Kenapa Baru Sekarang???

.

.

.

Bisa dibayangkan bagaimana hancurnya perasaan Mecca saat itu. Insomnia menghampiri tiap malam sampai berbulan-bulan. Nilai-nilainya menurun, bahkan ia hampir tidak lulus. Beruntung, Dean begitu telaten mengurusnya waktu itu, menemani setiap malam, membantunya belajar, dan tidak pernah meninggalkannya, sampai akhirnya Mecca bisa kembali hidup normal lagi beberapa tahun kemudian.

Kepergian Ken benar-benar meninggalkan luka terdalam yang mengoyak mental Mecca.

Luka itu kini memang tidak hilang sepenuhnya, tapi ia berhasil menyembuhkannya, atau setidaknya ia pikir begitu.

"Adikku sudah besar dan dewasa, pasti sudah bisa berpikir lebih baik kan sekarang?" Dean berucap lembut, mengusap puncak kepala Mecca.

"Kadang seseorang dihilangkan dari hidup kita itu memang untuk menyelamatkan kita dari rasa sakit yang lebih dalam. Dulu,kakak pun sangat membenci Ken, tapi sekarang kakak tahu, memang hanya Kenindra yang bisa membuat kakak tenang melepas kamu."

Mecca terdiam sejenak, memikirkan apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini. Beberapa jam yang lalu, ia baru saja bertengkar dengan Darren, kekasihnya, karena mereka tidak jadi bertemu—padahal besok adalah hari terakhirnya cuti. Dan sekarang, ia bertemu lagi dengan sumber luka terdalamnya dulu. Seolah semesta sengaja mempermainkan takdirnya.

"Dadaku sesak banget kak, I can't barely breath. " lirih Mecca, menepuk-nepuk dadanya yang terasa begitu terhimpit, suaranya nyaris tak terdengar.

"Rasanya pengin mati aja, saat ini."

"Nggak!" jawab Kak Dean tegas, kedua tangannya menangkup pipi Mecca, memaksa adiknya untuk menatap penuh matanya.

"Kamu sangat berhak untuk hidup dan bahagia. Kamu tetap gadisku, cewek kuat yang manja. Kamu tahu kan kalau aku orang pertama yang sama sekali tidak rela kamu disakiti oleh siapa pun, termasuk Kenindra." Jari jempolnya mengusap lembut air mata yang sudah mulai mengering di pipi Mecca.

"Kalau saat ini aku mengijinkan kamu ketemu sama dia, itu berarti bisa dipastikan kalau ini bukan hal yang buruk. Kamu percaya kakak kan?"

Mecca mengangguk perlahan, sedikit ragu. Namun, tatapan mata Kak Dean yang tulus dan yakin, tatapan yang selalu menjadi pegangannya, perlahan memberinya kekuatan.

"Mecca Jesselyn Prawira yang sekarang, adalah wanita hebat yang nggak mudah disakiti. Yang mampu mengurus hidupnya sendiri. Kakak bisa yakin itu, oke?"

Ucapan Kak Dean meyakinkan Mecca untuk cukup berani menyapa Kenindra dan keluarganya. Mecca menarik napas dalam sebelum turun dari atas kapal mobil, tangan Dean tertaut, membantunya memantapkan langkah.

Dari dulu, Mecca tidak punya track record buruk dengan kedua orang tua Kenindra. Bahkan, dengan ibunya, ia cukup dekat. Jadi, tidak sulit baginya untuk menyapa lebih dulu, meskipun sedikit canggung setelah sekian lama tidak berkomunikasi.

Mecca merapikan pakaiannya, melangkah dengan anggun menuju tempat semua orang berkumpul. Ia melepas tautan tangan sang kakak, memaksakan senyum di wajahnya.

"Mm… siang, Tante, Om," sapa Mecca, sambil menyalami Ibu Khadijah dan Ayah Maulana, orang tua Kenindra. Keduanya membalasnya dengan senyuman hangat.

"Siang, sayang... makin cantik aja, Mecca," puji Ibu Khadijah, yang siang itu nampak sangat anggun dengan abaya hitam dan jilbab syar'i yang menjuntai sampai ke kaki.

"Cantik, mandiri, hebat, Nduk," sahut Eyang Ilyas, kakek Kenindra, dengan tatapan memuji.

Mecca hanya bisa tersenyum sopan. Lalu, tiba-tiba, matanya bertemu dengan mata Kenindra yang juga sedang menatapnya.

Pria itu tampak lebih dewasa sekarang, dengan sorot mata yang teduh namun menyimpan banyak hal yang sulit dijelaskan.

"Kabar kamu gimana?" kalimat pertama yang didengar Mecca dari Kenindra setelah bertahun-tahun. Hatinya terasa diremas, namun ia coba mengangkat dagunya tinggi, melayangkan tatapannya acak. Menghindari tatap Kenindra yang berkaca-kaca.

Suaranya masih sama, dalam dan tenang. Mecca hanya bisa menggigit bibir bawahnya yang sedikit bergetar. Napasnya tercekat di tenggorokan, lidahnya kelu, tidak mampu merangkai satu kata pun.

Tak ingin menjawab, ia segera berlalu dari hadapan Kenindra, mengambil tempat duduk di samping Dean sambil terus menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya sendiri.

Hal yang ia rasakan sekarang adalah kembali gugup saat berada sedekat itu dengannya, perasaan yang sama persis saat dulu ia menjadi juniornya di SMA. Ia selalu merasa gugup tiap kali hanya dengan melihatnya dari kejauhan. Detak jantungnya kacau. Kali ini MEcca yakin bukan karena jatuh inta, tapi karena rasa benci yang kembali menguap.

Namun, ia menyentuh dadanya, meyakinkan dirinya sendiri bahwa rasa gugup itu hanya sesaat.

Oke, Mecca, ini hanya reuni biasa tanpa melibatkan perasaan, ia meyakinkan dirinya sendiri.

___

Setelah serangkaian acara pertemuan kedua keluarga yang tidak ia mengerti maksudnya, Ayah dan Ibu Mecca memutuskan untuk kembali ke kota karena Ibu, yang merupakan seorang dokter militer, mendapat panggilan tugas mendadak.

Mecca akhirnya bisa merasa lega, akan segera pulang.

Namun, lagi-lagi harapannya harus pupus.

Hal yang tidak ia sangka lagi adalah mereka semua pulang tanpa mengajaknya. Eyang Prawira memintanya tetap tinggal bersama beliau di pesantren.

Ya, Eyang memintanya untuk membantu mempelajari bisnis barunya yang harus ia lakukan di pesantren. Lagi-lagi, ia tidak sanggup membantah titah Eyang.

"Butik juga butuh aku, Eyang, kalau kelamaan di sini nanti jadi numpuk kerjaan aku," keluh Mecca saat mobil yang Kak Dean kendarai berjalan keluar area pesantren, setelah mengantarnya dan Eyang lebih dulu dari vila tadi.

"Ada Chacha, kan, Nduk? Dia orang kepercayaan kamu. Pasti bisa bekerja dengan baik untuk butik. Ada Gery dan lainnya juga yang sangat kamu percaya," jawab Eyang, suaranya tenang, jelas mengandung sebuah perintah mutlak.

Mecca berhenti memohon dan mengeluh. Percuma. Ia hanya bisa terus mengikuti titah Eyang yang menurutnya tidak masuk akal ini. Ia menghela napas, menatap pemandangan pesantren yang asri. Hatinya kembali terasa berat. Ingin memberontak,

Sudah cukup malam, sekitar pukul delapan lebih, usai Mecca membantu Ibu Khadijah membereskan sisa makan malam. Dia memilih duduk di teras sebuah rumah yang cukup besar di lingkungan pesantren itu.

Angin malam yang sejuk menerpa wajahnya. Perasaan kesal, lelah, dan sedih bercampur aduk. Ia menatap sekeliling seolah tengah berada di dalam dunia lain, tak ada yang bisa ia lakukan di sana.

Mecca membuka ponselnya, membuka percakapan dengan Darren, kekasihnya. Ia ingin membalas pesan Darren yang menanyakan kabarnya, tapi ia urungkan. Ia tidak tahu harus mengatakan apa. Rasanya terlalu rumit. Ia menutup ponsel, membiarkan pikirannya melayang ke masa lalu.

Masa lalu yang kelam, saat hidupnya hancur karena Kenindra, kebahagiaannya direnggut paksa secara sepihak, impian manis mereka berhamburan tergerus oleh keegoisan Kenindra, dan kini takdir menyatukan mereka kembali dalam satu garis yang tak Mecca mengerti.

"Kenapa? Kenapa harus dia lagi?" bisik Mecca pada dirinya sendiri. Matanya kembali memanas, haruskah ia menaangis lagi? Karena orang sama.

Tiba-tiba, ia mendengar langkah kaki mendekat. Ia menoleh, dan melihat sosok Kenindra berdiri tidak jauh darinya. Pria itu memakai kemeja koko panjang dan sarung, terlihat sangat berbeda dari sosoknya yang dulu.

Kenindra melangkah mendekat, lalu duduk tak jauh dari Mecca, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Malam yang dingin mendukung keheningan canggung yang menyelimuti mereka.

Mecca memilih untuk membuang pandangannya ke arah lain. Hatinya kembali bergemuruh, namun kali ini bukan gugup, melainkan amarah yang tertahan. Ia ingin berteriak, menuntut penjelasan, tapi ia terlalu lelah. Atau lebih tepatnya, ia sudah tak ingin mendengar penjelasan dalam bentuk apapun.

"Mecca," panggil Kenindra, suaranya lembut, memecah keheningan. "Aku tahu kamu marah."

Mecca tidak menjawab, hanya menggenggam erat ponsel di tangannya.

"Aku akan jelaskan semuanya," lanjut Kenindra, seolah ia bisa membaca pikiran Mecca.

"Semua yang terjadi enam tahun lalu... semua yang terjadi hari ini... Aku akan jelaskan semuanya." Kenindra terus menatap Mecca dari samping, ada sudut dalam hatinya yang berdenyut nyeri melihat gadis yang selalu ia sebut namanya dalam doa, kini berada di hadapannya namun tidak dengan hatinya.

Hati Mecca bergetar. Penjelasan? Setelah enam tahun? Apa gunanya? Ia sudah berusaha sangat keras untuk tidak bersentuhan dengan hal apapun yang berhubungan dengan laki-laki itu.

Tapi, jauh dalam hatinya ia juga penasaran. Ingin tahu, mengapa.

"Kenapa baru sekarang?" sahut Mecca dingin, ada senyum getir terbit dari bibir mungilnya. "Setelah enam tahun lebih kamu menghilang, setelah aku mati-matian melupakan kamu, setelah aku hampir gila karena kamu. Kenapa baru sekarang?" seru Mecca bertubi-tubi. Air matanya kembali menggenang di pelupuk mata.

Sekuat mungkin coba ia tahan, tetap saja buliran jernih itu meluncur bebas tanpa bisa dikendalikan.

Kenindra terdiam, menatapnya dengan tatapan penuh sesal. Air matanya pun sama, luruh dalam keheningan. "Maafinn aku, Mecca. Aku tahu, maaf nggak akan cukup. Tapi... aku nggak dikasih pilihan saat itu."

"Nggak punya pilihan?" Mecca tertawa sinis, ia mengusap kasar air mata yang membasahi pipinya. "Apa itu alasan klasikmu? Semua orang punya pilihan, Ken. Asal kamu mau. Kamu bisa saja bilang baik-baik sama aku. Kamu bisa saja memintaku untuk menunggu kamu. Tapi kamu nggak. Kamu menghilang, dan ninggalin aku sendirian dengan keegoisan kamu. Tanpa pamit!"

Kenindra menunduk, tidak berani menatap mata Mecca. "Aku tahu. Dan aku sangat menyesal. Aku juga syok saat tahu harus pergi ke Kairo secepat itu. Aku pun kalut, sampai aku nggak bisa berpikir jernih. Aku nggak ingin egois meminta kamu menunggu, sedang aku sendiri nggak tahu pasti akan bisa kembali."

"Nggak ingin egois???" Mecca tidak bisa lagi menahan amarahnya. "Kamu pikir membuatku hampir gila adalah cara untuk nggak egois? Kamu egois, Ken. Sangat egois."

"Aku tahu, aku salah," ujar Kenindra, suaranya bergetar. "Aku pikir dengan seperti itu, kamu bisa lebih mudah mendapatkan pengganti aku dulu."

Mecca terdiam. Memejamkan matanya sejenak, memproses setiap kata yang diucapkan Kenindra. Ada rasa tidak terima di hatinya.

"Jadi, kamu nggak percaya kalau perasaan aku nggak cukup besar, nggak cukup untuk nunggu kamu? Apa sependek itu pikiran kamu? " tanya Mecca lagi, nada suaranya sedikit meninggi tanpa sadar.

Kenindra mengangkat kepalanya, menatap Mecca dengan tatapan penuh kerinduan.

"Maaf Mecca, maafin kebodohan aku yang akhirnya justru melukai kamu begitu dalam. Ijinkan aku buat menebus semuanya,karena aku nggak pernah bisa melupakan kamu. Selama enam tahun ini, nggak pernah sekalipun aku terlewat memintamu dalam do'aku. Dan ya, kamu benar, Allah menghukumku dengan rasa penyesalan yang begitu besar ini. "

Mecca membeku. Kalimat terakhir Kenindra itu membuatnya merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya, sesuatu yang ia pikir sudah mati. Perasaan yang dulu ia yakini sudah hilang.

Untuk sebagian orang bisa saja menganggap ucapan Kenindra terdengar begitu romantis. Tapi entah bagaimana dengan MEcca. Ia bahkan sudah lupa bagaimana rasanya diperlakukan romantis.

Keduanya kembali diam. Mecca menyibukan matanya untuk terus mengamati lalu lalang para santri yang masih beraktifitas. Sedangkan Kenindra memilih diam, tidak ingin banyak bicara lagi. Ia takut semakin banyak berujar, akan semakin memantik rasa sakit dalam dada Mecca.

"Kamu pasti capek? Mau istirahat?" kata Ken memulai memecah keheningan.

" Capek. Pengin cepet cepet balik makannya. " jawab Mecca ketus, pria itu hanya tersenyum tipis. " Udah malam, nginep aja, jalanan di sini kan lumayan rawan, apalagi untuk pengendara baru. " ucapnya lagi.

" Iyaa sayangg, nginap saja, mm.. di sini kamarnya penuh kamu nginap di rumah belakang yaa. " sahut bu Khadijah, Mecca sudah ingin langsung mendebatnya kalau saja eyang Prawira tidak muncul juga bersama eyang Ilyas.

" Iyaa ndukk kamu istirahat sanaa. " titah beliau.

" Mm,, Mecca pulang aja yaa eyang, bisa kok Mecca nyetir sendiri, eyang tahu kan Mecca jago nyetir. " eyang Prawira menggeleng,

" Sudah malam, perempuan nyetir sendiri bahaaya, nanti kalau di perjalanan di hadang babi hutan atau harimau gimana? Ini di kompleks pegunungan loh ndukk, kanan kirinya hutan. Udahh sana, Ken... ajak Mecca istirahat yaaa? "

" Baikk eyangg... "

Tubuh Mecca menurut pasrah mengikuti Ken menuju ke arah belakang rumah yang jaraknya tidak terlalu jauh, setelah beberapa menit berjalan, tidak sampai sepuluh menit sebenarnya mereka sudah sampai.

Dua bola mata Mecca membelalak seketika mendapati sebuah bangunan bergaya american klasik dengan dua lantai berdiri cukup anggun di hadapannya. Rumah yang tidak asing menurutnya. Desainnya, dekorasinya, warna catnya bahkan setelah masuk, detail ruangannya pun Mecca merasa cukup mengenalnya, tapi ia lupa di mana melihatnya, mungkin dari dimensi lain dalam otaknya

" Kenapa? Hmm.. " tanya Ken melihat Mecca terus mengedarkan pandangan ke setiap sudut rumah.

" Ini rumah siapa? " matanya masih tidak bisa di kondisikan, menatap kagum dan suka bersamaan pada setiap sudut ruangan di rumah iitu.

" Rumah kitaa. " jawabaan Ken membuat Mecca menoleh tanpa bersuara padanya.

" Rumah yang dulu kita desain bersama dan sekarang aku sudah mewujudkannya. " jelas Ken tanpa diminta.

" Maksud kamu? Kamu yang punya rumah ini? Samaaa... istri kamu? " tanya Mecca masih tidak percaya.

.

.

.

Haloo.. Gaes thankyou yang udah baca. Jangan lupa like dan komen yaaa, kasih aku support untuk terus berkarya.

Episodes
1 Pertemuan yang Membingungkan
2 Kenapa Baru Sekarang???
3 Karena, istri aku suka!
4 Kita putus!!!
5 Itu Berarti Aku yang Pertama?
6 Salting Brutal
7 Suami orang
8 Akad Nikah
9 Istri Jalur Langit
10 Menerima atau menolaknya?
11 Pesona Ustaz muda
12 Mecca luluh
13 Belum Siap Untuk Malam Pertama
14 Kecupan singkat
15 Mecca
16 Tergoda Istri sendiri
17 Penggoda
18 Malam pertama
19 Satu-satunya Wanita
20 Galery Mecca
21 Butuh pelukan
22 Mecca dan Darren
23 Kiss
24 Malam menggila
25 Masih Bab suami istri
26 Pacar Pertama
27 Dia Istriku.
28 Husband material
29 Bodyguard
30 Mecca dan traumanya
31 Mulai ada yang rese
32 Perkenalan
33 Keributan di dapur
34 Bibit pelakor
35 Trigger Masa lalu
36 Saling mengagumi
37 Menjadi istri yang baik
38 Mesum
39 Boleh skip
40 Wanita baru
41 Eyanglah pemenangnya
42 Butik dalam masalah
43 Tak mudah kalah
44 Kerja tim
45 Keberhasilan Mecca
46 Zahra X Gery
47 Insiden di kamar mandi
48 Perempuan bernama Aisyah
49 Dia ratuku
50 Pesona Mecca draft 1
51 Gery
52 Mecca hilang
53 Gery tak mungkin tinggal diam
54 Diculik yang berakhir liar
55 Malu setengah mati
56 Penculik terungkap
57 Perhatian atau Bullying??
58 Amarah Dean
59 Manis-manis dulu
60 draft 3
61 Pengganti soju
62 Drakor
63 Wanita baru
64 Overthingking Mecca
65 Kejahilan Mecca
66 Mau yang Kembar
67 Teman Baru
68 Darren lagi
69 Chacha
70 Zayn X Cha
71 Nasi Goreng terenak
72 Planing Honeymoon
73 Desakkan eyang
74 Apa lagi?
75 Sibuk
76 Project baru
77 Ketularan Mesum
78 Re-charge mood
79 Gagal
80 Kehilangan itu pasti akan digantikan
81 Tumbang juga
82 Hiburan
83 Zayn
84 Wah??? Kenindra Junior
85 Test pack
86 Twins
87 Penuh nasihat
88 Manja
89 draft 2
90 Saudar kembar
91 Penyembuh luka
92 Cemburu
93 Kejutan
94 Bersaing dengan Kakak
95 Hectic
96 Kehilangan waktu
97 Hampir saja
98 I love you
99 Draft 3
100 Puisi
101 draft 2
102 Soft launch Galerry Mecca
103 Overdoze
104 Gagal Kencan
105 Nasi Kabsah
106 Hulya pengganggu
107 Pengganggu
108 Naresh
109 Asal ada Kamu
110 Draft 2
111 Perasaaan Hulya
112 Peran Mecca
113 Draft 2
114 Shouffle
115 Panen stroberi
116 Makin meresahkan
117 Perhatian Mereka
118 OVT
119 Nikahi aku
120 Wanita or Iblis??
121 Naresh
122 Rasa yang Salah
123 Belum Menyerah
124 Menjaga jarak
125 Menjauh bukan Kalah
126 Omelan Chacha
127 Angkat dagumu princess!
128 Kembali ke pesantren
129 Perspektif lain dari Hulya
130 Benci
131 Waktunya Melawan
132 Draft 2
133 Fix kena mental!
134 Best ending
135 Cerita baru
Episodes

Updated 135 Episodes

1
Pertemuan yang Membingungkan
2
Kenapa Baru Sekarang???
3
Karena, istri aku suka!
4
Kita putus!!!
5
Itu Berarti Aku yang Pertama?
6
Salting Brutal
7
Suami orang
8
Akad Nikah
9
Istri Jalur Langit
10
Menerima atau menolaknya?
11
Pesona Ustaz muda
12
Mecca luluh
13
Belum Siap Untuk Malam Pertama
14
Kecupan singkat
15
Mecca
16
Tergoda Istri sendiri
17
Penggoda
18
Malam pertama
19
Satu-satunya Wanita
20
Galery Mecca
21
Butuh pelukan
22
Mecca dan Darren
23
Kiss
24
Malam menggila
25
Masih Bab suami istri
26
Pacar Pertama
27
Dia Istriku.
28
Husband material
29
Bodyguard
30
Mecca dan traumanya
31
Mulai ada yang rese
32
Perkenalan
33
Keributan di dapur
34
Bibit pelakor
35
Trigger Masa lalu
36
Saling mengagumi
37
Menjadi istri yang baik
38
Mesum
39
Boleh skip
40
Wanita baru
41
Eyanglah pemenangnya
42
Butik dalam masalah
43
Tak mudah kalah
44
Kerja tim
45
Keberhasilan Mecca
46
Zahra X Gery
47
Insiden di kamar mandi
48
Perempuan bernama Aisyah
49
Dia ratuku
50
Pesona Mecca draft 1
51
Gery
52
Mecca hilang
53
Gery tak mungkin tinggal diam
54
Diculik yang berakhir liar
55
Malu setengah mati
56
Penculik terungkap
57
Perhatian atau Bullying??
58
Amarah Dean
59
Manis-manis dulu
60
draft 3
61
Pengganti soju
62
Drakor
63
Wanita baru
64
Overthingking Mecca
65
Kejahilan Mecca
66
Mau yang Kembar
67
Teman Baru
68
Darren lagi
69
Chacha
70
Zayn X Cha
71
Nasi Goreng terenak
72
Planing Honeymoon
73
Desakkan eyang
74
Apa lagi?
75
Sibuk
76
Project baru
77
Ketularan Mesum
78
Re-charge mood
79
Gagal
80
Kehilangan itu pasti akan digantikan
81
Tumbang juga
82
Hiburan
83
Zayn
84
Wah??? Kenindra Junior
85
Test pack
86
Twins
87
Penuh nasihat
88
Manja
89
draft 2
90
Saudar kembar
91
Penyembuh luka
92
Cemburu
93
Kejutan
94
Bersaing dengan Kakak
95
Hectic
96
Kehilangan waktu
97
Hampir saja
98
I love you
99
Draft 3
100
Puisi
101
draft 2
102
Soft launch Galerry Mecca
103
Overdoze
104
Gagal Kencan
105
Nasi Kabsah
106
Hulya pengganggu
107
Pengganggu
108
Naresh
109
Asal ada Kamu
110
Draft 2
111
Perasaaan Hulya
112
Peran Mecca
113
Draft 2
114
Shouffle
115
Panen stroberi
116
Makin meresahkan
117
Perhatian Mereka
118
OVT
119
Nikahi aku
120
Wanita or Iblis??
121
Naresh
122
Rasa yang Salah
123
Belum Menyerah
124
Menjaga jarak
125
Menjauh bukan Kalah
126
Omelan Chacha
127
Angkat dagumu princess!
128
Kembali ke pesantren
129
Perspektif lain dari Hulya
130
Benci
131
Waktunya Melawan
132
Draft 2
133
Fix kena mental!
134
Best ending
135
Cerita baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!