Bu Ambar berdiri di depan kelas, tangan kanannya memegang spidol setelah iya gunakan untuk menulis dua kata di tengah-tengah papan tulis beberapa detik yang lalu.
Pagi itu, seperti biasa Baskara dan teman angkatannya sedang mengikuti kelas mata kuliah wajib anak semester lima.
“Ada yang tahu, perbedaan antara manufaktur dan jasa?” Bu Ambar melempar pertanyaan.
Dyah dengan sigap mengangkat tangan.
“Iya Dyah” Bu Ambar menunjuk dan mempersilahkan.
“Manufaktur adalah sistem yang menghasilkan produk fisik yang dapat disimpan, diangkut, dan diproduksi secara massal Bu” Jawab Dyah.
“Iya tepat, saya tambahkan. Menurut Corporate Finance Institute, manufaktur adalah sebuah badan usaha atau perusahaan yang memproduksi barang jadi dari bahan baku mentah dengan menggunakan alat, peralatan, mesin produksi, dan sebagainya dalam skala produksi yang besar” Lanjut Bu Ambar.
Terlihat beberapa mahasiswa mulai mebuka buku dan mencari pada halaman keberapa materi tersebut di muat, ada pula yang sibuk mencatat, dan sebagian lagi hanya memperhatikan penjelasan Bu Ambar dengan seksama.
“Pada pertemuan hari ini kita akan melanjutkan materi tentang konsep dasar sistem produksi. Disini saya akan menjelaskan perbedaan sistem manufaktur dan jasa. Kemudian kita akan berdiskusi secara berkelompok mengenai klasifikasi jenis sistem produksi. Untuk sementara, kalian bisa langsung membuat kelompok yang terdiri dari tiga orang. Silahkan untuk mengatur posisi duduk sebelum materi kita lanjutkan” Perintah bu Ambar.
Sedetik kemudian decit suara kursi dan lantai yang bergesekan membuah suasana kelas menjadi sedikit gaduh. Beberapa mahasiswa bergumam ramai, mencoba mencari teman untuk di jadikan satu kelompok. Baskara tak mau ambil pusing, dia bergabung dengan Satria dan Gery yang duduk sederet dengannya.
Setelah dirasa kondusif, Bu Ambar melanjutkan materi yang sudah terpampang di monitor. Suaranya tenang dan terdengar jelas. Semua penjelasannya sangat detail, ringkas namun mudah di mengerti.
Satu jam lebih berlalu, tiba saat berdiskusi secara kelompok, Bu Ambar telah membagi tema materi secara acak dan meminta setiap kelompok untuk mempresentasikannya dengan PPT.
“Pake laptop siapa nih?” Tanya Baskara.
“Punya Gerry aja yang udah di buka” Satria menimpali.
“Yaudah nih, taruh aja di tengah Bas, tapi aku izin ke toilet dulu yaa” Kata Gerry sembari berdiri.
“Ehh aku sekalian deh, masih sejam lagi soalnya baru kelar” Satria menyusul Gerry dari belakang.
Baskara hanya geleng-geleng melihat teman-temannya. Dia mulai menajamkan matanya, dengan lihai dan detail ia mulai mencoba memadu padankan dan mengedit materi yang ia dapat dari internet ke template PPT di laptop millik Gerry.
Tangan kanannya memegang touchpad, sementara tangan kirinya memegang dagu yang sebenarnya tidak sedang mengantuk. Namun, konsentrasinya tiba-tiba buyar ketika dia melihat ada sebuah notif dari situs kampus di sebelah pojok kanan bawah. Karena penasaran, dengan lancang Baskara mengklik dan melihatnya.
Berawal dari iseng, tanpa sadar ia mulai menelusuri akun milik Gerry. Senyum di wajahnya mendadak hilang ketika ia menemukan sebuah postingan yang di tulis oleh Gerry dengan akun anonim beberapa bulan yang lalu.
Cukup lama ia terdiam, pikirannya kalut. Ada perasaan bersalah menyeruak di dadanya. Selama ini dia selalu curiga dan menuduh Amara yang telah memposting video secara anonim. Tapi kini, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri jika akun anonim itu milik Gerry.
Tak mau Gerry curiga, ia lantas menutup situs kampus dan menghapus history di pencarian kemudian melanjutkan pekerjaannya. Meskipun kecewa, namun dia cukup paham kenapa Gerry bisa berbuat sejauh ini, El terlalu semena-mena. Tapi kenapa dengan mudah dia bisa menuduh Amara dengan alasan yang tidak masuk akal? Yang jelas, kini pikirannya di penuhi dengan Amara berikut adegan di parkiran ketika makrab minggu lalu.
“Kamu ngapain bas? Bengong aja dari tadi?” Tanya Satria yang baru kembali bersama Gerry.
“Nungguin kalian lah, nihh lanjutin. Bagianku udah kelar” Kata Baskara datar.
Gerry dengan sigap menggambil laptopnya dari tangan Baskara, ada kekhawatiran yang muncul. Namun sejenak di tepis karena tidak ada history tentang situs kampus di pencariannya. Kali ini ia bernafas lega.
Setelah kelas usai, Baskara buru-buru menggendong ranselnya dan meninggalkan kelas. Hatinya tidak tenang, harinya kacau. Sampai ia melihat Amara dan kedua sahabatnya keluar dari perpustakaan.
Amara mulai menjejali Kedua kupingnya dengan headset kabel berwarna pink. Bersama Gwen dan Angkasa yang kini berjalan di depannya, mereka bergerombol menuruni anak tangga.
Baskara menarik tangan kanan Amara kasar. Cukup erat hingga membuat langkah Amara terhenti dan menoleh.
Matanya membelalak lebar ketika tatapan mereka bertemu di tengah. Tangan kiri Amara melepaskan headset yang menggantung di kuping kirinya, ia masih sangat terkejut.
“Ada apa kak Bas?” Tanya Amara ragu, yang dengan sekejap membuat Angkasa dan Gwen berhenti dan menoleh ke belakang.
“Lah dia bukannya alergi kalo di bersentuhan sama cewek” Bisik Gwen Julid.
“Shuttt diam Gwen” Bisik Angkasa sembari menyikut lengan Gwen, memberikan kode.
Untuk seperkian detik Baskara hanya terdiam, gengaman tangannya masih belum terlepas. Ia masih mengamati Amara dengan detail.
“Ada yang mau aku omongin sama kalian bertiga” Baskara berkelit.
“Tapi kita mau makan siang di kantin kak, soalnya jam satu kita ada kelas lagi” Sahut Angkasa.
“It’s okay aku ikut kalian, Cuma bentaran aja kok” Kata Baskara sembari melepas genggamannya dan menuruni tangga menghampiri Angkasa dan Gwen.
Terlihat Baskara yang merangkul pundak Angkasa, menyisakan Gwen yang mengikuti mereka dari belakang dan Amara yang masih terdiam.
“Ayo ra, nanti kalo kelamaan susah dapet mejanya” Seru Gwen sembari menengadah keatas memanggil Amara.
“Iya Gwen” Jawab Amara datar.
Amara menghembuskan nafasnya kasar, ada yang tidak beres, dia malas jika harus berhadapan dengan Baskara. Diliriknya lantai tiga sekilas, sial beberapa seniornya melihat adegan barusan. Tentu hidupnya akan semakin sulit di minggu ini dengan tingkah Celline yang akan datang mengganggunya terus-terusan karena Baskara.
Tak hanya Celline, di ujung sana ada Gerry dengan ekspresi diam yang tak dapat di jelaskan, ia sudah sejak tadi memperhatikan interaksi antara Baskara dan Amara. Kini, wajahnya memucat, nafasnya terengah seolah oksigen di lobby lantai tiga mulai menipis. Tangannya mengepal kasar.
Sepintas ingatan Gerry kembali di saat acara Market day beberapa bulan yang lalu. Dengan muka yang sama memarnya dia menghampiri Amara yang duduk sendiri di taman belakang fakultas setelah salah seorang temannya pamit beberapa saat.
“Kamu gapapa ra?” Tanya Gerry basa basi.
“Gapapa kak aman, kak Gerry yang parah sampai bonyok begitu” Jawab Amara.
“Nih kak buat kompres” Lanjut Amara sembari memberikan sebuah botol air mineral beku lain untuk Gerry.
“Thanks yaa” Ucapnya seraya menekankan botol air mineral beku tersebut ke beberapa titik di wajahnya.
“Pasti berat ya kak? Kalau kakak diem aja kakak yang di tuduh, kalau kakak ngelapor mungkin kakak akan jadi sasaran kak El terus menerus” Kata Amara yang langsung membuat Gerry mengernyitkan dahinya.
“Lapor pakai apa, ngga ada bukti juga” Ucap Gerry pasrah.
Keduanya terdiam, sampai Amara membuka ponselnya, terlihat sebuah message dari kontak bernama Hikari.
Gerry yang sangat kepo mencondongkan wajahnya ke arah Amara, dilihatnya sebuah rekaman video yang memperlihatkan perdebatnnya denga El beberawa waktu yang lalu. Ia terdiam cukup lama.
“Gimana kak? Aku ngga bisa simpen video ini lama-lama. Sesuai himbauan dari kak Kevin, semua video tentang kerusuhan hari ini harus di hapus dan tidak boleh menyebar” Amara mulai memprovokasi.
Dengan sigap, Gerry merebut ponsel milik Amara, dan memforward pesan itu ke kontaknya sendiri. Sepintas Amara tersenyum tipis.
“Jangan bilang ke siapapun, ini rahasia antara kita” Ucap Gerry sebelum pergi meninggalkan Amara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments