04

Di dalam kamar, Sinta uring-uringan. Semua barang yang ada di sekitarnya dilempar tanpa arah.

“Bajingan kamu, Hana!” teriaknya penuh amarah. “Kenapa kamu harus mengetahui semuanya? Sekarang aku pasti dicap buruk oleh Ayah dan para tetangga kalau mereka tahu aku sudah melakukan hubungan dengan Riko sebelum pernikahan.”

Ia mengacak rambutnya sendiri, napasnya memburu.

“Padahal aku sudah bermain rapi, kenapa bisa ketahuan juga? Bagaimana ini? Bagaimana kalau orang tua Riko tahu? Mereka pasti menganggap diriku tidak baik. Kalau begitu, pernikahanku akan berlangsung biasa saja… sedangkan aku ingin pernikahan yang mewah, penuh pujian, penuh iri dari orang lain.”

Sinta menghentakkan kakinya, wajahnya merah padam menahan emosi.

“Aku harus mencari cara untuk membalikkan semua ini dan membuat Hana jadi kambing hitam,” ucap Sinta.

“Nak …,” ucap seseorang dari balik pintu

Sinta melangkah menuju pintu. Ternyata, ibunya yang datang.

“Ibu …,” Sinta langsung menangis tersedu-sedu.

“Ibu, percayalah sama aku …,” ucapnya lirih.

Mirna memeluk Sinta yang hatinya sedang terluka.

“Ibu tidak peduli kamu mau berbuat apa dengan Riko. Lagi pula, kalian saling mencintai, jadi kenapa harus dipermasalahkan? Riko juga mau menikahi kamu. Bapakmu saja yang lebay, seperti orang benar saja,” ucap Mirna sambil membelai rambut anak kesayangannya dengan penuh kasih sayang.

“Ibu, sekarang aku sudah hancur, Bu. Hana pasti mempermalukan aku ke tetangga, dan Hana pasti mengadu pada orang tua Riko, Bu. Bagaimana nanti rumah tanggaku kalau aku dibenci oleh orang tua Riko? Dan bagaimana kalau orang tua Riko tidak mau mengadakan pesta pernikahan yang meriah, Bu? Aku ini sarjana, teman-temanku kebanyakan orang kaya. Bagaimana nanti kalau pernikahanku biasa-biasa saja? Aku malu, Bu,” ucap Sinta menyampaikan semua keluh kesahnya.

“Aku tidak akan pernah membiarkan Hana menghancurkanmu. Kalau dia berani menyebarkan bukti-bukti itu, maka Ibu tidak akan tinggal diam,” ucap Sinta.

“Lalu bagaimana aku harus membalikkan keadaan ini, Bu? Ayah pasti membenciku, Bu.”

“Jangan khawatir. Ayahmu tidak akan pernah bisa macam-macam sama kamu selagi Ibu masih ada.”

“Bu, bolehkah aku melakukan sesuatu untuk membalikkan keadaan?” ucap Sinta.

“Katakanlah, Nak,” Mirna mendengarkan rencana Sinta.

….

Waktu terus berlalu, akhirnya pagi pun datang. Hana sudah bangun sebelum suara azan. Ia mencuci baju ayah dan ibunya, tetapi tidak mencuci baju Sinta. Terlalu muak ia dengan adiknya itu. Setelah mencuci baju, Hana memasak untuk sarapan seluruh keluarga.

Suara azan Subuh berkumandang. Hana segera melaksanakan kewajibannya.

“Bapak…!” teriak Mirna.

Handoko bangkit dan segera menuju kamar Sinta.

“Bapak…!” teriak Mirna lagi.

“Ada apa, Bu?” tanya Handoko.

“Lihat, Pak… lihat Sinta, Pak!”

Handoko menoleh ke arah putrinya. Tampak Sinta tergeletak di kamarnya. Darah sudah menggenang di lantai, pergelangan tangannya penuh luka.

“Hana…!” teriak Handoko.

Hana berlari ke kamar Sinta. Matanya terbelalak melihat keadaan adiknya. Dengan cepat, ia meraih ponsel dan memesan taksi daring. Sementara itu, Mirna menatap tajam ke arah Hana.

“Ini semua gara-gara kamu, anak sialan! Anak durhaka! Lihat, karena ulahmu, Sinta sekarang jadi seperti ini!” Mirna menatap tajam ke arah Hana.

Hana tidak terpancing. Bukan saatnya bertengkar, menyelamatkan nyawa jauh lebih utama.

Tak lama kemudian, taksi daring tiba. Hana segera keluar, menghampiri pengemudi.

“Pak, tolong bantu saya bawa adik saya ke rumah sakit,” ucap Hana.

“Bu, siapkan perlengkapan Sinta,” perintah Handoko

Dengan penuh amarah, Mirna membawa baju dan perlengkapan putrinya.

Driver dan Handoko menggotong Sinta keluar, lalu membawanya ke mobil.

Di dalam kendaraan, suasana tegang. Mirna hampir saja meledak lagi, tetapi Handoko menahannya. Ia meminta istrinya diam, sebab pertengkaran tidak akan menyelesaikan masalah.

Karena masih pagi dan jalanan lengang, Sinta berhasil dibawa dengan cepat ke IGD.

Semua menunggu di luar ruang IGD, menanti kabar dari dokter.

Mirna terus menatap tajam ke arah Hana, seolah ingin merobek-robek tubuhnya.

Tak lama kemudian, seorang dokter keluar dari ruang IGD.

“Bagaimana, Dok, keadaan anak saya?” tanya Mirna cemas.

“Untung saja lukanya tidak terlalu dalam. Anak Ibu selamat. Tidak perlu dirawat, nanti sore juga sudah boleh pulang,” jawab dokter tenang.

Semua yang hadir menghela napas lega.

Sinta menghampiri Hana.

Plak! Tanpa ragu, Sinta menampar kakaknya.

Hana tidak melawan. Ia sudah terbiasa diperlakukan seperti itu, dan saat ini ia tidak ingin membuat keributan di rumah sakit

“Ini semua gara-gara kamu! Aku muak melihat kamu! Sekarang pergi dari hadapanku!” ucap Mirna dengan penuh amarah.

Hana hanya memegang pipinya yang perih. Dalam hatinya terlintas kenangan pahit: saat ia pernah jatuh sakit tifus, tidak ada seorang pun yang peduli. Ia pergi ke rumah sakit seorang diri, bahkan selama seminggu dirawat, tidak ada yang menunggunya.

Hana membalikkan badan, bersiap pergi meninggalkan rumah sakit.

“Sebelum kamu pergi, selesaikan dulu biaya rumah sakit,” ucap Sinta dingin.

“Baik,” jawab Hana singkat.

Ia lalu mendekati ayahnya. “Ini ada uang untuk sewa taksi daring,” ucap Hana sambil menyerahkan beberapa lembar uang kepada Handoko.

“Hana, adikmu itu fisiknya lemah, pikirannya juga tidak kuat menghadapi masalah. Ayah harap kamu jangan menyebarkan berita perselingkuhan Sinta kepada orang lain,” ucap Handoko.

“Tenang saja. Bahkan kalaupun Sinta tidak melakukan upaya bunuh diri, aku tetap tidak akan menyebarkan perselingkuhannya,” jawab Hana tegas.

“Baguslah, Nak,” sahut Handoko.

Hana melangkah keluar dari rumah sakit. Dalam hatinya ia bergumam, “Benar-benar penuh sandiwara dia.”

Hana pergi meninggalkan rumah sakit.

Menjelang siang, Riko dan keluarganya datang menjenguk Sinta.

“Kenapa bisa terjadi seperti ini?” tanya Mila.

Sinta tampak menghela napas berat.

“Semalam Hana marah dan memaki Sinta. Hana tidak terima dengan keputusan Riko. Katanya, hanya dia yang direstui oleh keluarga Riko. Hana bilang, pernikahannya dengan Riko akan diadakan meriah, sedangkan pernikahan Sinta dan Riko tidak akan pernah dirayakan. Sinta merasa terpukul dengan pernyataan itu. Padahal Sinta sangat mencintai Riko, meski ia tahu Riko juga mencintai Hana…” jelas Sinta dengan suara bergetar.

Heri menghela napas berat. Dahinya berkerut, seolah tak percaya dengan pernyataan Sinta. Ia dan Mila sangat mengenal Hana dengan baik..

“Sayang, kalau kamu serius sama aku, kamu harus mengadakan pesta yang meriah. Kalau tidak, lebih baik Kak Riko menikah saja dengan Kak Hana,” ucap Sinta.

Suasana mendadak hening. Saat bertunangan dengan Hana dulu, tidak pernah ada pembicaraan soal pesta. Semuanya diserahkan sepenuhnya kepada Riko. Namun kini, bersama Sinta, tuntutan berbeda terdengar jelas.

“Sayang…” ucap Sinta lagi sambil memegang perutnya.

Riko menelan ludah. Ia tahu, jika Sinta memegang perutnya seperti itu, artinya Sinta akan mengatakan bahwa dirinya telah dihamili olehnya. Bayangan buruk langsung menyelimuti pikirannya.

Jika orang tuanya mengetahui ia sudah menghamili seorang perempuan di luar nikah, maka namanya akan tercoreng. Bukan hanya itu, kemungkinan besar semua warisan akan jatuh ke tangan adiknya

Episodes
1 01
2 02
3 03
4 04
5 05
6 06
7 07
8 08
9 09
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 22
23 23
24 24
25 25
26 25 hana mendonorkan darah
27 26 kemana hana
28 27 hana dalam bahaya
29 28 hana di selamatkan
30 30 hana dalam dilema
31 31 pelgi!!!!
32 32 pernikahan riko 1
33 33 pernikahan Riko 2
34 34 hana tolong aku
35 maharani kabur
36 maharani ketemu
37 riko semakin gelisah
38 di tagih hutang
39 pergi dari rumah
40 hal yang sebenarnya
41 rencana busuk sinta
42 orangtuaku ingin bertemu
43 hana datang ke rumah maharani
44 mulai menunjukan niat asli
45 kehidupan handoko
46 saling salah faham
47 sama busuknya
48 aku siapa bu
49 handoko pingsan
50 sinta mengadu
51 nasihat jefri
52 menggoda romi
53 percepat pernikahan hana
54 ke rumah handoko
55 sakit hati
56 lebih mirip kaka beradik
57 amarah yang meledak
58 maharani tidak sadarkan diri
59 ibu mengenalnya?
60 jadi anak baik
61 resepsi pernikahan hana
62 fakta sebenarnya
63 pertemuan dan permintaan aneh
64 perintah kaka. permintaan adik
65 siapa duluan
66 akad nikah andri
67 akad nikah dan akhir handoko
68 boncap 1
69 boncap 2
70 boncap 3
71 boncap 4
72 boncap 5
73 boncap 6
74 boncap 7
75 boncap 8
76 boncap 9
77 boncap 10
78 boncap 11
79 boncap 12
80 boncap 13
81 boncap 14
82 boncap 15
83 boncap 21
84 tamat
Episodes

Updated 84 Episodes

1
01
2
02
3
03
4
04
5
05
6
06
7
07
8
08
9
09
10
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
23
24
24
25
25
26
25 hana mendonorkan darah
27
26 kemana hana
28
27 hana dalam bahaya
29
28 hana di selamatkan
30
30 hana dalam dilema
31
31 pelgi!!!!
32
32 pernikahan riko 1
33
33 pernikahan Riko 2
34
34 hana tolong aku
35
maharani kabur
36
maharani ketemu
37
riko semakin gelisah
38
di tagih hutang
39
pergi dari rumah
40
hal yang sebenarnya
41
rencana busuk sinta
42
orangtuaku ingin bertemu
43
hana datang ke rumah maharani
44
mulai menunjukan niat asli
45
kehidupan handoko
46
saling salah faham
47
sama busuknya
48
aku siapa bu
49
handoko pingsan
50
sinta mengadu
51
nasihat jefri
52
menggoda romi
53
percepat pernikahan hana
54
ke rumah handoko
55
sakit hati
56
lebih mirip kaka beradik
57
amarah yang meledak
58
maharani tidak sadarkan diri
59
ibu mengenalnya?
60
jadi anak baik
61
resepsi pernikahan hana
62
fakta sebenarnya
63
pertemuan dan permintaan aneh
64
perintah kaka. permintaan adik
65
siapa duluan
66
akad nikah andri
67
akad nikah dan akhir handoko
68
boncap 1
69
boncap 2
70
boncap 3
71
boncap 4
72
boncap 5
73
boncap 6
74
boncap 7
75
boncap 8
76
boncap 9
77
boncap 10
78
boncap 11
79
boncap 12
80
boncap 13
81
boncap 14
82
boncap 15
83
boncap 21
84
tamat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!