pendekatan

Ana dan Ulya tengah makan di cafe yang tak jauh dari rumah. Mengobrol ria sembari menonton film di laptop yang Ulya bawa dari rumah.

"Sepuluh tahun di pesantren kamu dekat sama siapa aja, Na?" Tanya Ulya memulai percakapan

"Nggak ada. Di pesantren mana diperbolehkan dekat sama yang bukan muhrim, Ulya. Aku dekat ya cuma sama teman-teman perempuan." Jawab Ana jujur

"Masa sih? Hm, semalam aku lihat Alvan ke rumahmu. Dia ngapain?" Tanya Ulya sedikit kepo

"Siapa Alvan? Aku nggak tahu."

Ulya mengeluarkan ponsel dari tas, membuka galeri dan menunjukkan sebuah foto pada Ana. Terdapat sebelas cowok dengan posisi berbaris. "Lihat na, ini anak perjamasy. Keren kan? Udah ganteng-ganteng, jago beladiri, pelindungnya warga pula. Aduuh, apalagi yang ketuanya, damage nya itu lhoo." Ucapnya seolah juga sedang membayangkan.

"Istighfar, Ulya. Nggak boleh berlebihan, sekarang hapus foto itu." Tegur Ana. Ana nggak mau sahabat satu-satunya ini terjerumus zina karena persoalan cinta.

Sedangkan Ulya merasa kesal dengan Ana yang selalu menegurnya dalam persoalan suka atau bahkan cinta. Ulya langsung meninggalkan cafe dan membiarkan Ana sendirian di cafe.

Ana hanya menggeleng keheranan melihat tingkah laku sahabatnya yang paling tidak suka jika dikritik atau sekedar diperingatkan. Namun, hal itu tidak membuat Ana untuk ikut kesal dan membenci. Karena menurutnya, persahabatan tidak harus yang sefrekuensi. Harus ada yang menengahi, mengalah dan mendewasai.

Ana segera mengemas laptop dan barang-barang lainnya yang sengaja Ulya tinggal. Baru juga menutup laptop, tangan seseorang lebih dulu menyentuh laptop dan ikut mengemas barang yang ada di atas meja.

"Sendirian aja, gue bantuin ya?" Tanya Alvan dengan lembut dan ramahnya.

"Tidak perlu, saya bisa sendiri." Balas Ana dengan mengambil alih barang-barang yang ada di tangan Alvan.

Alvan pun membiarkan Ana mengemas barangnya, setelahnya akan Alvan ajak ngobrol berdua. Berbeda dengan Ana yang sama sekali tak mau menoleh atau bahkan menatap Alvan.

"Gue Alvan, siapa tahu mau kenalan." Ujar Alvan dengan mengulurkan tangannya, berharap Ana bakal mau berjabat tangan dengannya.

Namun, semua tak sesuai harapan Alvan. Ana pergi meninggalkan cafe. Tak mau menyerah begitu saja, Alvan berniat untuk mengikuti kemana perginya Ana. Alvan mengernyitkan dahi kebingungan begitu melihat Ana sedang berbicara di telepon dengan senyum keramahan. Siapa yang sedang berbicara dengan Ana? laki-laki atau perempuan? Mengobrol dengannya saja tidak pernah tapi, dengan senang dan ramahnya malah berbicara lewat telepon. Apa perlu Alvan telepon supaya bisa bicara?

"Ana." Panggil Alvan saat Ana akan masuk ke dalam supermarket

Ana berhenti, menoleh ke arah samping tanpa ada niat untuk membalikkan tubuh menghadap Alvan.

"Gue boleh minta nomor lo?" Tanya Alvan meminta izin supaya bisa mendapatkan nomor Ana

Dengan senang hati Ana mengeluarkan kartu nama dari dalam tasnya. Diletakkannya kartu nama itu di atas meja depan supermarket. setelahnya ia masuk ke dalam supermarket.

Sedangkan Alvan langsung ambil kartu nama yang Ana letakkan di atas meja. Tanpa babibu langsung mengetik nomornya dan juga menyimpannya.

🍃🍃🍃

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Alvan langsung menjauhkan ponselnya. Merasa kalau balasan salam darinya bukanlah suara Ana. Meskipun Alvan tidak pernah mengobrol dengan Ana, Alvan sudah tentu hafal nada bicara Ana.

"Ini bukan Ana ya?"

"Ini nak Alvan ya?"

Sadar akan siapa yang diteleponnya, Alvan langsung berubah menjadi se ramah mungkin.

"Hehe, maaf Bu. Alvan kira tadi ini nomornya Ana."

Panggilan terputus, yang seharusnya ia menghubungi Ana malah menghubungi ibunya Ana. Sepintar itu Ana menggunakan akalnya untuk tidak memberikan nomor teleponnya pada sembarangan orang.

Alvan dengan setia menunggu Ana keluar dari supermarket. Begitu Ana keluar, Ana langsung masuk ke dalam taxi. Buru-buru Alvan berlari menghampiri Ana.

"Ana, sekarang lo mau kemana?" Tanya Alvan

"Pulang." Jawab Ana yang langsung masuk ke dalam mobil taxi

Baru juga duduk, Ana langsung mendapat notif dari ibunya. Begitu dibacanya, Ana hanya tersenyum. "Oh, jadi dia yang namanya Alvan." Ucapnya

Berbeda dengan Alvan, lelaki itu juga langsung memesan taksi untuk mengikuti kemana perginya Ana. Entah kenapa alvan sangat ingin mengetahui apa yang dilakukan Ana. Kepoin Ana bagi Alvan adalah kegiatan yang lumayan seru. Menurut Alvan, setiap apa yang dilakukan Ana sulit untuk ditebak. Berasa jadi petualangan.

🍃🍃🍃

Kalau nggak karena masalah Erik, Alvan nggak akan melewatkan petualangannya untuk terus kepoin Ana.

"Ke mana aja lo? Gue berkali-kali telepon tapi nggak lo angkat. Lihat tuh! Anggota lo sekarat!" Ucapan Arden membuat Alvan spontan menoleh ke arah anggotanya yang kini sudah babak belur. Udah dipastikan kalau Erik dan anak buahnya yang ngeroyok anggotanya.

Tanpa ba-bi-bu lagi, Alvan langsung memakai helm full facenya. Naik ke atas motor dan melajukan motornya menuju markas Nairles.

"Alvan bego!" Maki Arden yang setelah itu ikut menyusul Alvan, diikuti juga anggota yang lain.

Masuk ke dalam markas Nairles, Alvan menendang benda yang menghalangi jalannya. Amarah besarnya membuat Alvan ingin membunuh Erik, saudara tirinya yang nggak tahu diri.

Di hadapannya ada Erik dan mantannya yang tengah berciuman mesra. Membuat Alvan meludah karena merasa jijik dengan pemandangan buruk di depannya.

"Sayang, ada Alvan." Ujar cewek itu memberi tahu Erik.

"Biarin, sayang." Balas Erik kembali melumat bibir pacarnya di depan Alvan.

Alvan langsung menarik kerah baju Erik. Menonjoknya sekali namun membuat Erik langsung jatuh tersungkur. Sedangkan cewek bernama Lola yang berstatus mantan Alvan itu berjalan mendekati Alvan hendak menyosor tapi, dengan gerakan cepat Alvan langsung menghindar.

"Bahkan lo lebih murahan!"

"Alvan, mantan aku yang tampan ini belum pernah merasakan ciuman manis dari Lola." Ujar Lola kembali mendekati Alvan dan hendak menciumnya

Hal itu refleks membuat Alvan langsung menampar wajah Lola. "Gue nggak pernah punya pacar yang menjijikkan dan murahan kayak lo!"

Kembali pada Erik, Alvan kembali menonjok Erik hingga bertubi-tubi. Tak menyisakan celah untuk Erik membalas tonjokkan Alvan.

"ALVAN STOP!" Teriak Arden menghentikan tindakan Alvan yang hampir membuat anak orang mati di tempat.

"Kalau sampai Erik masuk rumah sakit atau bahkan mati, lo yang bakal ngerasain sakit lebih dari sakitnya Erik yang mencoba lo bunuh. Ingat keluarga lo Al! keluarga lo baik itu tergantung kelakuan lo!!" Sahut Kenzie mencoba menyadarkan Alvan

"Arrgghhh!!" Alvan mengusap wajahnya gusar. Merasa benci pada keadaan yang tak mau mengalah. Akhirnya Alvan memilih untuk pergi saja.

Melaju di atas rata-rata adalah pelampiasan moodnya. Merasa tak acuh akan teriakan orang di jalan. Namun, paras cantik Ana membuat keadaan Alvan membaik, secepat kilat Alvan menghampiri Ana yang tengah menyiram tanaman di halaman rumahnya.

"Ana." Panggil Alvan dengan menaik turunkan alisnya.

Ana tetap fokus pada aktivitas menyiram tanaman, merasa tak acuh akan kehadiran Alvan didepannya. Sedangkan Alvan beralih mengamati setiap gerak-gerik Ana saat menyiram bunga.

"Terlalu mahal banget ya?" Tanya Alvan

Masih tak ada balasan dari Ana. Bukannya merasa jengkel karena tak ada balasan, Alvan justru sabar dan memilih berpikir untuk gimana caranya supaya bisa mengobrol dengan Ana.

"Apa perlu dibeli dulu sama ak-" ucapan Alvan terpotong karena tiba-tiba Ana mengguyur Alvan dengan selang.

"Eh-eh. Maksud gue itu apa perlu gue nikahin dulu supaya lo mau ngobrol sama gue?" Tanya Alvan tanpa pikir panjang

Kenapa sih laki-laki suka ngomongin nikah kalau udah di ujung percakapan? Batin Ana sedikit kesal.

Alvan mulai berpikir untuk kesekian kalinya. "Abaikan aja ucapan tadi. Hm, lo sering banget telponan sama cowok ya?" Tanyanya berharap dibalas

"Tidak." Jawab Ana singkat, meski singkat tapi sudah membuat Alvan semangat empat lima

Alvan nampak berpikir. Pikirannya mulai random, yang penting punya topik pembicaraan. "Hm, galeri lo ada foto laki-laki nggak?" Tanya Alvan mulai random

"Ada."

Alvan terkejut. "sedikit atau banyak?"

"Banyak."

Alvan semakin terkejut. "Banyak karena apa? Suka?"

"Kagum."

Kagum? Wahh, nggak bisa dibiarin! Pokoknya cuma Alvan nantinya yang harus bersinggah di hati Ana.

Terpopuler

Comments

Bukhori

Bukhori

lanjut👍

2025-08-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!