4. Cemburu

Makan malam berjalan hambar. Aku yang masih memendam rasa kesalku hanya duduk terdiam, Ali dan Nando mengobrol seru tentang rencana masa depan Nando setelah lulus dan tentang pekerjaan kontraktor yang tidak ku mengerti.

Suamiku mengajak adik kesayangannya bekerja dengannya setelah lulus S2 nanti. Nando tersenyum dan tertawa sesaat lalu pandangannya berubah setiap kali melihatku. Ada sesuatu yang janggal dengannya. Aku tahu itu, karena Nando yang ku kenal tidak akan pernah bersikap konyol dengan berpura-pura tidak mengenaliku.

Meskipun mungkin alasannya karena tidak enak pada kakaknya. Sekali lagi sebuah fakta menghantamku. Sejak kedatangan Nando aku berusaha keras meyakinkan diri agar tidak terpengaruh dengan perasaanku yang masih terlampau besar padanya. ‘aku adalah istri dari kakanya sekarang, dia adalah adik iparku!’ aku harus selalu mengingat hal itu.

“Jadi besok masih mau di rumah? Ga mau jalan-jalan?” Ali bertanya  pada Nando. Aku harap mulai besok Nando memiliki kesibukan agar tidak selalu di rumah bersamaku dan membuatku repot sepanjang hari.

“Besok aku mau ke toko buku kak, ada beberapa buku yang mau aku cari” 

“Otak kamu isinya buku semua yah, kapan ada ceweknya?”

Nando tersenyum geli. Aku menatapnya, tak kuasa menahan senyum. wajahnya selalu terlihat menarik saat tersenyum. Tiba-tiba saja rasa kesalku hilang.

Sepertinya rasa sukaku lebih besar sehingga tak mampu berlama-lama marah padanya. Ya ampun Aura, kamu memang payah! 

“Ini juga lagi usaha Kak!”

Ali tertawa sambil mengacak rambut Nando “Oh jadi selama ini udah ada ceweknya?”

Nando tersenyum malu.

Ceweknya? Siapa? Mendadak aku menjadi penasaran sekaligus cemburu berat. Aku berdeham dengan keras “Ali, aku udah selesai makannya. Aku ke kamar duluan yah!” aku mendorong kursi namun Ali meraih tanganku, menahanku pergi.

“Aura, aku mau besok kamu temani Nando ke toko buku yah!”

Aku terkejut mendengar permintaannya tapi sebelum aku menolak, Nando sudah lebih dulu buka suara.

“Ga usah Kak, aku bisa pergi sendiri kok!”

“Nando, kamu hidup 4 tahun di Amerika. Selama 4 tahun banyak perubahan di sini, kamu masih belum hapal jalan kan?”

“Tapi, kak...aku ga enak. Takut ngerepotin kak Aura”

Entah mengapa aku malah merasa Nando bukannya takut merepotkanku tapi dia memang takut padaku.

Dari tadi dia selalu ragu-ragu untuk melihatku. Baiklah, mungkin ini saat yang tepat untuk menegaskan statusku sebagai kakak iparnya. 

“Kamu tidak perlu merasa ga enak Nando, kak Aura akan temani kamu besok!” aku mendorong kursiku lalu pergi tanpa menoleh lagi.

Mungkin sikapku akan terlihat aneh, tapi aku tidak ingin memikirkannya. Mulai sekarang aku sudah tidak ingin memikirkan Nando lagi. Sudah cukup. Antara diriku dan dirinya telah berakhir. 

...

Aku berjalan santai dibelakang Nando. Memperhatikannya dalam diam. Nando sibuk mencari-cari buku di setiap rak dan aku hanya ingin menjaga jarak. Semenjak gagal kuliah, hasratku terhadap buku menghilang entah kemana. 

“Kak Aura gak sekalian beli buku?” Nando bertanya dengan serius. Aku menggeleng tak peduli. Nando tampak semakin canggung dan akupun begitu. 

“Kalo kak Aura bosen, jalan-jalan ke tempat lain juga ga pa-pa, aku tunggu disini” Nando berkata dengan ragu, sekali lagi aku hanya terdiam.

AKu harap setelah Nando melihat sikap dinginku, dia akan mau berterus terang. Kita lihat saja nanti, siapa yang akan bertahan dan siapa yang akan menang. 

“Nando Saputra!” seseorang memanggil Nando. 

“Iya!” saat Nando berbalik badan, aku melihat seorang gadis cantik berkulit putih dan berambut hitam panjang bergelombang tersenyum manis pada Nando.

“Bella?” 

“Apa kabar?”

Tak ku duga, Nando langsung memeluk gadis bernama Bella itu. Sepertinya mereka sudah sangat akrab. Tiba-tiba saja hatiku menjadi panas. 

“Baik,kamu kapan pulang ke Indonesia?” tanya Nando sambil melepaskan pelukannya.

“Kemaren!”

“Katanya betah di Amerika dari pada di sini,kok pulang sih?”

“Aku udah ga betah lagi tinggal di sana!”

“Kenapa? Jangan-jangan karena ga ada aku yah?”

Nando bertanya dengan nada menggoda. Rasa cemburuku langsung naik ke ubun-ubun, aku berdeham keras untuk menyadarkan mereka bahwa aku ada di sana dan ga mau jadi obat nyamuk.

“Eh itu siapa?” tanya Bella.

“Oh kenalin ini kak Aura, kakak ipar aku”

Nando memperkenalkanku dengan wajah yang tanpa beban sama sekali.

Bella mengulurkan tangan kanannya “Hallo kak, saya Bella teman kuliah Nando di Amerika” dengan sangat terpaksa aku menjabat tangan itu. 

“Emang kita masih temen yah?” Nando menggoda Bella lagi.

Mereka saling tatap sambil tersenyum. Aku segera melepaskan tanganku dan Bella segera tersadar, memalingkan wajahnya kepadaku. Gadis itu terlihat malu.

“Apaan sih, Nando!”

Bella memukul lengan atas Nando. Mereka tertawa ringan.

Aku merindukan saat-saat seperti itu dengan Nando. Bayang-bayang masa lalu berdatangan kembali di benakku, rasanya sudah tak tertahankan lagi.

Nando, permainan apa lagi yang sedang kau mainkan? Setelah mati-matian berusaha tidak mengenalku. Sekarang kau bermesraan dengan gadis lain di depanku tanpa memikirkan bagaimana perasaanku. Nando yang ku kenal memang telah berubah.

Selesai membeli buku, Bella mengajak kami makan siang di cafe yang ada di Mall itu. Ketika sampai di meja cafe aku langsung pamit ke toilet, mengurung diri di sana beberapa menit.

Rasa cemburu yang sedang membara ini butuh ditenangkan. Aku tidak tahan melihatnya. Mereka berdua bersikap sangat manis, sama seperti aku dan Nando di masa lalu.

Meskipun mereka masih berteman tapi aku yakin sepertinya Nando menyukai gadis ini. Di lihat dari sisi manapun, Bella memang sempurna. Tidak hanya cantik tapi berkepribadian baik. Aku bisa melihat sikapnya yang sangat sopan saat berkenalan denganku tadi. Dia gadis yang cocok untuk bersanding dengan Nando.

Aku jadi teringat perbincangan tadi malam. Meskipun tidak secara langsung tapi Nando sempat memberi isyarat bahwa dia sedang mengincar seorang gadis dan aku curiga gadis itu adalah Bella. 

Pemandangan yang lebih mengiris hatiku terjadi saat aku kembali dari toilet. Aku melihat Nando dan Bella sedang menautkan jari kelingking mereka seperti sedang melakukan ritual perjanjian. Mereka saling tatap dan tersenyum.

Aku tidak bisa melihat ini...hatiku rasanya sangat perih maka ku putuskan detik itu juga untuk pergi.

Aku baru saja melakukannya, meninggalkan Nando yang entah tahu jalan pulang atau tidak. Tapi ku pikir, dia sudah dewasa dan cukup mengerti rute jalan.

Dia bukan anak kecil yang bisa tersesat kan? Aku tidak peduli. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!