“Re .. kamu ngomong apa tho, Nduk?” tanya Bude Lastri, raut wajahnya sudah terlihat cemas.
“Aku cinta sama Mas Zaka, Mi,” ujar Rere.
“Kamu cinta sama Zaka tapi bukan berarti kamu harus bohongi kita kalau kamu hamil anak dia ‘kan, Re?” sahut Rizki, sebagai seorang kakak sepupu satu-satunya.
“Siapa yang bohong? Aku beneran hamil, ini buktinya,” jawab Rere sembari menunjukkan alat tespack ke semua orang. “Dan kalau kalian semua nggak percaya sama perkataanku, kalian bisa tanya langsung sama Mas Zaka atau Mbak Nara. Mbak Nara sebagai dokter kandungan, dia sudah periksa kehamilanku,” tandasnya.
Kini semua pasang mata berpindah pandang pada sosok wanita yang tampak elegan dengan kebaya berwarna pastelnya. Wanita itu mengulas senyum canggung, ia kemudian terlihat menghela napas pelan. Lalu berdiri dari duduknya untuk memberikan klarifikasi tentang kehamilan Rere.
“Tante Lastri, Om Tristan, saya sebagai kakaknya Zaka meminta maaf karena harus mengatakan hal ini di hari yang seharusnya membuat keluarga ini bahagia. Saya sendiri sangat kecewa dengan apa yang sudah diperbuat oleh adik laki-laki saya satu-satunya,” ucap Nara, menundukkan kepalanya, ia merasa malu. “Apa yang Rere katakan benar. Dua hari yang lalu, dia dan Zaka datang ke klinik saya, dan Rere memang benar sedang hamil,” jujurnya.
Embusan napas berat pun secara bersamaan terdengar dari para tamu undangan. Banyak dari mereka yang terlihat mengelus dada, tak menyangka dengan fakta yang mengejutkan ini.
“Terus ini pernikahannya ‘gimana, Tristan?” tanya seorang pria paruh baya yang terlihat penuh wibawa.
“Alan, kamu tenang dulu, ya. Aku yakin pasti ada kesalahpahaman di sini,” ujar Om Tristan, yang mulai panik dengan situasi saat ini.
“Kesalahpahaman bagaimana? Sudah jelas sekali kalau anak perempuan kamu itu hamil dari benih laki-laki lain. Bahkan sudah diklarifikasi sama dokternya langsung,” sahut Bunda Ratna, ibu dari mempelai pria, sekaligus istri dari Om Alan, yang merupakan sahabat karib Om Tristan.
“Kalian berdua tenang dulu, ya. Kita selesaikan baik-baik masalah ini,” ujar Bude Lastri, berusaha menenangkan.
“Maaf, Mbak Lastri. Tapi, saya tidak bisa menerima kalau calon istri anak saya sudah tidak perawan lagi, dan bahkan hamil anak laki-laki lain,” cakap Bunda Ratna.
Bude Lastri tampak syok mendapatkan tamparan keras dari kata-kata calon besannya itu. Ia bahkan sampai terlihat hampir ambruk kalau saja Bu Lasmi sebagai adiknya tidak segera menyangga tubuh kakak kembarnya itu.
“Begini saja,” ucap Om Tristan, pria paruh baya itu terlihat menghela napasnya sesaat, sebelum kemudian ia kembali berkata, “kita batalkan saja pernikahan ini,” putusnya, yang sebenarnya sangat berat mengambil keputusan tersebut.
“Enggak bisa, Tan,” kata Om Alan, sebagai ayah dari si calon mempelai pria. “Kamu tahu ‘kan kalau pernikahan ini sudah diketahui oleh seluruh keluarga besar kami dan bahkan relasi bisnis perusahaan kami? Jadi, aku dan istriku nggak akan setuju kalau pernikahan ini batal, karena itu akan sangat berpengaruh pada reputasi dan masa depan putra kami,” timpalnya.
“Tapi kamu denger sendiri ‘kan, Lan? Istri kamu bilang dia nggak mau anaknya nikah sama anakku yang udah bukan gadis lagi dan bahkan hamil anak laki-laki lain,” balas Om Tristan.
“Kita ganti saja calon mempelai wanitanya,” sahut Bunda Ratna.
“Bunda,” panggilan yang terkesan tegas itu seketika meluncur dari bibir seorang pria yang sejak tadi hanya diam menyimak.
“Ini semua demi kebaikan kamu, Dam,” ujar sang ibu.
Adam, pria itu terlihat menghela napas beratnya. Ia tahu bahwa dirinya tak dapat menolak kehendak ibunya. Adam pun akhirnya kembali bungkam dan pasrah dengan semua permainan para orang tua.
“Lasmi,” lirih Bude Lastri.
“Iya, Mbak? Mbak Lastri butuh sesuatu?” tanya Bu Lasmi.
“Linda belum punya calon, ‘kan?” tanyanya.
“Mbak ....” Bu Lasmi terlihat kaget, ia seolah tahu dengan maksud saudarinya itu.
“Oh, iya, bener, Linda. Linda mana?” Om Tristan yang juga paham dengan perkataan istrinya pun langsung mencari sosok Linda.
“Linda masih belum mau nikah, Mas Tris,” ujar Bu Lasmi.
“Lasmi, kami minta tolong sama kamu. Tolong izinkan Linda membantu kami. Aku mohon sama kamu, tolong kami, Las,” pinta Bude Lastri, yang sudah terlihat putus asa.
“Kenapa harus Linda, Mbak?” lirih Bu Lasmi, ingin sekali menangis di hadapan semua orang.
“Karena dia satu-satunya perempuan di keluarga kita yang masih gadis, Lasmi,” jawab Bude Lastri, sedih. “Kamu tahu ‘kan, Mbak cuma punya kamu. Kamu satu-satunya saudara Mbak,” lanjutnya.
Bu Lasmi mengembuskan napasnya berat. Pelan, ia menatap ke arah Linda yang terlihat diam menunggu keputusan ibunya. Rizki yang sebenarnya tidak setuju pun hanya bisa bungkam saat para orang tua itu saling berdiskusi untuk menemukan titik terang dari masalah yang terlihat rumit ini.
“Lin,” panggil Bu Lasmi.
“Iya, Buk?” jawab Linda, hatinya tiba-tiba merasa getir saat ia tahu keputusan apa yang sudah ibunya ambil untuk masa depannya.
“Sini, Nduk,” suruh Bu Lasmi.
Linda mengangguk. Perempuan itu berdiri dari duduknya setelah memandang sendu ke arah kakaknya.
“Maafin Ibuk, ya?” ucap Bu Lasmi saat Linda sudah berdiri di depannya.
Sorot mata Linda tampak bergetar. Ingin sekali ia menangis saat itu juga. Tapi, demi sang ibu, Linda menahan dirinya. Perempuan itu dengan tegas mengulas senyumnya. Sebuah senyum palsu yang sebenarnya tidak mampu menipu semua pasang mata yang menatapnya kasihan.
“Enggak pa-pa, Buk. Aku ikhlas. Asal ibu ridho dengan apa yang akan Linda jalanin, Linda nggak masalah dengan semua keputusan Ibuk. Karena aku yakin, apa yang Ibuk pilih adalah apa yang terbaik buat aku,” kata Linda, mencoba bijak.
“Makasih, Nduk,” lirih sang ibu sembari mengusap lembut wajah putri bungsunya itu.
“Makasih ya, Lin. Maafin Bude juga, ya?”
“Iya, Bude,” jawab Linda sembari mengulas senyumnya.
“Jadi, dia yang akan menjadi penggantinya?” tanya Bunda Ratna.
“Iya, Mbak,” jawab Bude Lastri, yang kini bisa kembali tersenyum, walau terlihat getir.
Bunda Ratna pun tampak mengulas senyumnya sambil menatap Linda penuh rasa syukur.
“Terima kasih, ya. Terima kasih karena kamu sudah mau menggantikan sepupu kamu untuk menjadi istri anak saya. Kamu tenang saja, setelah ini hidupmu pasti akan terjamin dan saya pastikan kamu akan bahagia bersama anak saya,” ujar Bunda Ratna.
Linda yang tidak tahu harus menjawab apa, dia hanya bisa mengukir senyumnya sebaik mungkin.
“Kalau begitu, bisakah akad nikahnya langsung saja dimulai? Soalnya saya juga harus pergi ke tempat lain untuk melangsungkan akad nikah,” sahut si penghulu.
“Oh, iya, iya. Silakan, Pak,” ujar Om Tristan.
“Rizki,” panggil Bu Lasmi, menyuruh putra sulungnya itu agar segera menempati posisi sebagai wali nikah untuk Linda, sesuai dengan apa yang pernah diwasiatkan oleh almarhum suaminya dulu.
Dan, pada akhirnya pernikahan yang tidak pernah dibayangkan oleh semua orang pun terjadi. Nama mempelai wanita yang berubah pun terdengar dilafalkan dengan sangat lancar. Adam dan Linda, kini mereka telah sah menjadi sepasang suami istri—siri.
Walau itu pernikahan siri dan baru sah di mata agama, tapi bukan berarti hal itu tidak membuat keluarga mempelai pria terlihat mengurai senyum bahagia, karena tidak lama lagi setelah pengurusan di KUA selesai, mereka benar-benar akan menjadi sepasang suami istri yang disatukan oleh desakan keadaan. Tidak ada pertemuan romantis, tidak ada rencana, dan bahkan tidak ada cinta. Namun, tiba-tiba terdengar kata ‘sah’ yang menghalalkan keduanya untuk membangun mahligai rumah tangga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments