Aku menatap sekitar. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan saat ini aku sedang bersama Mas Adam, berdiri di depan resepsionis.
“Mari saya antar,” ajak salah satu resepsionis setelah Mas Adam mengambil sebuah kartu hitam yang diberikan oleh sang resepsionis.
Aku berjalan di samping Mas Adam, mengikuti pegawai hotel yang berjalan di depan kami.
Saat masuk ke dalam lift, suasana semakin canggung. Aku sesekali melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku, malam semakin larut dan aku merasa sangat mengantuk, rasanya aku merindukan kasur kecilku di kosanku dulu.
Bunyi ‘ting’ dari lift itu memecah lamunanku, aku kembali melangkahkan kaki dengan hati yang menggerutu, sebenarnya ini mau ke mana sih? Kalau Cuma mau tidur kenapa enggak di rumah saja? Kenapa harus di hotel?
Aku menghela napas pendek. Tak lama kemudian kami tiba di salah satu kamar hotel, anehnya tidak ada nomor yang tertera di pintu kamar hotel itu, saat melihat sekitar, aku baru sadar kalau pintu di hadapan kami adalah satu-satunya pintu di lantai ini. Apa ini kamar khusus? Mungkin sejenis kamar VIP.
Setelah mengantarkan sampai depan pintu, pegawai hotel itu berpamitan pergi dengan sopan.
“Kenapa kita ke sini? Aku pikir kita ke hotel untuk makan malam lagi atau bertemu seseorang yang penting,” ujarku, setelah kami masuk ke dalam kamar hotel yang aku akui sangat-sangat luas dan mewah, bahkan menurutku tempat ini lebih pantas disebut sebagai apartemen daripada kamar hotel. “Kalau hanya ingin tidur kenapa harus ke hotel?” lanjutku.
Mas Adam melangkah melewatiku, dia melepas jaket levisnya, lalu meletakkannya ke sofa yang berada tak jauh dari pintu masuk kamar.
“Mama sama Papa menginap di rumahku malam ini,” cakap Mas Adam.
“Kok aku enggak tau?”
“Mereka ada di rooftop saat kita berangkat ke hotel.”
“Terus apa hubungannya orang tuamu sama kita menginap di hotel?” tanyaku.
“Besok aku libur. Pagi nanti aku mau bangun siang. Kalau mama sama papa ada di rumah biasanya mereka akan mengganggu istirahatku,” jelas Mas Adam. “Lagian kamu pasti juga butuh waktu untuk beradaptasi kan. Aku yakin kamu akan merasa canggung kalau tiba-tiba mereka ajak kamu ngobrol,” lanjutnya.
Aku diam saja, yang dikatakan Mas Adam ada benarnya. Aku belum mengenal dekat orang tua Mas Adam, rasanya terlalu canggung kalau tiba-tiba berhadapan dengan mereka. Seharusnya aku berterima kasih pada Mas Adam karena membawaku kabur dari orang tuanya. Bukan bermaksud buruk, hanya saja ada saatnya aku akan bicara dengan mereka, setidaknya sampai aku beradaptasi dengan statusku saat ini.
“Kalau kamu ngantuk tidur saja,” cakap Mas Adam.
“Enggak, aku belum ngantuk.”
“Jangan bohong, aku melihatmu menguap sepanjang perjalanan tadi. Kamu pasti kelelahan,” ujarnya.
Ya, benar. Aku memang mengantuk. Tapi... aku tidak berani tidur duluan. Tahu kenapa? Aku takut nanti laki-laki itu tiba-tiba menerkamku saat aku tidur. Ya ampun, membayangkannya saja sudah membuat kelopak mataku enggan terpejam.
“Memangnya kamu enggak tidur?” tanyaku, menatapnya lekat, melihat matanya yang terlihat masih segar, seolah tidak ada tanda-tanda kalau dia mengantuk.
“Tidur. Tapi mungkin beberapa jam lagi. Ada pekerjaan yang harus aku urus sekarang,” jawabnya.
“Aku bantu,” tawarku. Padahal, sumpah demi tuhan aku sudah sangat mengantuk. Hanya saja aku terlalu enggan untuk tidur duluan.
“Tidak perlu. Kamu tidur saja.”
“Aku belum ngantuk.”
“Belum ngantuk? Lihat mata kamu itu. Kelopak matamu bahkan sudah tidak kuat untuk terbuka lagi. Jangan dipaksakan.”
Aku menatap ragu-ragu, melirik tempat tidur dengan penuh minat, tubuhku seolah merindukan kasur yang empuk itu. Tidur. Aku hanya ingin tidur.
“Kamu jangan khawatir, aku tidak akan memperkosamu saat kamu tidur,” ujar Mas Adam.
Aku langsung menatap ke arahnya. Pria ini seolah bisa membaca pikiranku.
Tapi, apa dia sungguh tidak akan melakukan apa pun ketika aku tidur?
Ah, sudahlah. Mari percaya saja dengan perkataannya. Lagi pula aku sudah tidak kuat lagi, aku benar-benar sangat mengantuk.
“Kalau gitu... aku tidur duluan,” pamitku.
Mas Adam mengangguk.
Aku pun berjalan menuju tempat tidur yang sejak tadi terasa melambai-melambai merayu tubuhku untuk segera tidur di sana.
“Linda.” Mas Adam tiba-tiba memanggil namaku, sontak aku menghentikan langkah dan memutar kepalaku, menatap kembali ke arahnya.
“Ya?”
“Selamat malam,” ucapnya.
Aku tertegun. Tak pernah menyangka kalau pria itu akan bersikap manis seperti ini.
“Selamat malam,” balasku.
Senyumnya terukir tipis. “Semoga mimpi indah,” tuturnya.
“Ya.” Aku menanggapi dengan canggung.
Setelah itu aku bergegas menuju kasur. Saat aku baru saja menyelimuti diriku, aku mendengar Mas Adam berbincang dengan seseorang di telepon, dia seperti sedang membicarakan masalah pekerjaan.
Aku tidak begitu jelas mendengarnya, karena tak lama kemudian pandanganku perlahan redup, alam bawah sadar seolah menarikku untuk segera terbang ke alam mimpi.
***
“Keterlaluan kamu, Zaka!” Teriakan penuh emosi itu berasal dari Pak Tristan. Napas pria paruh baya itu naik turun, menandakan amarahnya begitu besar.
“Rere sedang mengandung anak kamu, dan kamu tidak mau menikahinya?! Laki-laki macam apa kamu ini, Zaka.” Bu Lastri menghela napas berat, dadanya terasa sesak mendengar penuturan Zaka beberapa saat lalu.
“Karena saya tidak mencintai putri—”
PLAK!
“Kalau tidak cinta kenapa kamu merusak kehormatannya sampai dia hamil?!” Amarah Pak Tristan sangat menggebu, jika saja dia tidak ingat dosa dan hukuman penjara, pasti dia sudah mengeksekusi Zaka sejak tadi.
“Rere sendiri yang menyerahkannya kepada saya. Dia yang menggoda saya. Saya punya buktinya kalau Om dan Tante tidak percaya,” cakap Zaka, pandangannya menatap lurus ke arah Pak Tristan, tak ada rasa takut sama sekali dalam tatapannya, padahal dia baru saja mendapatkan tamparan keras dari pria paruh baya itu.
“Benar apa yang dikatakan laki-laki ini, Re?” tanya Pak Tristan pada sang anak.
Rere menundukkan kepalanya, isak tangisnya terdengar semakin kencang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Rdznr
Ini si zaka jgn" sebenernya suka sama Linda/Scare/
2025-08-09
0