2

Lapangan sekolah pagi itu riuh dengan suara teriakan panitia OSPEK. Semua siswa baru berbaris rapi, seragam putih abu mereka masih terlihat kaku dan bersih, kontras dengan wajah-wajah yang tegang bercampur antusias.

“Perhatikan pengumuman! Kalian akan dibagi ke dalam kelas masing-masing sesuai nama pahlawan!” suara salah satu panitia menggema lewat pengeras suara.

Citra berdiri di barisan tengah, kedua tangannya menggenggam erat tas selempangnya. Degup jantungnya masih cepat, mencoba menyesuaikan diri dengan keramaian. Ia menunduk, tak ingin menarik perhatian.

“Citra Asmarani… kelas Hasanudin!” teriak panitia sambil membaca daftar.

Citra melangkah pelan ke arah kelompok kelas Hasanudin. Dari sudut matanya, ia bisa melihat beberapa anak lain menoleh. Namun, ia segera menunduk kembali.

Tak lama, seorang suara ramah menyapanya, “Eh, sama ya kelas kita. Gue Raka.”

Citra mendongak pelan. Seorang cowok dengan senyum lebar berdiri di sampingnya. Wajahnya bersahabat, berbeda dengan aura tegang siswa baru lainnya. Ia menyodorkan tangan.

“Citra,” jawabnya lirih, menerima jabatan tangan itu.

Sebelum sempat banyak berbicara, suara tegas terdengar dari depan.

“Ayo, adek-adek kelas Hasanudin, ikut aku ke atas untuk naruh tas kalian!” perintah seorang kakak kelas dengan nada ketus.

Semua kepala menoleh. Itu Sherly—salah satu kakak kelas yang dikenal dekat dengan Rachel Aurora. Rambutnya tergerai rapi, bibirnya menyunggingkan senyum tipis tapi matanya tampak tajam.

“Cepat! Jangan bikin ribut,” tambah Sherly sambil berbalik, memimpin mereka menaiki tangga menuju lantai atas.

Raka menoleh sekilas ke Citra. “Kayaknya kakak kelas kita agak galak, ya,” bisiknya sambil nyengir.

Citra hanya tersenyum kecil. Dalam hati ia merasa lega—setidaknya, di hari pertamanya yang penuh ketegangan ini, ia sudah punya seorang teman baru.

Mereka mengikuti Sherly dan melihat kelas di lantai dua, suasana kelas Hasanudin masih kosong. Kursi-kursi tersusun rapi, papan tulis dipenuhi coretan sambutan dari panitia OSPEK.

Sherly masuk lebih dulu dengan langkah percaya diri, lalu menoleh pada adik kelasnya. “Taruh tas kalian di bangku masing-masing. Duduk rapi. Jangan ada yang berisik,” katanya ketus, seolah ia adalah komandan.

Beberapa siswa buru-buru mengikuti perintah. Kursi berderit, suara ritsleting tas terdengar di sana-sini.

Citra memilih duduk di bangku pojok dekat jendela, tempat yang menurutnya paling aman. Raka dengan santainya ikut duduk di sebelahnya.

“Eh, boleh ya gue di sini?” tanyanya sambil senyum.

Citra mengangguk pelan. “Iya…”

Raka menatapnya sebentar. “Kamu dari SMP mana? Soalnya gue belum pernah liat.”

“Dari luar kota,” jawab Citra singkat. Ia tak suka terlalu banyak menjelaskan.

Raka mengangguk paham, lalu mencondongkan tubuh sedikit. “Tenang aja, kalau ada apa-apa selama OSPEK, bareng gue aja. Kita kan sekelas.”

Citra melirik sekilas, ada kehangatan di balik tawanya. Hatinya merasa sedikit lebih ringan.

Tiba-tiba, Sherly menepuk meja guru keras-keras. “Dengar ya, adek-adek! Kalian sekarang jadi bagian dari keluarga besar SMA ini.

Tapi jangan seneng dulu. OSPEK ini bukan main-main! Kalian harus nurut sama kakak kelas. Kalau ada yang ngeyel, siap-siap kena hukuman.”

Beberapa siswa baru saling berpandangan, ada yang tegang, ada yang malah nyengir.

Raka mendekatkan mulutnya ke arah Citra, berbisik, “Tenang aja, biasanya cuma gaya doang. Tapi serem juga kalau marah, sih.”

Citra menahan tawa kecil. Untuk pertama kalinya sejak masuk sekolah, ia tidak merasa sendirian.

Suasana kelas Hasanudin makin ramai. Sherly, kakak kelas yang jadi pendamping, berdiri di depan kelas dengan tangan terlipat di dada.

“Oke, sekarang kita masuk sesi perkenalan. Satu-satu maju ke depan, sebut nama, asal sekolah, sama cita-cita kalian. Jangan lama-lama, cepet!” perintahnya dengan nada tegas.

Satu per satu siswa maju. Ada yang terbata-bata, ada juga yang pede banget sampai sok gaya. Suasana kelas bergantian antara tegang dan riuh.

Ketika giliran Raka, ia melangkah dengan santai ke depan. Senyumnya lebar, aura percaya dirinya langsung bikin beberapa siswa lain kagum.

“Nama gue Raka Guntur Darmaja,” ucapnya lantang. “Asal SMP di sini juga, jadi udah lumayan kenal sama sekolah. Cita-cita gue? Mau jadi perwira TNI, kayak bokap.”

Beberapa siswa bertepuk tangan. Sherly mengangguk singkat, agak terkesan.

Raka menoleh sekilas ke arah Citra, seakan memberi semangat.

Giliran berikutnya, Sherly melirik daftar nama. “Citra Asmarani… maju!”

Citra menelan ludah. Dengan langkah pelan, ia maju ke depan kelas. Jemarinya menggenggam pinggiran kertas buku, menahan gugup. Semua mata menatap, dan itu membuatnya makin salah tingkah.

“A… anu…” suaranya lirih. Ia menarik napas sebentar, lalu mencoba bicara lebih jelas.

“Nama saya Citra Asmarani Mahardi. Asal dari SD luar kota. Cita-cita saya…” ia berhenti sejenak, matanya menatap jendela, lalu tersenyum kecil.

“Cita-cita saya, ingin jadi insinyur robotik.”

Kelas mendadak hening. Beberapa siswa langsung berbisik-bisik, tak menyangka gadis culun dengan kacamata tebal itu punya cita-cita keren.

“Wih, robotik tuh, keren banget!” celetuk seorang siswa cowok.

“Biasanya cewek cita-citanya jadi dokter atau guru, ini malah insinyur,” tambah yang lain.

Sherly mengangkat alis, seakan tak percaya. “Robotik? Seriusan lo?”

Citra mengangguk pelan. “Iya… soalnya saya suka ngerakit dan coba-coba bikin hal baru.”

Raka yang duduk di bangkunya ikut tersenyum lebar, lalu bertepuk tangan. “Mantap, Cit! Kayak di film-film tuh, cewek jenius robotik.”

Tepuk tangan lain pun menyusul. Wajah Citra memerah, ia cepat-cepat kembali ke tempat duduknya. Hatinya campur aduk—malu, gugup, tapi juga hangat karena untuk pertama kalinya ia mendapat perhatian yang berbeda.

Dari belakang kelas, dua siswi senior yang diam-diam mengintip, Sherly dan seorang temannya, saling berbisik.

“Eh, kayaknya anak ini gak bisa dianggap remeh,” ujar temannya.

Sherly menatap tajam ke arah Citra. “Iya… gue harus lapor ke Rachel.”

Suasana kantin sekolah masih ramai oleh siswa-siswi baru yang berkerumun. Sherly duduk di pojokan bersama Rachel, wajahnya penuh semangat bercerita.

“Ra, lo harus tau deh… ada anak baru di kelas Hasanudin. Namanya Citra Asmarani. Awalnya keliatan culun banget, tapi waktu perkenalan tadi, dia bilang cita-citanya mau jadi insinyur robotik. Semua anak langsung heboh, bahkan si Raka aja keliatan kagum,” ujar Sherly sambil menyeruput minuman.

Rachel mengangkat alisnya, jemari lentiknya memainkan sedotan jus stroberi. “Insinyur robotik? Hah… cewek cupu gitu?” ia terkekeh meremehkan, tapi matanya tampak berpikir dalam.

Sherly mengangguk cepat. “Iya Ra, asli. Gue juga nggak nyangka. Dan… kayaknya Dion bakal tertarik kalau tau. Lo kan tau Dion suka banget sama orang yang punya ‘otak’.”

Nama Dion membuat wajah Rachel seketika mengeras. Ia menaruh gelasnya di meja dengan suara tak, lalu menatap Sherly tajam.

“Jangan bercanda, Sher. Dion itu cuma buat gue. Nggak ada cewek lain yang boleh nyodok masuk,” ucapnya dingin.

Salsa, yang duduk di sebelah, ikut menimpali, “Tapi Ra, kalau bener Dion mulai ngeh sama Citra, bisa ribet juga sih. Soalnya tadi aku denger beberapa anak cowok udah pada bilang Citra beda.”

Rachel diam sejenak. Kepalanya menunduk, lalu bibirnya perlahan melengkung membentuk senyum penuh siasat.

“Kalau gitu… sebelum Dion sempet melirik, kita bikin Citra tetep jadi culun yang nggak bakal dilihat siapa pun,” bisiknya. “Kalau perlu, gue yang bakal bikin dia nggak betah di sekolah ini.”

Sherly dan Salsa saling pandang, lalu tertawa kecil, seolah sudah paham ke mana arah pikiran Rachel.

Rachel menatap ke luar jendela kantin, matanya penuh tekad. Dalam hatinya ia berbisik,

“Dion cuma untuk gue. Dan gue nggak akan biarin cewek aneh itu ngerebut sorotan dariku.”

Episodes
1 Prolog
2 1
3 2
4 3
5 4
6 Prahara Hari Kedua
7 Jebakan di Hari Ketiga
8 Api Cemburu di Kantin Sekolah
9 Senyum Misterius Ketua OSIS
10 Permainan Psikologis Ketua OSIS
11 Api Dalam Diam
12 Obsesi Sang Ketua OSIS
13 Komedi dan Konsekuensi
14 Cemburu di Panggung OSPEK
15 Pengakuan yang Mengubah Segalanya
16 Jebakan yang Menjadi Bumerang
17 Solidaritas Kelas Hasanudin
18 Harmoni dan Kegelisahan
19 Trik Kecil Ketua OSIS
20 Ketahanan Citra
21 Permainan Kucing dan Tikus
22 Pemeran
23 Genggaman yang Membingungkan
24 Antara Citra dan Rachel
25 Senyum yang Membingungkan
26 Cinta Segitiga yang Terasa Manis
27 Ayah dan Putrinya
28 Dua Wajah Dion
29 Api Dendam yang Menyala
30 Pembalasan Seorang Ayah
31 Perang di Balik Layar
32 Perkenalan yang Mengubah Suasana
33 Si Cupu Vs Si Ratu
34 Ketika si Cupu Melawan
35 Ketika si Cupu Berbalik Arah
36 Beban di Atas Motor
37 Benci yang Terhalang Tekad
38 Dion Cemburu
39 Citra Menang Lomba Sains
40 Babak Baru Berbagai Cinta
41 Malam Terungkapnya Segalanya
42 Genggaman yang Sulit Dilepas
43 Kerjasama Dengan Ketos
44 Ketika Rival Menjadi Tim
45 Es Teh Jumbo untuk Citra
46 Genggaman di Tengah Drama
47 Dunia Milik Berdua
48 Panggung Pembelaan dan Pengakuan
49 Cinta Segitiga di Kantin Sekolah
50 Cinta Segitiga Paling Heboh
51 Perang Dingin Berubah Jadi Cinta Segitiga
52 Wibawa Ketos vs. Anak Kepsek
53 Drama Bullying Berujung Pengakuan Cinta
54 Pengakuan Cinta di Tengah Kekacauan
55 Dari Benci Turun ke Hati
56 Nyonya Wijaya Detektif Berkelas
57 Citra, Dion, dan Kupu-Kupu di Perut
58 Dua Pengganggu Hati
59 Api Cemburu dan Rencana Busuk
60 Pengakuan yang Tak Terucap
61 Cemburu yang Terlalu Jelas
62 Adu Ego di Ruang KETOS
63 Perang di Lorong Sekolah
64 Bahaya yang Indah
65 Skandal Ruang OSIS
66 64: Fitnah Berujung Panggilan BK
67 65: Skandal: Perang di Dua Keluarga
68 66: Sidang Etik Sekolah
Episodes

Updated 68 Episodes

1
Prolog
2
1
3
2
4
3
5
4
6
Prahara Hari Kedua
7
Jebakan di Hari Ketiga
8
Api Cemburu di Kantin Sekolah
9
Senyum Misterius Ketua OSIS
10
Permainan Psikologis Ketua OSIS
11
Api Dalam Diam
12
Obsesi Sang Ketua OSIS
13
Komedi dan Konsekuensi
14
Cemburu di Panggung OSPEK
15
Pengakuan yang Mengubah Segalanya
16
Jebakan yang Menjadi Bumerang
17
Solidaritas Kelas Hasanudin
18
Harmoni dan Kegelisahan
19
Trik Kecil Ketua OSIS
20
Ketahanan Citra
21
Permainan Kucing dan Tikus
22
Pemeran
23
Genggaman yang Membingungkan
24
Antara Citra dan Rachel
25
Senyum yang Membingungkan
26
Cinta Segitiga yang Terasa Manis
27
Ayah dan Putrinya
28
Dua Wajah Dion
29
Api Dendam yang Menyala
30
Pembalasan Seorang Ayah
31
Perang di Balik Layar
32
Perkenalan yang Mengubah Suasana
33
Si Cupu Vs Si Ratu
34
Ketika si Cupu Melawan
35
Ketika si Cupu Berbalik Arah
36
Beban di Atas Motor
37
Benci yang Terhalang Tekad
38
Dion Cemburu
39
Citra Menang Lomba Sains
40
Babak Baru Berbagai Cinta
41
Malam Terungkapnya Segalanya
42
Genggaman yang Sulit Dilepas
43
Kerjasama Dengan Ketos
44
Ketika Rival Menjadi Tim
45
Es Teh Jumbo untuk Citra
46
Genggaman di Tengah Drama
47
Dunia Milik Berdua
48
Panggung Pembelaan dan Pengakuan
49
Cinta Segitiga di Kantin Sekolah
50
Cinta Segitiga Paling Heboh
51
Perang Dingin Berubah Jadi Cinta Segitiga
52
Wibawa Ketos vs. Anak Kepsek
53
Drama Bullying Berujung Pengakuan Cinta
54
Pengakuan Cinta di Tengah Kekacauan
55
Dari Benci Turun ke Hati
56
Nyonya Wijaya Detektif Berkelas
57
Citra, Dion, dan Kupu-Kupu di Perut
58
Dua Pengganggu Hati
59
Api Cemburu dan Rencana Busuk
60
Pengakuan yang Tak Terucap
61
Cemburu yang Terlalu Jelas
62
Adu Ego di Ruang KETOS
63
Perang di Lorong Sekolah
64
Bahaya yang Indah
65
Skandal Ruang OSIS
66
64: Fitnah Berujung Panggilan BK
67
65: Skandal: Perang di Dua Keluarga
68
66: Sidang Etik Sekolah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!