dalang insiden di hotel

Keesokan paginya, mentari menyinari gedung-gedung pencakar langit di kota London, menerobos masuk ke kantor-kantor yang mulai ramai.

Di salah satu bangunan tertinggi, menjulang megah kantor pusat CAPPO Corp, sebuah perusahaan keluarga besar yang namanya telah menggema di seluruh Eropa. Kekuatan dan pengaruh mereka terasa di setiap sudut benua.

Di dalam, para karyawan memulai hari dengan rutinitas yang sama. Suara ketikan keyboard dan gumaman percakapan memenuhi udara.

Di lantai paling atas, di ruangan yang luas dan mewah, duduklah Kody Cappo, pimpinan perusahaan dan pewaris tunggal dinasti Cappo.

Kody, dengan setelan jas yang pas di tubuhnya, tampak tenggelam dalam tumpukan berkas di mejanya.

Cahaya pagi menyorot wajahnya yang tampan, menonjolkan garis rahang yang tegas dan mata tajam yang fokus.

Ada aura kepemimpinan yang kuat terpancar dari dirinya, namun juga tersirat beban tanggung jawab yang besar.

Suara ketukan di pintu memecah keheningan ruangan kerja Kody. Ia mendongak dari tumpukan berkas di mejanya, matanya yang tajam menatap pintu.

"Masuk," ucap Kody dengan suara berat.

Pintu terbuka, dan seorang pria dengan pakaian rapi masuk ke dalam ruangan. Wajahnya profesional, Ia adalah Alex, asisten pribadi Kody yang setia.

"Tuan, sudah waktunya memulai rapat," ucap Alex mengingatkannya.

"Hmm," gumam Kody. Ia menghela napas, menghentikan pekerjaannya sejenak. Ia merasa enggan meninggalkan ruangannya yang nyaman, namun ia tahu bahwa rapat ini penting.

Kody berdiri dari kursinya, Ia berjalan menuju gantungan di sudut ruangan, mengambil jas mahalnya yang tergantung rapi di sana. Jas itu terasa pas di tubuhnya, menonjolkan bahunya yang lebar dan pinggangnya yang ramping.

*

Saat berjalan di lorong kantor miliknya yang sibuk dengan semua pekerja yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing, terdengar suara kegaduhan dari arah Lift.

"apa yang terjadi?" ucap Kody menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah keributan tersebut.

"maaf tuan, sepertinya Thomas Jefferson memaksa masuk untuk menemui anda." ucap Alex sang asisten melihat kegaduhan yang terjadi di depan lift.

Dari kejauhan yang terlihat kegaduhan seorang pria paruh baya berteriak ingin bertemu dengan Kody Cappo sang pimpinan perusahaan.

"suruh dia menunggu di ruangan kerjaku. aku akan menemuinya setelah rapat." ucap Kody lalu kembali berjalan menuju ke ruangan rapat.

Alex langsung menghampiri Thomas Jefferson dan membawanya ke ruangan kantor pimpinan agar ia bisa menunggu sampai Kody selesai rapat.

*

Rapat baru saja usai setelah tiga jam berlalu. Kody keluar dari ruang rapat dengan ekspresi dingin yang membekukan.

Aura ketegasannya masih terasa kuat, membuat para karyawan yang baru saja mengikuti rapat tampak lesu dan kelelahan di ruangan yang sama.

Kody, yang dikenal sebagai pemimpin perfeksionis dan sangat disiplin, berjalan cepat menuju ruang kerjanya, diikuti oleh Alex.

"Tuan Kody, tuan Thomas Jefferson masih menunggu di ruangan Anda," ujar asisten wanita Kody.

Kody membuka pintu ruang kerjanya. Di dalam, seorang pria paruh baya bernama Thomas Jefferson berdiri tegak, sorot matanya tajam saat melihat Kody masuk. Ruangan itu terasa dipenuhi aura ketegangan.

"Tuan Jefferson," sapa Kody dengan nada dingin, "ada keperluan apa Anda mencari saya? Dan membuat keributan di kantor saya pagi ini."

Thomas Jefferson sedikit merengut, namun segera menguasai diri. "Maaf jika kedatangan saya mengganggu ketenangan pagi Anda, Kody. Namun, ada hal penting yang ingin saya tanyakan langsung."

Kody berjalan mendekat, tatapannya mengunci Thomas. "Apa yang ingin Anda tanyakan?"

Thomas menarik napas dalam sebelum melanjutkan, "Kenapa Anda tiba-tiba memutuskan proyek yang sudah kita sepakati dari awal? Apa ada yang salah dengan proyek yang kami buat? Tolong beritahu saya jika ada hal yang tidak membuat Anda setuju. Saya akan memperbaikinya. Anda tidak bisa secara sepihak membatalkan kerja sama kita." Nada bicaranya mulai meninggi, menunjukkan kekecewaan dan kemarahan yang tertahan.

"Kenapa tidak bisa aku batalkan? Itu uangku, dan aku berhak melanjutkan atau membatalkan proyek yang berurusan dengan perusahaanku," ucap Kody tegas sambil berjalan menuju kursi kerjanya. Ia duduk dengan anggun, gesturnya menunjukkan dominasi.

"Setidaknya beri aku alasan kenapa Anda tiba-tiba membatalkan proyek yang sudah disepakati," desak Thomas, mengikuti Kody dengan tatapan penuh tuntutan.

Kody menatap Thomas dengan dingin. "Tanyakan pada putri bungsu Anda, Bianca Jefferson. Apa yang sudah ia lakukan kepada saya."

Thomas tertegun. "Apa maksud Anda, Tuan Kody?" Nada suaranya berubah, ada kebingungan bercampur kekhawatiran di sana.

*

Kody meraih telepon di mejanya dan menyuruh asistennya untuk segera masuk ke ruangannya. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan Alex masuk dengan tatapan profesional.

"Tolong tunjukkan pada Tuan Thomas Jefferson apa yang sudah dilakukan putrinya," perintah Kody tanpa basa-basi.

Asisten itu mengangguk dan menyalakan layar besar di dinding ruangan. Rekaman CCTV mulai diputar.

"Acara pesta semalam di hotel, Nona Bianca menyuruh pelayan hotel, koki, dan juga penjaga hotel untuk bekerja sama memberikan obat perangsang di makanan yang dipesan oleh Tuan Kody. Semua terekam di CCTV hotel," jelas asisten Kody dengan tenang.

Thomas Jefferson menyaksikan dengan mata terbelalak saat melihat rekaman Bianca memberikan sejumlah uang kepada para pekerja hotel. Adegan selanjutnya menunjukkan seorang pelayan mengantarkan makanan ke kamar Kody.

"Dan Nona Bianca secara paksa menyuruh pengawal sewaannya untuk membuka paksa pintu kamar yang ditempati Tuan Kody setelah ia berhasil menyuruh pelayan untuk memberikan makan malam yang sudah diberikan obat kepada Tuan Kody," lanjut asisten Kody.

"T-tidak... ini tidak mungkin," ucap Thomas pelan, wajahnya memucat saat melihat bukti-bukti yang tak terbantahkan di depan matanya.

"Nona Bianca berhasil kabur sebelum kami menangkapnya, dan sepertinya Nona Bianca berpikir jika tindakannya tidak akan ketahuan karena dia sudah menyuap beberapa pekerja yang bekerja di hotel tersebut," tambah asisten Kody.

Wajah Thomas seketika kehilangan warna. Ia tak menyangka putri kesayangannya akan melakukan hal serendah itu. Ia tahu jika putrinya, Bianca, menyukai Kody, namun ia tak pernah membayangkan Bianca akan senekat itu untuk mendapatkan Kody.

"Sekarang sudah jelas kenapa aku membatalkan kontrak kita. Aku tidak ingin berurusan dengan keluarga Jefferson. Jika putri Anda masih berani melakukan hal menjijikkan seperti semalam di hotel, aku akan pastikan keluarga Jefferson tidak akan bisa memulai bisnis di Eropa," ancam Kody dengan nada dingin yang menusuk.

Thomas menghela napas panjang, wajahnya tampak lelah dan putus asa. Dengan suara lemah, ia mencoba meminta maaf kepada Kody.

"Aku minta maaf atas apa yang sudah putriku lakukan pada Anda. Namun, aku masih mengharapkan kebaikan Anda untuk bisa menjalin kerja sama seperti sebelumnya. Jika Anda benar-benar tidak ingin lagi berhubungan dengan perusahaan milikku, aku tidak akan memaksa Anda. Namun, saya harap Anda masih mempertimbangkan hal ini. Aku akan pastikan putriku tidak akan pernah mengganggu hidup Anda dan menampakkan diri di hadapan Anda. Saya permisi," ucap Thomas dengan nada penuh penyesalan.

Thomas berbalik dan berjalan keluar ruangan dengan langkah gontai, diikuti oleh asisten Kody di belakangnya. Pintu ruang kerja Kody tertutup rapat, meninggalkan Kody seorang diri dengan pikirannya yang berkecamuk.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!