walaupun pria di hadapannya tak membalas senyumnya. Sebenarnya, ia juga merasa takut dengan tatapan dari pria tersebut. Tapi kata ayahnya kemarin, dia orang baik.

"Ya, saya mengingatmu." Akhirnya suara dingin sedikit berat itu terdengar.

"Apa yang kamu lakukan di sini? Bukankah kamu tinggal di Swiss?" Raffaele memberikan pertanyaannya.

"Saya sedang berlibur Tuan." Balas Valeria, sorot matanya itu berbinar ceria. Berbeda dengan sorot mata Raffaele yang sudah tidak ada keceriaan di sana, dan itu membuat pria tersebut membenci keadaan ini.

"Bukankah Mama mu tidak memberikan ijin?" Kata Raffaele.

Aktifnya Raffaele mengajak berbicara dengan gadis itu membuat Gilbert, salah satu anak buah Raffaele tidak menyangka. Seorang Raffaele, Mafia yang terkenal dingin dan tak tersentuh itu, bahkan sering tak suka jika terlalu banyak diajak berbicara kini malah mengajak berbicara seorang gadis.

"Tuan masih ingat? Saya kita tuan lupa." Jawab Valeria merasa malu, dan pipinya memerah.

"Saya tidak gampang melupakan sesuatu yang sudah saya lihat maupun dengar. Entah itu kejadian buruk ataupun bukan. Bahkan masa lalu kelam saya masih saya ingat sampai detik ini." Perkataan Raffaele terdengar ada maksudnya.

Namun Valeria tidak mengerti. Tapi anehnya, ia merasa canggung. Jadinya, dia pun segera berpamitan saat sang kakak berteriak memanggilnya. Sedangkan Raffaele terus memperhatikan punggung kecil milik putri musuhnya itu.

"Gilbert, cari tahu kakak dari gadis tadi. Sepertinya tidak asing dengan wajahnya itu." Perintah Raffaele.

"Akan saya lakukan Tuan." Jawab Gilbert.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!