Pertemuan saat hujan

Malam hari. Hujan turun cukup deras, memukul-mukul atap minimarket dengan irama yang kacau. Di depan pintu kaca, Ferdi berdiri diam. Matanya menatap lurus ke luar, ke arah jalanan yang mulai tergenang air.

"Kok bisa tiba-tiba hujan gini… Mana nggak bawa payung lagi," gerutunya.

Padahal, niat awalnya cuma beli beberapa cemilan, lalu langsung pulang. Tapi sialnya, begitu masuk ke dalam minimarket, langit tiba-tiba pecah dan hujan turun tanpa aba-aba.

Ferdi menghela napas. Ia sempat berpikir untuk nekat lari menembus hujan, tapi tubuhnya masih malas bergerak.

Ceklek.

Suara pintu otomatis membuka pelan. Refleks, Ferdi menoleh.

Seorang gadis keluar dari dalam minimarket. Rambutnya panjang dikuncir kuda, hitam pekat seperti malam. Matanya mencolok, warna ungu keamethysan yang agak langka. Ia tampak tenang, meski hujan menggila di luar.

"Apa?" tanyanya tiba-tiba. Mungkin merasa risih karena diperhatikan.

"Eh? Ah, nggak... Maaf," jawab Ferdi agak canggung, buru-buru memalingkan wajah.

Itu seragam SMA 2, kan...? batin Ferdi, sedikit heran.

Tapi kenapa masih pakai baju sekolah jam segini?

Rasa penasarannya mengalahkan rasa canggungnya.

"Ngomong-ngomong, kamu anak SMA 2, ya?" tanyanya akhirnya dengan nada lebih ramah.

"Ya," jawab si gadis singkat. Nada bicaranya dingin, tapi bukan yang kasar. Lebih seperti... datar.

"Rumahmu deket-deket sini?"

"Enggak, lumayan jauh." Jawabannya masih sama, singkat dan padat.

Ferdi mengangguk kecil. Tapi rasa penasarannya belum juga reda.

"Kok masih pake seragam? Emang belum pulang dari tadi?"

Pertanyaan itu akhirnya keluar juga, meski ia tahu itu bukan urusannya.

Kali ini si gadis menoleh sedikit. Tatapannya sebentar, tapi cukup tajam.

"Abis kerja kelompok," jawabnya, lalu kembali memandang hujan.

Ferdi mengangguk lagi.

"Oh..." Jawaban seadanya, karena suasana di antara mereka mulai terasa... canggung.

Ia tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana, tapi tak ada balasan. Hanya suara hujan yang tetap deras, membungkam segala percakapan.

.

.

.

10 menit… 15 menit…

Hujan masih belum menunjukkan tanda-tanda akan reda. Jam di ponsel Ferdi sudah menunjukkan pukul 8 malam. Sebenarnya tadi dia sudah bersiap untuk nekat lari pulang menerobos hujan, tapi entah kenapa… dia jadi kepikiran.

Gadis itu... yang bahkan belum ia tahu namanya. Masih berdiri di sampingnya, diam memandangi hujan.

Dengan hujan sederas ini, jelas tidak akan ada ojek lewat atau supir yang mau narik penumpang. Dan entah kenapa, Ferdi malah jadi lebih khawatir ke nasib gadis itu daripada dirinya sendiri.

Menghela napas, Ferdi akhirnya membalikkan badan dan masuk kembali ke dalam minimarket. Ia berjalan ke rak barang, mengambil sebuah payung lipat, lalu membayarnya di kasir.

Begitu keluar kembali, ia menghampiri gadis itu yang masih berdiri di tempat semula.

"Aku mau pulang, rumahku nggak jauh dari sini. Mau numpang neduh sekalian?" tawar Ferdi, berusaha terdengar santai.

Gadis itu hanya menatapnya sekilas, lalu menggeleng pelan.

"Hujannya kelihatan bakal lama, kamu beneran mau nunggu di sini terus? Nggak dingin?" bujuk Ferdi lagi. "Tenang aja, aku nggak punya niat aneh-aneh kok," tambahnya sambil tersenyum kecil.

Gadis itu menatap matanya dalam diam. Hening sejenak… lalu akhirnya ia mengangguk pelan.

Ferdi membuka payungnya dan mereka mulai berjalan di bawah derasnya hujan. Payung itu dia pegang agak miring ke arah kanan, lebih fokus melindungi si gadis dari hujan, hingga membuat bahu kirinya sedikit basah.

Gadis itu menyadari hal itu, lalu menoleh. "Kamu nggak perlu kayak gini. Kita bahkan nggak saling kenal," ucapnya datar, tapi terdengar agak canggung.

Ferdi menoleh sekilas dan tersenyum. "Hehe… aku tahu. Tapi masa aku tega ngebiarin cewek kehujanan gitu aja?"

Perjalanan itu terasa cepat. Tanpa sadar, mereka sudah sampai di depan rumah Ferdi.

Ferdi menutup payungnya, lalu merogoh saku celana untuk mengambil kunci.

Ceklek.

Pintu terbuka.

"Silakan masuk," ucap Ferdi sopan, mempersilakan gadis itu masuk lebih dulu.

"Permisi..." jawab gadis itu pelan, mengikuti Ferdi dari belakang.

"Ah, duduk aja di situ. Aku buatin minuman hangat dulu. Mau teh, cokelat… atau matcha juga ada kalau mau?" tawar Ferdi sambil menuju dapur.

Gadis itu sempat terdiam sebentar, lalu menjawab, "Kalau gitu… matcha aja."

"Oke sip!" Ferdi menjawab dengan nada ceria, lalu mulai menyiapkan minuman.

Sambil menunggu air mendidih, Ferdi kembali ke kamarnya. Bajunya setengah basah karena hujan, terutama bagian bahu kirinya yang tadi sengaja lebih terbuka agar gadis itu tetap kering.

Begitu sampai di kamar, ia langsung membuka lemari dan mengambil kaos bersih.

Anjir! Gua beneran bawa cewek ke rumah! batinnya berteriak panik.

Tenang... tenang... gua harus tetep tenang...

Ia menepuk-nepuk pipinya pelan dan menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan.

Setelah mengganti baju dan merasa sedikit lebih nyaman, Ferdi berjalan kembali menuju dapur.

Beberapa menit kemudian, suara air mendidih terdengar dari teko.

Ferdi mematikan kompor, lalu menuangkan air panas ke dua cangkir yang sudah berisi bubuk matcha. Ia mengaduknya perlahan dengan sendok, memastikan semuanya larut sempurna.

Kemudian, dengan hati-hati, ia membawa kedua cangkir itu ke ruang tamu dan meletakkannya di meja depan sofa.

"Silakan," ucapnya ramah.

"Makasih..." gadis itu mengangguk pelan.

Ferdi duduk di sofa sebelah, sedikit menjauh agar tidak membuat suasana makin canggung. Tapi tetap saja... hening.

Suara hujan deras di luar menjadi satu-satunya suara yang terdengar.

"Kayaknya nggak ada tanda-tanda berhenti..." ucap gadis itu pelan, sambil menoleh ke arah jendela.

"Iya... deras banget," Ferdi ikut melirik ke luar. "Jadi, gimana?"

Gadis itu diam. Ia tampak menimbang sesuatu. Matanya menatap cangkir matcha-nya yang masih mengepulkan uap.

"Mau nginep?" tawar Ferdi tanpa basa-basi.

"Eh?" gadis itu menoleh cepat, terkejut.

"Yah, maksudku... hujannya deras, udah malam juga," jelas Ferdi, berusaha terdengar netral. "Aku nggak maksain sih, cuma... kalau kamu mau, nggak masalah."

Gadis itu masih ragu. "Tapi..."

"Kamu bisa pakai kamarku. Aku tidur di sofa," Ferdi tersenyum kecil. "Santai aja."

"Enggak bisa gitu dong, aku jadi nggak enak..." balasnya, wajahnya sedikit bingung.

"Gapapa. Mana mungkin aku biarin tamu tidur di sofa?" Ferdi terkekeh kecil.

Gadis itu masih tampak ingin menolak, tapi tak sanggup berkata apa-apa. Dia hanya menunduk, memandangi uap dari cangkirnya.

"Oh iya," Ferdi berdiri, mencoba mengganti topik, "kamu udah makan belum?"

Gadis itu menggeleng pelan.

"Mau makan? Tapi ya... cuma ada mie instan sih. Aku nggak masak nasi hari ini, haha..." Ferdi garuk-garuk kepala sambil berjalan ke dapur.

Gadis itu, yang dari tadi terlihat datar dan agak kaku, akhirnya tersenyum kecil. "Gapapa kok!"

Ferdi yang melihat senyum itu… sedikit terpukau.

Cantik juga... batinnya.

Namun ia buru-buru mengalihkan pandangan, takut ketahuan melamun.

"Kamu mau rasa apa?" tanyanya sambil membuka laci dapur.

"Biar aku bantu," ucap gadis itu tiba-tiba, langsung berdiri dari sofa dan berjalan ke arah dapur menyusul Ferdi.

Terpopuler

Comments

Seiya-kun

Seiya-kun

Kamar ortunya gk ada kh?

2025-08-18

0

Seiya-kun

Seiya-kun

Segampang itu 😌

2025-08-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!