Kenapa Kamu Berubah

Pagi itu, Ferdi pergi ke sekolah seperti biasanya. Namun ada yang berbeda. Wajahnya yang biasanya selalu murah senyum kini tampak datar... mungkin bisa dibilang dingin.

Biasanya, saat masuk kelas, ia akan langsung menghampiri meja Yuka, membuka pagi dengan sedikit drama khasnya. Tapi kali ini tidak. Ferdi berjalan pelan ke mejanya dan duduk tanpa sepatah kata.

Yuka, yang duduk tepat di sebelahnya, menyadari keanehan itu.

"Ada apa? Kamu sakit?" tanyanya pelan.

"Huh? Ah... nggak," jawab Ferdi singkat, terdengar kurang bersemangat.

Tanpa melirik Yuka sedikit pun, ia memalingkan wajahnya dan menatap ke luar jendela.

Rasanya sedikit sakit untuk mengabaikannya... Tapi ini yang terbaik... batinnya.

Tak lama kemudian, bel berbunyi. Guru masuk ke dalam kelas untuk memulai pelajaran.

Begitu melihat Ferdi sudah duduk tenang di bangkunya, sang guru sampai angkat alis.

"Oh? Tumben banget kamu udah duduk sebelum disuruh," komentarnya dengan nada setengah bercanda.

"Ahaha..." Ferdi hanya tertawa kecil, terdengar dipaksakan.

"Kalau begitu, ibu mulai pelajarannya, ya."

Pelajaran pun dimulai, dan waktu berlalu tanpa banyak hal terjadi. Hingga akhirnya, jam istirahat pertama tiba.

Ferdi berdiri dari kursinya dan melangkah pelan ke arah pintu kelas. Namun...

"Pokoknya enggak!"

Suara Yuka tiba-tiba terdengar cukup keras, spontan. Ia reflek menjawab seperti biasanya, karena ia mengira Ferdi akan kembali mengajaknya makan seperti hari-hari sebelumnya.

Ferdi menoleh.

"Kamu ngomong sama aku?" tanyanya polos.

"Huh? Te-tentu aja bukan!" balas Yuka cepat, terlihat sedikit panik... atau mungkin malu.

"Kalau gitu, ya sudah," ucap Ferdi datar, lalu melanjutkan langkahnya keluar kelas menuju kantin.

Yuka hanya bisa menatap punggung Ferdi yang menjauh.

Beberapa detik kemudian, Kayla datang dan langsung menghampiri meja Yuka.

"Ada apa dengannya?" tanya Yuka lirih.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...----------------...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Ferdi duduk sendirian di meja kantin, dengan semangkuk bakso di depannya. Uap hangatnya naik pelan, menghilang di udara.

"Eh, tumben di sini," celetuk sebuah suara laki-laki yang tak asing di telinganya.

Ferdi menoleh ke arah suara itu.

"Emang nggak boleh?" balasnya cepat, terdengar sedikit kesal.

"Yeee~ canda doang, bro. Gausah marah-marah gitu napa," ujar laki-laki itu sambil tertawa kecil, lalu duduk di bangku seberangnya.

"Jadi, ada angin apa nih, makan di kantin?" tanyanya santai.

"Nggak ada apa-apa. Cuma lagi pengen aja," jawab Ferdi sambil menyendok satu bakso, memasukkannya ke mulut tanpa ekspresi.

Temannya diam sejenak, lalu bertanya pelan,

"Jadi gimana... hubungan lu sama Yuka? Udah diterima, apa... masih gitu-gitu aja?"

Ferdi tak menjawab. Sendoknya berhenti di tengah jalan.

Wajahnya menegang. Pandangannya kosong, tertuju ke mangkuk bakso.

Temannya, Bayu, langsung sadar kalau dia baru saja menginjak ranjau.

"Aaa... udah, udah. Kita makan dulu aja ya. Nih, gua traktir deh, serius," ucap Bayu cepat-cepat, mencoba mengalihkan pembicaraan.

Namun Ferdi tetap bicara, dengan suara pelan dan lirih,

"Kayaknya aku mau nyerah aja deh, Bay."

Bayu menatap Ferdi dengan ekspresi tak percaya.

"Lu bohong, kan?"

Ferdi hanya menggeleng.

Tangannya bergerak pelan ke dadanya, menggenggam bagian kirinya.

"Ini... mulai terasa sakit," katanya, masih dengan nada datar, tapi sorot matanya kosong. Terluka.

Bayu terdiam. Ia tahu betul betapa dalamnya perasaan Ferdi pada Yuka.

Dari dulu, sejak kejadian di taman waktu SMP, Ferdi nggak pernah berhenti. Cinta itu tumbuh begitu lama, begitu dalam... dan kini melihat temannya seperti ini, membuat dadanya ikut sesak.

"Eemm... yaudah, kita makan dulu aja. Kalo lu mau curhat, ngomong aja. Gua dengerin," ucap Bayu akhirnya, mencoba menguatkan.

Ferdi tersenyum tipis, pertama kalinya pagi itu.

"Ya... makasih, Bay."

.

.

.

Bayu menyendok kuah bakso dan meniupnya pelan sebelum menyeruput.

"Jadi, lu mau cerita atau enggak?" tanyanya, masih menjaga nada ringan.

Ferdi menatap mangkuknya, lalu menarik napas.

"Gua capek, Bay."

"Capek gimana?"

"Gua udah ngelakuin semuanya. Nungguin dia tiap pagi, ngajak ngobrol, ngajak makan, disuruh pergi juga gua pergi. Tapi tetep... rasanya kayak nggak dianggap."

Bayu diam, memberi ruang.

Ferdi melanjutkan, "Awalnya gua pikir, kalau gua cukup sabar... cukup konsisten... dia bakal sadar. Tapi ternyata enggak juga. Malah gua yang makin hancur."

Ia menatap lantai, lalu meneguk sisa minumannya.

"Gua merasa... dia nggak butuh gua sama sekali. Dan gua nggak bisa terus kayak gini. Gua harus berhenti, sebelum gua makin nyakitin diri sendiri."

Bayu mengangguk pelan.

"Lu sadar nggak, ini pertama kalinya lu ngomong gitu? Biasanya tiap gua bilang ‘mending berhenti aja’, lu malah makin semangat."

Ferdi tertawa tipis.

"Ya... mungkin kali ini gua bener-bener udah selesai."

Bayu menyender ke sandaran kursi.

"Gua nggak bakal maksa lu lanjut atau berhenti. Tapi kalau lu butuh temen, gua selalu ada. Lu bukan sendirian di dunia ini, Fer."

Ferdi menatap Bayu dan tersenyum, tulus.

"Thanks, Bay... gua serius."

Mereka melanjutkan makan tanpa banyak kata lagi. Tapi beban yang menekan dada Ferdi sedikit terasa lebih ringan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...----------------...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sementara itu, di kelas...

Yuka duduk di bangkunya, memandangi kursi di sebelahnya yang kosong. Tangannya mengetuk-ngetuk meja pelan, gelisah.

Biasanya, Ferdi akan ada di situ. Duduk sambil bercerita hal-hal sepele, mengajak bercanda, kadang menyebalkan... tapi, hangat.

Sekarang... tidak ada. Bahkan tadi pagi pun ia datang tanpa menyapa, tanpa senyum, tanpa apa pun.

"Ada apa sih dengannya..." gumamnya pelan.

Kayla, yang baru kembali dari kantin, langsung memperhatikan ekspresi Yuka yang tidak seperti biasanya.

"Kamu kenapa? Kayak orang habis kehilangan sesuatu," celetuk Kayla sambil duduk.

Yuka tersentak.

"Hah? Enggak, cuma... heran aja."

"Heran sama Ferdi?" tebak Kayla.

Yuka menoleh cepat.

"Lho, emangnya dia kenapa?" nada suaranya berusaha terdengar biasa.

Kayla mengangkat alis, senyum setengah mengejek.

"Biasanya kamu yang jutek, sekarang kamu yang nanya-nanya. Tumben."

Yuka mendengus pelan, tapi tidak membantah.

"Tadi dia nggak ngajak aku makan. Biasanya juga suka nyebelin, sok-sokan ngajak ini-itu. Tapi sekarang... dateng-duduk-diem. Trus pergi begitu aja."

Kayla menyandarkan dagunya di tangan.

"Mungkin dia capek."

"Capek apaan?"

"Capek ngejar terus tapi nggak pernah direspons."

Yuka terdiam.

Ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Awalnya, ia pikir dia biasa saja, bahkan merasa lega saat Ferdi berhenti mengusiknya. Tapi sekarang, keheningan itu justru terasa... sepi.

"Apa aku... terlalu jahat, ya?" tanyanya pelan, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Kayla menatap sahabatnya itu, lalu tersenyum samar.

"Mungkin sekarang kamu yang harus cari tahu perasaanmu sendiri, Yuk."

.

.

.

Bell berbunyi menandakan jam pelajaran akan segera dimulai, Ferdi yang baru saja dari kantin masuk ke kelas tanpa sepatah kata pun ia langsung duduk di bangkunya.

Yuka melihatnya dengan tatapan bingung, ia hendak bicara namun tiba-tiba guru sudah masuk ke ruangan kelas, hingga ia mengurungkan niatnya.

Pelajaran dimulai, Ferdi benar-benar diam dan hanya berfokus ke buku dan papan tulis. Padahal biasanya dia akan curi-curi waktu untuk mengobrol dengan Yuka di tengah pelajaran.

"Ada apa sih dengannya?" Yuka bergumam pelan benar-benar merasa aneh.

Ferdi yang merasa dirinya ditatap, menoleh. "Ada apa?" tanyanya.

"Hah? Siapa juga yang mau ngomong sama kamu!" balas Yuka, lalu mengalihkan pandangannya.

"Oh, gitu..." ucap Ferdi lirih, lalu kembali fokus pada bukunya.

Yuka mengerutkan alis. Biasanya, ketika ia menjawab ketus, Ferdi akan membalas dengan senyuman usil atau komentar menyebalkan. Tapi kali ini, laki-laki itu hanya menanggapi singkat dan kembali diam.

Tak ada cengiran khas. Tak ada lirikan iseng. Tak ada Ferdi yang biasanya.

"Huh... malah jadi nggak enak sendiri," gumam Yuka pelan sambil menggigit ujung pulpennya, berusaha kembali fokus ke catatan. Tapi pikirannya justru melayang ke saat-saat Ferdi selalu berusaha mendekatinya.

Ia ingat saat Ferdi pernah rela berdiri di depan kelas hanya untuk memberi alasan konyol kenapa dia telat, padahal kenyataannya dia sedang menunggu Yuka yang tertinggal karena lupa membawa buku.

Atau saat Ferdi selalu menyodorkan botol minuman padanya setiap kali ia mengeluh kehausan, tanpa diminta.

Dan sekarang... semuanya terasa kosong.

Jam pelajaran berakhir. Guru keluar. Suasana kelas kembali ramai.

Yuka masih duduk di tempatnya, memperhatikan Ferdi dari ekor matanya. Ia melihat Ferdi membereskan bukunya, lalu beranjak berdiri tanpa menoleh sedikit pun padanya.

"Ferdi," panggil Yuka, akhirnya memberanikan diri.

Ferdi berhenti sejenak, namun tidak menoleh.

"Apa?" suaranya datar.

Yuka menggigit bibir bawahnya, bingung harus bicara apa.

"Kamu... kamu nggak apa-apa, kan?"

Ferdi menoleh pelan. Tatapannya tenang, tapi tak lagi hangat seperti biasanya.

"Aku gapapa."

"Kenapa kamu berubah?" pertanyaan itu meluncur tanpa sadar dari bibir Yuka.

Ferdi menatapnya beberapa detik, lalu tersenyum tipis.

"Aku cuma berhenti berharap."

Seketika, dada Yuka terasa sesak. Ia membuka mulut, ingin berkata sesuatu, tapi Ferdi sudah melangkah pergi, meninggalkannya dalam diam dan kebingungan.

"Berhenti berharap?" kata itu terus terngiang di kepala Yuka.

Entah kenapa, hatinya terasa lebih berat dibanding sebelumnya.

Mungkinkah selama ini... dia memang terlalu banyak menolak tanpa benar-benar tahu apa yang ia rasakan?

Dan sekarang, saat Ferdi mulai menyerah, justru ia mulai merasa kehilangan?

Terpopuler

Comments

Mizuki

Mizuki

Langsung saja, yandere, loli, ama tsundere bab berapa?

2025-08-22

0

ꪱׁׁׁׅׅׅᥴհíᥒ᥆ׅ꯱ꫀׁׅܻ݊

ꪱׁׁׁׅׅׅᥴհíᥒ᥆ׅ꯱ꫀׁׅܻ݊

jdi keinget yg di yumemiru🗿

2025-08-22

0

ag noja

ag noja

rasakan sakitnya itu kaum wanita /Determined/

2025-08-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!