Tatapan aneh.

      Rosalina melepaskan tangannya dari genggaman Tania, kemudian ia tersenyum.

      "Maaf Tania, aku tidak bisa menceritakan apapun padamu sekarang. Dan masalah rumah tanggaku, biarlah menjadi urusan antara aku dengan suamiku saja. Aku tidak ingin melibatkan orang lain." Kata Rosalina.

      Mendengar perkataan yang terlontar dari mulut Rosalina, Tania hanya mengangguk faham.

      "Baiklah Lina! Memang, tidak semua orang mau menceritakan masalah dalam rumah tangganya pada orang lain, jadi aku mengerti dan menghargai keputusanmu itu. Tapi, jika kamu ingin curhat atau membutuhkan sesuatu, maka kamu jangan sungkan-sungkan untuk menghubungiku, karena sahabatmu ini akan selalu ada kapanpun kamu butuhkan." Tania berbicara sambil mengelus lengan Rosalina. Membuat wanita cantik itu mengangguk dan tersenyum.

      "Terimakasih, Tania! Kamu memang selalu menjadi sahabat yang terbaik untukku!" Jawab Rosalina.

      Setelah lebih satu jam keduanya berada direstaurant dan saling melepas rasa rindu, akhirnya tiba saatnya mereka berpisah, karena harus pulang kerumah masing-masing.

      Tania menatap Rosalina yang baru saja menyampirkan tas kecil dibahunya, lalu perempuan itu bertanya.

      "Lin, kamu pulang menggunakan apa? Kamu punya supir yang bisa menjemputmu kan?

      Pertanyaan tersebut membuat Rosalina menoleh kearahnya.

      "Iya Tan, aku punya supir! Tapi karena tadi aku berangkat sendiri dengan naik taksi, maka sekarang pun aku pulang menggunakan taksi." 

      Rosalina menjawab sambil merapikan pakaiannya.

      Sementara itu Tania pun mangut-mangut.

      "Kalau memang begitu, bagaimana jika aku yang mengantarmu saja? Sekalian aku mau main kerumahmu. Apakah kamu keberatan Lin?" Ujar perempuan bertubuh langsing itu kemudian.

      "Beneran Tan, kamu mau mengantarku? Aaah... Apa tidak merepotkan? Sekarang kamu kan orangnya super sibuk?" Sambut Rosalina. Yang membuat Tania mencubit kecil perut sahabatnya itu.

      "Iih... Kamu nyindir aku ya?" Ucap Tania pura-,pura merengut, namun tidak lama kemudian ia tertawa kecil.

      "Gimana, mau tidak kamu aku antar pulang? Kalau tidak mau yaudah, aku bakal pergi dari sini?" 

     Tania berucap dengan nada yang dibuat judes.

      "Oke deh, aku mau! Rugi dong jika aku menolak tumpangan gratis, hahaha..." Sambut Rosalina sambil tertawa. Tania pun ikut tertawa mendengar candaan dari mulut sahabatnya itu.

      Tidak lama kemudian, kedua wanita cantik itu keluar dari restaurant langganan mereka, seraya menuju ketempat parkir.

      Setelah keduanya menaiki mobil, mobil milik Tania pun melaju pelan meninggalkan halaman restaurant.

      Sesampainya dikediaman Rosalina, sepasang sahabat itu pun turun dari mobil, dan Rosalina segera mempersilahkan Tania untuk masuk kerumahnya yang besar dan mewah.

      "Luas banget rumahmu Lin, pasti kamu betah ya tinggal disini?" Tanya Tania pada Rosalina. Dan posisi mereka saat ini sudah duduk dikursi ruang tamu yang terlihat sangat mahal.

      Mendengar pertanyaan sahabatnya itu, Rosalina kembali mengulum senyum.

      "Biasa aja kok Tania! Nyaman atau tidak, itu tergantung penghuninya! Jika penghuninya merasa hatinya selalu bahagia, jangankan dirumah mewah seperti ini! Digubuk saja rasanya sudah sangat betah." 

      Rosalina menjawab pertanyaan Tania, dengan bola mata yang menerawang.

      "Tapi sebaliknya, Tania! Jika pemilik rumah itu memiliki masalah yang tidak akan pernah bisa diselesaikan, maka tinggal dirumah yang terlihat nyaman dan mewah pun, rasanya seperti tinggal dikuburan."

     Setelah mengucapkan hal itu, Rosalina terkekeh pelan.

      "Oh iya Tania! Aku mau kebelakang dulu ya?" Kata Rosalina, sambil beranjak dari duduknya.

      "Eeh, memangnya kamu mau ngapain kebelakang? Dan kamu tidak perlu repot-repot membuatkan minuman, karena aku tidak akan lama kok."

      Tania segera melarang sahabatnya itu, karena dia tau, jika Rosalina ingin membuatkan minuman.

      "Tidak apa-apa, Tania. Lagian, aku hanya ingin menyuruh bibik saja, jadi tidak akan repot."

      Selesai berucap demikian, Rosalina pun langsung melangkah kearah dapur, dan meninggalkan Tania yang duduk sendirian diruang tamu rumahnya.

      Beberapa saat setelah itu, ia pun kembali untuk menemui Tania. Dan bersamaan dengan itu pula, suara seseorang terdengar mengucap salam dari pintu depan.

      "Assalamualaikum..." 

      Rosalina yang baru saja duduk kembali sontak menoleh ke arah pintu utama rumah, ketika ia mendengar suara salam dari suara yang begitu dikenalinya. Begitu pula dengan Tania yang langsung mengangkat kepalanya dari posisi duduk santainya, lalu menoleh pelan ke arah sumber suara.

"Wa’alaikumussalam..." jawab keduanya hampir bersamaan, namun nada suara Rosalina terdengar sedikit gugup.

Seorang pria bertubuh tinggi, tegap, dan juga berwajah tegas kini telah berdiri di ambang pintu. Ia mengenakan kemeja biru tua yang masih rapi meskipun hari sudah menjelang sore, dasi yang sedikit longgar menggantung di lehernya, serta jas yang disampirkannya di lengan kiri. Membuatnya semakin terlihat berkharisma. Sorot matanya terlihat tajam dan lelah. Seolah menunjukkan bahwa hari itu bukanlah hari yang mudah baginya.

Pria itu adalah Handrian, suami Rosalina.

Langkah kakinya terdengar tegas di atas marmer putih ketika ia melangkah masuk ke ruang tamu. Namun, sesaat setelah matanya menangkap sosok Tania yang duduk di sofa, langkahnya melambat. Pandangannya terhenti. Begitu pula Tania yang semula menyandarkan tubuhnya dengan santai, kini malah duduk lebih tegak dan menatap balik pada pria itu.

Sejenak, tatapan mereka terlihat saling mengunci, dan waktu seolah membeku di antara mereka berdua. Tidak ada sapaan, dan juga tidak ada suara. Hanya dua pasang mata yang saling menyelami dan penuh dengan isyarat yang sulit untuk ditebak.

Senyum samar mulai terbentuk di sudut bibir Tania. Bukan senyum ramah biasa seperti ketika menyambut orang asing atau sahabat dari masa lalu. Melainkan senyum yang menyimpan sesuatu. Sesuatu yang tidak diketahui oleh Rosalina, namun jelas membuat udara di ruangan itu seketika menjadi berat dan dingin.

Handrian membalas senyum itu sekilas dan juga terlihat cepat. Seolah-olah dirinya tidak ingin ketahuan.

Sementara itu, Rosalina yang terlihat sibuk menyusun gelas di atas meja, sengaja mencuri pandang dan memperhatikan gestur keduanya. Ada perasaan aneh yang bergetar dalam dirinya saat itu juga. Entah itu sebuah firasat atau kecemburuan, atau hanya sekadar kecurigaan yang tumbuh dari hubungan rumah tangga mereka yang memang sedang goyah belakangan ini.

"Oh... Tania," kata Handrian akhirnya, dengan suara yang dibuat seramah mungkin. "Sudah lama tidak berjumpa. Kukira kamu masih berada di luar kota."

Mendengar ucapan Handrian, Tania pun mengangguk pelan. Namun senyum samarnya masih terpatri diwajahnya yang cantik

"Baru beberapa hari yang lalu aku kembali. Hari ini niatnya cuma makan siang sama Rosalina. Eh, malah keterusan ingin main ke rumah. Maaf ya, datang tanpa kabar."

"Tidak masalah," jawab Handrian cepat. "Rumah ini selalu terbuka untuk sahabat istriku." sambung Handrian lagi.

Tania tertawa kecil dan suara tawanya itu terdengar ringan, tapi entah mengapa terdengar sedikit menggoda di telinga Rosalina.

"Rosalina memang istri yang baik," ujar Tania pelan sambil menatap Handrian, lalu mengalihkan pandangan kearah Rosalina yang sedang menuangkan teh ke dalam cangkir.

Rosalina mengangkat wajahnya perlahan. Sorot matanya menelusuri wajah Tania, lalu menatap ke arah Handrian. Ia tersenyum, namun kali ini senyumnya seperti selapis kaca tipis yang rapuh.

"Tan, diminum dulu tehnya sebelum dingin," ucap Rosalina sambil menyodorkan cangkir.

Tania pun menyambutnya dengan anggukan kecil. "Terima kasih, ya Lin."

Sementara itu, Handrian mulai berjalan dan kemudian memilih duduk di sofa seberang. Ia terlihat seperti sengaja mengambil tempat yang membuat jaraknya lebih dekat dengan Tania, dibandingkan dengan istrinya sendiri.

Rosalina hanya memperhatikan hal itu tanpa berkata apa pun, dan ia memutuskan untuk meneguk tehnya sendiri dengan perlahan.

Obrolan ringan pun mengalir, tapi di antara tawa dan sapaan basa-basi itu, ada sesuatu yang mengalir lebih dalam. Sesuatu yang mungkin tidak terucap namun sangat jelas terasa. Rosalina juga bisa merasakan semua itu, walaupun ia belum bisa mengartikannya secara pasti.

Namun, wanita itu sangat yakin jika ada rahasia di balik senyum Tania. Dan juga ada sesuatu yang berbeda pada tatapan mata suaminya hari ini. Dan sesuatu itu tidak pernah muncul saat dirinya dan Handrian sedang duduk berdua.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!