Keesokan harinya,
Arin ditemani Darsih pergi ke sebuah butik ternama. Dia berniat untuk membeli gaun yang akan dia pakai di pesta pertunangan Tania, besok malam.
Setelah sedikit berdebat, akhirnya Arin memutuskan untuk datang ke pesta pertunangan Tania. Dia datang hanya untuk membuat Darsih lega. Tidak terbesit sedikitpun di benaknya untuk membalas Tania, apalagi sampai berbuat sesuatu yang bisa merusak pesta seperti yang ibunya inginkan.
Arin sudah meminta Darsih menemaninya datang ke pesta itu tapi Darsih menolak. "Ibu malu," jawabnya semalam. Akhirnya Darsih hanya menemani Arin pergi ke butik.
"Ibu ini ada-ada saja," gumam Arin yang masih tidak habis pikir dengan keinginan ibunya. Dia sudah hidup dengan damai tetapi sang ibu justru mendorongnya untuk membuat keributan.
Masuk ke dalam butik Arin disambut dengan pemandangan tidak menyenangkan. Tania dan mamanya ternyata juga sedang berada di sana.
Arin memang tidak takut lagi dengan Tania tapi kalau boleh memilih, Arin lebih memilih untuk menghindarinya. Rasa bencinya kepada Tania masih mengakar kuat di dalam hatinya.
"Kalian tidak salah masuk, kan?" sindir Tania begitu dia melihat kehadiran Arin dan Darsih.
Arin tidak menjawab. Dia berjalan begitu saja melewati Tania, serta memberi kode kepada Darsih agar tidak perlu meladeni Tania dan ibunya.
"Heiii!!! Aku bicara padamu, gajah bengkak!" Seru Tania yang tiba-tiba emosi melihat sikap Arin kepadanya.
Arin menghentikan langkahnya. "Kurasa sebutan itu sudah tidak cocok untukku. Carilah sebutan lain yang lebih sesuai! Kalau kamu tidak bisa menemukannya maka, mulai dari sekarang lebih baik kamu diam!" balasnya dengan nada tegas.
Tania membelalak tidak percaya. "Berani kamu?!" geramnya semakin tidak terima. Seharusnya Arin menunduk dan diam saja. Dulu selalu seperti itu, kenapa sekarang tidak?
"Apa?! Mau mengancamku?! Om Pandu sudah tidak membiayai sekolahku. Mau mengancamku dengan apa lagi sekarang?!" balas Arin tidak takut.
"Ada apa, Tania? Kenapa kamu berisik sekali? Jaga sikapmu! Nanti ada wartawan yang melihat. Jangan sampai berita berita buruk tentang kamu. Apalagi ini sudah menjelang hari pertunangan!" Fatma Laksamana, ibu Tania datang menghampiri.
"Lihat dia, Ma!" tunjuk Tania dengan wajah tegang menahan geram.
"Kau... ?!" Mulut Fatma menganga tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Raut wajahnya berubah, antara terkejut dan heran. Matanya menatap Arin dan Darsih bergantian.
"Sebaiknya kalian segera keluar sebelum kamu malu! Harga satu potong pakaian di sini bisa untuk biaya makan kalian selama satu tahun! Mau bayar pakai apa?!" usirnya.
Arin tidak kaget dengan sikap tantenya ini. Sejak kepergian orang tuanya, Fatma terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya pada Arin.
"Aku mau bayar pakai apa itu bukan urusan Tante! Permisi!" ketus Arin hendak pergi.
Tania dan Fatma tertegun dan saling pandang melihat sikap Arin yang mereka anggap terlalu berani ini.
"Maaf Nyonya Fatma, tetapi Arin sudah menjadi seorang direktur. Dia bisa membeli apapun yang dia inginkan dengan uangnya. Tolong jangan hina Arin lagi." Darsih angkat bicara untuk membela Arin.
Jawaban Darsih ini sama sekali tidak membuat Fatma dan Tania terkesan. Mereka justru terkekeh dan tidak bisa menahan tawa.
"Heh Babu, apa kamu sedang berhalusinasi? Kalau benar anak pungutmu itu sudah menjadi direktur, tentu kamu tidak tinggal di gubuk reyot itu lagi! Dia hanya ngaku-ngaku. Kamu pasti sudah ditipu. Otakmu babumu itu mana sampai mikir kesitu?!" balas Fatma dengan kata-kata yang cukup kasar. Ini sangat tidak mencerminkan sifat seorang wanita terhormat seperti statusnya yang selama ini dia bangga-banggakan.
"Tapi memang seperti itu kenyataannya. Benarkan, Rin?" menoleh ke arah Arin berharap Arin mengiyakan apa yang baru saja dia katakan. Kedua orang ini harus diberi tahu yang sebenarnya biar tidak semena-mena lagi terhadap Arin.
"Memang kamu sudah berubah, tetapi tidak perlu juga mengaku-ngaku sebagai seorang direktur. Lihat saja penampilanmu, mana ada direktur berpenampilan seperti ini?! Aku lebih percaya jika kamu mengaku sebagai seorang pembantu atau petugas cleaning service. Itu akan lebih masuk akal!" sahut Tania sebelum Arin sempat menjawab.
Arin memang hanya mengenakan celana jeans dan kaos lengan pendek biasa. Kalau tidak sedang bekerja memang Arin lebih suka berpakaian kasual. Itu bukan masalah selama terlihat rapi dan sopan. Kalau ada acara penting atau kesempatan tertentu barulah dia berdandan dan memakai pakaian yang sesuai dengan acaranya.
Tetapi bagi Tania dan Fatma, penampilan adalah yang utama. Segala sesuatu dinilai dari luarnya. Pakaian bermerk terkenal, perhiasan mahal, kendaraan mewah itu adalah patokan kekayaan seseorang sehingga di mata mereka Arin tetaplah gadis miskin seperti yang dulu.
"Aku hanya ingin membeli gaun untuk dipakai ke pesta pertunanganmu nanti. Jadi, tolong jangan ganggu kami," ucap Arin ingin segera menghindar dari Tania dan Fatma. Dia benar-benar tidak ingin membuat keributan. Menjelaskan soal dirinya kepada Tania dan Fatma juga tidak akan ada gunanya, mereka tidak akan percaya.
"Begini, aku tidak akan basa basi. Sebenarnya kamu tidak perlu repot-repot datang ke pesta itu. Kita sama-sama tahu undangan itu hanyalah formalitas karena akan tidak elok jika kami tidak mengundang satu-satunya kerabat Pandu yang masih tersisa. Itu pasti akan menjadi bahan pergunjingan. Tapi kami juga tidak berharap kamu benar-benar datang," kata Fatma.
"Kekasih Tania dan semua tamu undangan kami berasal dari kalangan terhormat, dan kamu hanya anak seorang pembantu. Kamu mengerti maksudku, kan?!"
"Apa Nyonya lupa Arin juga dari kalangan terhormat? Dia juga memiliki darah Laksmana? Posisinya sama dengan Non Tania. Kalau tuan besar Laksmana masih ada mungkin posisi Arin jauh lebih tinggi dari Non Tania," sahut Darsih tidak terima.
"Heh babu, kamu tidak usah sok tahu! Nyatanya Arin dibesarkan oleh pembantu seperti kamu! Dari situ saja posisi mereka sudah berbeda jauh!" Fatma sambil menatap jijik ke arah Darsih dan Arin bergantian.
Arin meradang. Marah? tentu saja! Fatma menganggap Darsih manusia paling rendah hanya karena dia seorang pembantu.
"Ibuku memang hanya seorang pembantu, tetapi dia tidak pernah merebut tunangan orang! Dari situ sudah jelas terlihat kalau ibuku jauh lebih terhormat daripada orang yang ngaku-ngaku sebagai orang terhormat!" seru Arin, tidak terima karena Darsih terus dihina.
Selama ini dia selalu diam dan menerima dengan lapang semua perbuatan mereka berdua. Tetapi tante dan sepupunya itu masih saja tidak puas dan ingin terus menginjak-injak dirinya. Salah besar jika Arin menganggap yang lalu biarlah berlalu. Kedua orang ini harus diberi pelajaran agar tidak semakin keterlaluan.
"Tante menyandang nama Laksamana juga karena menjadi pelakor diantara Om Pandu dan tunangannya! Kalau bukan karena hamil duluan juga kakek tidak sudi menikahkan Om Pandu dengan tante!" lanjut Arin tanpa ragu.
"Rosa, itu nama tunangan Om Pandu, tante masih ingat, kan?!"
Wajah Fatma merah padam. Fatma sampai tidak tahu apa yang harus berbuat apa. Lehernya serasa dicekik hingga dia tidak bisa mengeluarkan suara.
Kalau bukan di tempat umum pasti sekarang tangannya sudah mendarat di pipi Arin karena sudah lancang membuka aibnya. Arin, gadis yang dulu selalu diam dan menunduk itu kini berani mengulitinya habis-habisan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Soraya
good Airin
2025-08-21
0