Kelaparan

Dalam tangisannya ia mulai membuka lemari. Apa benar bayangan dalam kepalanya jika pemilik tubuh ini sangat miskin.

"Ini bukan baju". Ucapnya masih menangis. Semua yang ia keluarkan dari lemari tidak layak di sebut pakaian. Semuanya sudah jelek, berlubang dan warnanya pudar. Jiwa modelnya meronta-ronta melihat itu semua. Tangannya sangat gatal ingin cepat-cepat membakar kain yang lebih pantas disebut lap itu.

Kemudian Isabelle memegangi perutnya. Rasanya melilit sedari dari. Tidak tau ini rasa mulas atau lapar.

Ia bangkit lagi, berdiri di depan cermin. Ia buka semua bajunya. Hatinya terasa teriris. Tulang yang begitu menonjol. Ini seperti bukan tubuh, ini hanya tulang terbalut kulit.

Dulu saat menjadi Isabelle ia akui tubuhnya ramping tapi berisi. Bukannya kurang gizi seperti ini.

"Apa suaminya memang pria brengsek ?"

Isabelle merebahkan tubuhnya di lantai. Tidak sengaja menatap jam digital yang terpasang di dinding. Pukul 03.01.

"Sudah sekitar saju jam dari terakhir aku melihat waktu. Apa aku sudah mati ?" Tanya nya lagi. Berharap ada seseorang yang bisa menjelaskan, tapi sedari tadi ucapannya hanya omong kosong.

"Baiklah jika ini takdir ku. Mungkin Tuhan ingin aku hidup lebih baik dari masa lalu ku. Dan mengubah masa depan wanita ini menjadi lebih baik lagi. Mari Adelle kira bekerja untuk masa depan cerah". Katanya bertekad dalam hati untuk memperbaiki kehidupan Adelle.

"Aku seperti pernah bertemu pemilik tubuh ini. Tapi kapan ya".

"Aku lapar sekali. Ayo kita lihat ada makanan apa di dapur ?" Ia keluar dari kamar setelah mengenakan pakaiannya lagi.

Rumah ini lumayan besar. Banyak sekali perabotan mahal yang terpajang di ruang tamu dan ruang keluarga ini. Setiap ruangan tidak luput dari pemeriksaan Adelle. Ada juga lantai dua tapi ia tidak berniat kesana.

Lalu di salah satu ruangan yang ia yakini adalah kamar ia mendengar ada yang bicara.

"Ayo tidurlah lagi, Kakak akan mengelus perutmu". Kata seorang anak perempuan. Adelle tidak terlalu jelas melihat wajahnya sebab hanya lampu tidur yang menyala meskipun pintunya terbuka.

"Eloise". Gumam Adelle.

"Tapi aku lapar, Kakak. Aku sudah tidur dari sore. Aku tidak mengantuk lagi". Kata seorang anak laki-laki.

"Darrel". Gumam Adelle lagi. Ia seakan sudah mengenal kedua anak itu. Tentu saja, karena kedua anak itu adalah anak-anak Adelle. Mungkin secara perlahan jiwa Isabelle dan Adelle sudah menjadi satu.

Adelle masih berdiri di depan pintu. Ia masih mendengar Eloise membujuk Darrel agar tidur lagi. Eloise bahkan memberikan air putih untuk Darrel agar adiknya tidak merasa lapar lagi.

Adelle menangis mendengar percakapan kedua anaknya. Bagaimana bisa mereka tidur dalam keadaan perut kosong.

Ia pergi dari sama dan mencari dimana letak dapur. Saat melihat ruangan yang ada meja makannya, ia mulai memeriksa semua rak dan lemari disana. Berharap ia bisa menemukan makanan atau bahan mentah pun tak apa. Ia akan memasakkan untuk kedua bocah itu.

"Apa ini ? Bahkan sepotong roti pun tidak ada di rumah ini". Katanya sambil berkacak pinggang. Kakinya seketika menendang kursi sebagai pelampiasan kekesalan nya.

Mungkin jika rasa lapar yang ia rasakan bisa ia tahan sendiri. Tapi untuk anak-anaknya ? Ia tidak bisa.

"Apa setiap hari mereka menahan lapar ?" Tubuh Adelle merosot kelantai bersandar di pintu kulkas.

Bahkan kulkas pun tidak ada isinya meskipun hanya air putih.

"Ya Tuhan, aku dulu sering sekali menyia-nyiakan makanan. Begini rasanya kelaparan". Tangisnya tersedu-sedu.

"Ada di mana aku ini ?" Lalu ia bangkit menyusuri ruangan yang tadi ia lewati. Mencari petunjuk dimana ia berada kini.

Saat sampai di ruang tamu, ia melihat banyak sekali foto berjejer di depan pintu masuk. Ia perhatikan satu persatu foto itu.

"Bangsawan Perancis. Jadi aku masih berada di Perancis ? Bagus, aku bisa cari tau tentang diriku sendiri".

"Lalu sekarang harus ku beri makan apa anak-anak itu ?"

Tidak terasa ia berputar-putar selama dua jam. Sebentar lagi hari akan pagi. Tadi ia melihat anak-anaknya lagi tapi rupanya mereka tertidur lagi. Mungkin saking laparnya.

Adelle membuka pintu, matahari belum bersinar. Tapi semburat kuning nya mulai nampak sedikit. Ia perhatikan halaman rumah ini. Sangat luas. Banyak sekali bunga-bunga mahal yang terawat.

Di samping kiri rumah juga terdapat kolam ikan. Ikan itu adalah ikan-ikan mahal. Begitu juga dengan makanan nya, bukan makanan sembarang.

"Membeli ikan dan bunga sanggup. Tapi di dapur bahkan tidak ada roti ataupun sesendok tepung".

Lalu ia melihat ada pohon ceri yang berbuah lebat. Tidak terlalu tinggi. Matanya berbinar saat menemukan sesuatu yang bisa dimakan.

Ia mencoba meraihnya dengan tangan tapi rupanya tidak sampai. Jadi ia memutuskan untuk memanjat saja.

"Tubuh ini sangat lemah. Setelah ini aku akan memberinya makan yang banyak". Kata Adelle sebal karena tubuh ini sangat tidak sehat.

Saat diatas pohon ia makan buah itu sepuasnya sambil duduk diatas ranting. Walaupun dulunya Isabelle adalah model yang anggun, tapi sejatinya dia adalah wanita yang tangguh. Jago bela diri, berkali-kali menang lomba lari, bahkan sering memanjat genting. Jadi memanjat pohon yang hanya segini tidaklah berarti apa-apa.

Setelah puas makan sampai bersendawa. Adelle melepaskan bajunya, hanya menyisakan tank top yang membalut tubuh atasnya.

Ia akan mengambil buah ceri yang banyak untuk anak-anaknya.

"Ini seperti sudah matang beberapa hari. Tapi kenapa tidak pernah diambil. Apa karena pemilik tubuh ini tidak bisa memanjat ? Tapi tenang, untung ada aku. Aku bisa membantu menghabiskan nya". Katanya sendirian sambil cekikikan.

Ia bisa bayangkan betapa senangnya nanti anak-anaknya saat bangun bisa memakan buah ceri ini.

Lalu ia turun dan masuk ke dalam rumah. Ia menuju kamar anak-anaknya yang masih belum bangun.

Rumah ini sangat bersih dan tertata rapi. Pintar juga Adelle mengurus rumah. Hanya saja baju dan sprei nya yang tidak layak masih di pakai juga. Membuat ia kesal sendiri.

Adelle meletakkan buat ceri diatas meja. Kemudian mengambil dua botol yang sudah kosong dan ia berencana mengisinya di dapur. Sekalian mengambil mangkuk untuk tempat ceri.

Sudah pukul tujuh, matahari sudah bersinar. Adelle bahkan tertidur di samping Darrel. Tapi kedua anaknya belum juga bangun.

"Apa karena ini hari sabtu, jadi mereka berencana tidur sepanjang hari ?" Gumam nya.

Tapi perkiraan nya salah. Tidak lama kemudian ada pergerakan kecil dari Darrel. Kemudian mata bocah kecil itu terbuka. Yang pertama kali dilihat nya adalah wajah tersenyum Mommy nya. Jadi ia ikut tersenyum.

"Selamat pagi, Mommy". Kata Darrel bangun dan mencium pipi Adelle.

"Selamat pagi juga anak Mommy. Tidur mu nyenyak, sayang ?" Adelle ganti berganti mencium pipi dan kening Darrel.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!