4. Di Labrak Pelakor

Malam yang sunyi dan pekatnya malam seperti sembilu yang menggores hati seseorang, ternyata lelaki setia itu nyaris tidak ada di dunia ini. Siang bekerja lah sudah pasti dan di hadapkan dengan ujian yang sulit saat ini.

Suaminya sudah tak kembali di rumah ini dan kabarnya akan menikah besok, walaupun dia sudah ikhlas namun rasa sakit itu masih membara.

"Andaikan aku keluar negeri, pasti hidupku tak seperti ini." Gumamnya di kala mengingat dirinya akan bekerja keluar negeri tapi karena cintanya sangat besar.

Sementara keluarga Bima saat ini lagi persiapan untuk pernikahan ke dua kali. Bima saat ini lagi bernegosiasi dengan ibunya.

"Kamu ngapain sih nikahin Nurma, kamu tidak malu sama tetangga." Ucap Bu Wina memang tidak setuju dengan pernikahan anaknya. Dia tidak mau menanggung malu.

"Ibu pengen cucu kan, Nurma lagi hamil anak ku." Bima memohon..

Bu Wina berdecak sebal karena kedua anaknya hanya membuatnya malu, dia tidak ingin tetangga menghakiminya lagi.

"Yakin itu anak kamu? "

"Maksud ibu apa sih? "

Bu Wina hanya mengedikkan bahu sebagai jawaban yang acuh tak acuh. Dia ingin memiliki cucu tapi dengan cara yang baik baik.

"Andaikan Tiara hamil, sudah pasti tak akan malu seperti ini." Batinnya.

"Ibu percayalah itu anak ku, dia cucu ibu. Nurma adalah wanita baik baik bu." Ucap Bima.

"Terserah kamu." Putus bu Wina,

Nurma minta mahar yang mahal tapi tidak di iyakan bu Wina, Bima hanya pasrah mengikuti kemauan ibunya demi restu.

"Kamu undangan Tiara juga. "

"Tidak bu, nanti dia kacaukan acaranya. "

Semuanya sudah rampung tetangga pun yang bantu memasak yang di undang juga tidak banyak. Karena acaranya tidak sesuai impian Nurma.

"Sayang, kok acara kita begini sih, ini pernikahan pertama saya." Nurma merajuk.

Bima hanya bisa diam, dia butuh restu ibunya untuk pernikahannya dengan mengorbankan impian Nurma.

Hening, Nurma masih marah, dia tidak terima dengan semuanya, padahal orang tuanya setuju jika anaknya harus jadi pelakor.

Pernikahan ini diadakan di rumah laki laki di karenakan kalau di kampung Nurma akan memakan banyak biaya belum lagi orang tuanya minta mahar yang banyak.

"Apa yang harus ku katakan jika mama ku bertanya, aku malu di depan keluarga ku, saya menikah dengan orang kaya tapi pernikahan seperti orang miskin." Lagi lagi Nurma mengomel.

"Kalau kamu mau menikah mewah pakai uang mu, uangku semua diatur ibu, harus hemat." Bima membela diri.

Padahal dirinya juga tidak mau menghabiskan banyak uang demi pernikahan keduanya, pernikahan pertamanya pun tidak mewah. Dan itu adil baginya tidak menimbulkan rasa iri kedua istrinya.

Nurma tidur membelakangi Bima bentuk protes darinya, dia hanya ingin memperlihatkan jika derajatnya terangkat karena menikah dengan orang kaya.

Pernikahan pun sudah di mulai dengan akad, berlangsung cuma sebentar dan tidak ada resepsi, membuat keluarga wanita bermuka masam, mereka berpakaian terlalu heboh dan make up sementara pengantin hanya di rias seadanya.

Makanan pun seadanya tidak ada daging rendang seperti impian mereka, benar benar sederhana. Sampai mereka makan dengan ogah ogahan.

"Katanya orang kaya, padahal kere." Ucap bu Lilia mama Nurma.

"Ma, maafin Nurma. Tidak bisa mewujudkan impian mama." Ucap Nurma.

Sementara Bima hanya mendengkus kesal, karena merasa di permalukan oleh mertuanya. Sementara tetangga sudah mulai bubar, kecuali yang ikut rewang.

"Bima saya sudah percayakan anak ku kepadamu, jika kamu tidak bisa bahagiakan kembalikan saja pada kami." Cerocos bu Lilia.

"Iya bu, saya akan usahakan," Ucap Bima dengan lesu.

"Sayang setelah ini belikan saya rumah, saya tidak mau tinggal bersama orang tuamu." Desak Nurma di depan orang tuanya.

Semua itu tak luput dari kode orang tuanya, agar Bima mau menuruti kemauannya, tapi Bima menjawab di luar dugaan mereka.

"Kita tinggal aja di rumah ini, lagian saya lagi banyak pengeluaran dan menabung untuk biaya lahiran kamu." Jawabnya.

Keputusan Bima tidak bisa di ubah siapa pun, akhirnya Nurma memiliki ide brlian agar bisa mencapai semua keinginannya.

Dua minggu kemudian suasana di rumah Laras nampak sepih, Laras hari ini tidak keluar rumah, dia ingin sedikit istrahat untuk memulihkan energinya.

Tok... Tok... Tok

"Tiara buka pintunya, keluar kamu dari rumah ini."

"Tiara...! "

"Siapa sih pagi pagi sudah teriak teriak di rumah orang, " Gerutunya.

Klek

"Ada apa kamu datang di rumahku." Ketus Tiara

Melihat madunya sedang bertolak pinggang. Tiara menelisik penampilan madunya seperti ondel ondel.

"Kamu keluar dari ruamahku, kamu kan tidak hamil jadi saya yang berhak atas rumah mas Bima."

"Mana rumahnya Bima? " Tanya Tiara penuh selidik.

"Ini rumahnya mas Bima kan, jadi saya berhak dong." Ucap Nurma dengan entengnya.

Tiara mengambil ponsel yang ada di saku piyamanya lalu menelpon seseorang. "Hallo, datang ambil peliharaan mu lagi mengamuk di rumahku." Lalu mematikan telponnya sepihak.

"Siapa yang kamu telpon? " Tanya Nurma penuh selidik.

Sementara Tiara hanya meliriknya sekilas, tak lama kemudian muncul Bima dengan wajah bantalnya. Sudah di tebak baru bangun tidur.

Satu ondel ondel, satu awut awutan, itulah pasangan yang saling melengkapi.

"Bima bawah pulang hewan peliharaan mu, jangan sampai saya berbuat kasar oadanya."

Bima terkejut dengan suara Tiara hanya memanggil namanya tanpa embel embel, Bima mengerjap beberapa kali.

"Sayang, usir dia dari rumah ini, saya mau tinggal di sini. Saya cape tinggal bersama ibumu. " Rengek Nurma.

BLAM...

Astaga, kaget keduanya. Sambil memegang dada masing masing.

Belum selesai keterkejutan mereka sudah ada tetangga yang masuk di pekarangan rumah lalu mengintrogasi keduanya.

"Pak Bima sebaiknya bawah istri anda dari rumah ini, jangan bikin gaduh di sekitaran sini." Tegur salah satu tetangga.

"Saya istrinya Bima dan berhak tinggal di rumah ini." Ucap Nurma

"Mohon maaf Bu Nurma. Tapi ini bukan rumah pak Bima dan saya dengar informasi bu Tiara sudah melayangkan ggugatan di pengadilan." Ucap salah satu ibu ibu yang bergosip.

Nurma sempat kaget jika rumah ini bukan rumah suaminya, tapi egonya terlalu tinggi dan dia tidak peduli.

"Pelakor diam nggak, atau saya siram air cabe, tidak usah teriak teriak berisik tau kentara sekali pelakor mau numpang tinggal." Ujar ibu Sasa dengan geram.

Sebab Nurma memaki semua orang sementara Bima hanya duduk diam, pikirannya sekarang melayang entah kemana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!