"Tuan muda kalau di lihat dari jauh, ganteng banget," ucap salah satunya.
"Dari deket juga ganteng. Sayang sifatnya kayak iblis," ucap satunya lagi.
Hanum membelalakan matanya saat mendengar ucapan dari para pelayan itu. Tuan muda yang di maksud adalah Tuan muda yang akan dia layani, kan? Hanum berjalan semakin dekat dengan pintu dan mengerjapkan matanya saat melihat seorang pria tampan dengan stelan jas melekat di tubuhnya.
Benar kata mereka pria itu ganteng.
"Iya, Tuan muda cuma ganteng kalau di pandang aja. Di deketin bikin ngeri."
"Kamu denger pelayan baru buat Tuan muda udah datang?"
"Alah, paling gak sampai satu hari udah nyerah."
"Aku hitung begitu dia berhadapan sama tuan muda mungkin kurang dari satu jam dia bakal pergi."
Hanum kembali melihat ke arah pria yang kini nampak punggung itu menaiki tangga. Se-mengerikan apa dia?
"Hanum?" Hanum menoleh begitupun tiga pelayan yang sejak tadi mengintip dari balik tembok.
"Sedang apa kalian? Kembali bekerja," ucap Bu Ratna dengan tegas.
Hanum sendiri berjalan mendekat dan menghadap Ratna.
"Ayo ikut saya!" Hanum mengangguk dan segera mengikuti Ratna.
Hanum duduk di sebuah kursi, di depannya ada bu Ratna yang menatapnya dengan tajam.
"Kamu bisa bela diri?" Hanum mengernyit.
"Bela diri?"
"Iya, nyonya bilang kamu berantem sama copet." Hanum mengangguk.
"Jadi kamu akan tahan kalau cuma satu pukulan, kan?"
Hanum semakin bingung, sebenarnya pekerjaannya seberbahaya apa sampai-sampai dia ditanya seperti itu. Benarkah yang mereka bilang tuan muda itu seperti iblis? Dia suka menyiksa?
"Sebentar bu Ratna, saya kan hanya akan jadi pembantu, kenapa di tanya begitu? Lagian meskipun saya tahan di pukul, saya juga gak mau di pukul."
Enak saja. Di pukul kan sakit.
"Kenapa, kamu menyesal?"
"Bukan masalah nyesel atau enggak. Saya tanya pekerjaannya berbahaya atau enggak?"
"Kalau begitu dengar. Tuan muda kami sedikit memiliki kepribadian yang unik ..." Hanum menaikan alisnya, unik yang seperti apa?
Ratna melihat pada pergelangan tangannya. "Saya tidak bisa menjelaskannya lebih detail. Tapi sekarang kita akan coba." Ratna mengambil sebuah nampan lalu memberikannya pada Hanum.
"Waktunya tuan minum obat."
....
Hanum melihat sekitarnya dimana orang- orang menatapnya dengan pandangan aneh. Seolah dia akan menghadapi medan perang dan akan segera gugur.
Hanum mengetuk pintu sebelum mendorong pintu itu dan terbukalah menampakan ruangan gelap.
Prang!
"Anj--"
Hanum berjengit dan hampir mengeluarkan umpatannya saat sebuah botol terlempar ke arahnya. Dia baru saja masuk ke dalam kamar pria yang di sebut tuan muda itu membawakan satu gelas air dan beberapa butir obat. Beruntung refleksnya cukup bagus hingga sebelum botol itu mendarat di kepalanya dia sudah menghindar.
Ini yang di sebut kepribadian unik?
Ini namanya gak waras.
"Siapa suruh kamu masuk!" Hanum melihat seorang pria duduk bersandar pada badan ranjang, tatapan tajam dilayangkan padanya. Mata itu seolah bersinar di kegelapan dan nampak mengerikan. Tapi bukan Hanum kalau takut.
"Maaf, Tuan. Waktunya minum obat." Hanum berusaha menahan dirinya agar tak lari dan mencekik tuan muda di depannya ini.
Sialan. Kalau bukan karena gajinya sangat besar, Hanum akan menghajar wajah angkuh itu.
"Pergi!" Pria itu kembali melempar barang kali ini Hanum yang terkejut tak sempat menghindar dan terkena lemparan tersebut.
Prang!
"Anjritt." Hanum mengumpat saat sebuah gelas mendarat tepat di dahinya.
Hanum merasa dunianya berputar dengan mata yang mulai buram. Hanum bahkan merasakan darah mulai mengalir di pelipisnya.
Hanum segera keluar dari kamar tersebut. Saat membuka pintu dia melihat Lukman dan Ratna. Sepertinya dua orang itu sudah siap sedia dan langsung memboyongnya.
Hanum bahkan melihat seorang pria berseragam dokter yang dengan sigap menghampiri mereka.
...
Hanum menatap pada nyonya rumah, Ningsih. Di belakangnya ada Lukman dan Ratna.
"Jadi, ini kenapa gaji saya gede, nyonya?"
Ningsih menghela nafasnya. "Gila sih, ini bukan kepribadian unik. Tapi udah kayak orang gila."
Ratna melotot tajam, sementara Lukman melangkah maju mendengar mulut lancang Hanum.
"Tunggu." Ningsih mencegah Lukman untuk maju lebih dekat pada Hanum. "Tinggalkan kami," ucapnya dan dengan pasrah Lukman dan Ratna segera pergi dari kamar Hanum.
Ningsih merapikan duduknya yang sudah anggun lalu menatap Hanum.
"Anak saya memang pemarah." Harum bisa mendengar nada sedikit sengau dari suara Ningsih. Sepertinya Ningsih menahan tangis. Tapi wanita ini masih berwajah biasa saja. Menurut Hanum dia sedang menyembunyikan kesedihannya. "Saat usianya delapan tahun dia pernah di culik pengasuhnya dan menyisakan trauma hingga dia tak suka pada orang baru atau orang yang tidak dia kenal. Jadi, setiap ada pelayan baru yang melayaninya dia selalu bertindak brutal."
"Kalau begitu jangan di kasih pelayan, nyonya. Udah gede juga," ucap Hanum tak peduli. Masalahnya sudah banyak untuk apa dia memikirkan kesedihan orang lain. Hanum meraba dahinya yang sudah di balut perban. Belum juga satu hari sudah begini.
"Tapi jika di biarkan sendiri, dia juga akan melukai dirinya sendiri. Karena itu saya membutuhkan kamu."
"Kenapa saya?"
"Sudah banyak yang saya pekerjakan, tapi mereka berakhir mengundurkan diri dengan luka serius yang di derita."
"Saat saya melihat kamu mengejar pencopet saya sudah memperhatikan kamu. Lalu saat kamu menolong saya dari penodong saya semakin yakin kalau kamu bisa."
"Nyonya memperhatikan saya?" Ningsih mengangguk.
"Kenapa gak sewa bodyguard aja nyonya? Mereka akan lebih kuat."
"Kamu pikir orang-orang yang ada di sekitar saya tidak cukup? Tapi mereka tetap tak bisa menghadapi Arya."
Oh, namanya Arya?
"Yakin banget saya bisa?"
Ningsih tersenyum tenang. "Hanum, saya sudah mengirimkan sepuluh juta kepada ayah kamu. itu belum termasuk gaji kamu. Kalau kamu bisa membuat Arya sedikit melunak saya akan naikan gaji kamu secara bertahap." Hanum membuka mulutnya dengan tatapan tak percaya.
Awalnya dia pikir gajinya terlalu besar tapi jika begini, sebesar apapun tak akan sebanding dengan nyawanya yang bisa melayang kapan saja.
"Ini baru percobaan pertama. Setelah menjalani pelatihan kamu mungkin akan sedikit terbantu."
Memangnya bisa apalagi? Dia juga tak mungkin mengembalikan sepuluh juta itu, lalu berhenti bekerja. Lagi pula kehidupan pasar juga mengerikan. Banyak preman dan penjahat liar. Jadi menghadapi satu saja tak masalah bukan?
Hanum mengangguk. "Akan saya coba. Tapi, nyonya bolehkah saya minta sesuatu?"
Ningsih mengernyit. "Kalau sesuatu terjadi sama saya, saya mau kehidupan adik- adik saya menjadi tanggungan nyonya. Bukan apa- apa saya ini tulang punggung keluarga. Kalau saya mati gimana sama bapak dan adik- adik saya?"
"Baiklah. Saya tahu kamu memang tidak mudah menyerah."
Setidaknya jika dia mati. Dia tak perlu khawatir adik- adiknya kehilangan tulang punggung keluarga.
"Kamu bisa istirahat dan mulai pelatihan kamu besok."
Dan Hanum mulai pelatihannya.
Dia di ajari membuat minuman dan makanan kesukaan tuan muda, juga bagaimana menghindari kemarahan tuan muda mereka.
Yang Hanum tak habis pikir untuk apa pelatihan ini kalau nyatanya mereka tak bisa menangani si tuan muda.
Jadi Hanum rasa pelatihan ini hanya teori kosong.
"Kalau tuan muda marah segeralah bersembunyi atau menghindar."
Apa katanya, kalau Tuan muda marah segeralah bersembunyi?
Hanum ingin tertawa. Kalau begitu mudah kenapa tidak di lakukan saja oleh mereka. Bagaimana bisa bersembunyi kalau tiba-tiba sudah melempar gelas.
Tapi saat ini uang yang sedang bicara, jadi Hanum hanya bisa mengangguk. Baiklah tidak masalah terluka sedikit saja. Lagi pula masa dengan adik- adiknya sudah terjamin.
"Ingat untuk selalu bersih dan higienis."
....
Sudah tiga hari Hanum menjalani pelatihan. Dan yang Hanum tahu tidak setiap saat tuan muda menggila, hanya saat- saat tertentu saja si tuan muda akan hilang akal.
Dan saat ini Hanum melihat pria itu duduk di kursi makan seolah dia manusia normal. Matanya menatap Hanum sekilas yang berdiri tak jauh darinya berjaga-jaga jika tuan muda itu membutuhkan bantuannya.
Hanum melihat pelayan yang menyajikan makanan sedikit bergetar saat menyajikan makanan di piringnya, hingga tanpa sengaja tangannya menyenggol lengan tuan muda.
Yang membuat Hanum membelalakan mata tak percaya, si tuan muda langsung membuka jasnya dan melemparnya ke lantai.
Apa- apaan itu?
Bahkan hanya sedikit tersentuh dan tak sengaja dia langsung membuang pakaiannya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Siti Dede
Aku pikir latihan beladiri☺️
2025-08-19
0
mbu ne
emang ya, Num...dimana2, teori lebih mudah dari praktek nya..🤭...
2025-08-19
0
Patrish
pelatihan teori.. prakteknya jauuh.... 😄😄😄
2025-09-20
0