Bab: 5

Lisa melipat tangannya di depan dada, matanya menyipit penuh cibiran saat menatap Arumi dari atas ke bawah.

“Dari awal Mama tuh udah nggak yakin sama kamu, Arumi,” lanjut Lisa tajam. “Perempuan model kamu itu cuma modal wajah doang. Luarnya cantik, tapi dalamnya? Kosong. Nggak bisa ngurus rumah, nggak bisa ngasih cucu. Cuma bikin Hansel makin stres!”

Ia tertawa sinis. “Mama heran, apa sih yang Hansel lihat dari kamu? Kalau cuma mau perempuan cantik, banyak yang antre. Tapi kamu? Bahkan buat jaga keharmonisan rumah tangga aja nggak becus!”

Arumi menggigit bibir bawahnya, menahan gejolak di dadanya. Kata-kata Lisa seperti duri yang sengaja ditancapkan ke tempat paling menyakitkan.

“Mending sekarang kamu sadar diri. Sebelum Hansel sadar sendiri dan nyari yang lebih layak. Yang bisa kasih dia anak. Yang bisa bikin dia bangga, bukan malah bikin malu keluarga.”

Arumi menunduk. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, gemetar menahan emosi yang sudah mencapai ubun-ubun. Tapi ia tetap diam. Bukan karena lemah. Tapi karena tahu, melawan Lisa hanya akan membuat api makin besar.

Namun Lisa justru semakin menjadi.

Ia melangkah ke arah meja makan, memandangi piring-piring kotor yang belum sempat dibereskan Arumi.

“Ini aja belum diberesin. Rumah berantakan. Mama jadi malu kalau ada tamu datang! Kamu itu bukan menantu, tapi beban!”

Lisa menoleh dengan sorot mata tajam. “Kalau Mama yang jadi Hansel, udah dari dulu kamu Mama ceraikan. Tapi entah kenapa anak Mama itu terlalu baik. Atau... terlalu bodoh sampai nggak lihat kamu itu racun buat hidupnya.”

Sungguh, semua yang terucap dari mulut Lisa terasa seperti jarum-jarum kecil yang menancap satu per satu ke dalam dada Arumi. Bukan hanya menyakitkan, tapi juga melemahkan.

Setiap kata yang dilontarkan sang mertua seolah sudah disiapkan, disusun rapi untuk menjatuhkan harga dirinya. Seolah menjadi istri yang belum diberi kepercayaan untuk mengandung adalah sebuah kejahatan yang patut dihukum tanpa ampun.

Arumi berdiri di sana, tubuhnya tegak tapi hatinya remuk. Ruang makan yang seharusnya menjadi tempat berkumpul penuh kehangatan, berubah menjadi arena penghakiman yang dingin dan penuh kebencian.

"Mama tadi datang," ucap Arumi pelan saat Hansel membuka pintu dan meletakkan tas kerjanya di meja dekat pintu. Jam menunjukkan pukul lima sore, matahari di luar mulai turun, menyisakan semburat jingga di jendela ruang tamu yang hening.

Sudah pasti Hansel tahu, jika ibunya datang, sudah pasti ada keributan.

"Mama bilang apa?" Tanya Hansel. Lebih tepatnya, dia tidak tahu ingin memulai pembicaraan dari mana.

"Seperti biasa, dia menghakimi aku karena belum bisa memberi dia cucu." Ujar Arumi miris.

Hansel diam, tak bisa berkata-kata lagi, ia hanya berdiri di sana, tubuhnya tampak bimbang, bibirnya bergerak seolah ingin mengatakan sesuatu, namun tak ada satu pun kata yang keluar. Seperti biasa, ia memilih bungkam.

"Mama bilang aku harus sadar diri, sebelum kamu nyari yang lebih layak, yang bisa kasih kamu keturunan," kata Arumi, suaranya parau, namun nadanya tenang, terlalu tenang, seperti seseorang yang sudah kehabisan tenaga untuk marah.

Hansel menatapnya, terdiam. Napasnya berat.

“Arum.” katanya akhirnya, nyaris berbisik. “Mama hanya asal bicara. Kamu tahukan dia memang seperti itu.”

Arumi menghela napas pelan, lalu menatap mata Hansel, dalam dan tajam.

“Jadi, itu alasannya kamu selingkuh?” suaranya pelan tapi jelas. “Karena aku nggak bisa kasih kamu anak?”

Hansel terkejut, lalu mengusap wajahnya dengan kasar, frustasi. “Arum, tolong, jangan mulai malam ini. Aku benar-benar lelah.”

“Lelah?” Arumi mengangkat alis, tawanya hambar. “Kamu lelah karena apa, Hansel? Karena habis tidur dengan perempuan itu?!”

Nada suaranya meninggi, matanya berkaca-kaca. Bukan hanya karena amarah, tapi karena hati yang mulai rapuh tak sanggup lagi menampung luka.

“Arumi…!” seru Hansel, suaranya terdengar frustrasi. “Please, hentikan! Sampai kapan kamu mau terus seperti ini?”

“Sampai kamu jujur sama aku!” teriak Arumi balik. “Sampai kamu kasih tahu aku siapa perempuan itu!”

Ia mendekat, berdiri di hadapan Hansel yang mulai kehilangan kata-kata. Suaranya pecah, tapi tatapannya tetap menuntut.

“Siapa dia, Hansel?! Dan kenapa... kenapa kamu tega mengkhianati pernikahan kita?!”

Hansel menggeleng pelan, menghindari tatapannya, tapi Arumi tak berhenti. Nafasnya memburu, dadanya naik-turun menahan tangis yang nyaris pecah.

“Kamu tahu...” bisiknya lirih namun penuh luka, “ucapan Mama tadi, justru membuat aku sadar. Mungkin kamu selingkuh karena aku nggak bisa kasih kamu anak.”

Ia tertawa kecil, getir. “Perempuan yang bisa bikin kamu bangga, yang bisa kasih kamu keturunan, nggak seperti aku, perempuan mandul yang memalukan!”

“Stop, Arumi! Kamu sudah kelewatan!” bentak Hansel, suaranya meninggi untuk pertama kalinya malam itu.

Tapi Arumi tak mundur sedikit pun. Matanya menyala, penuh luka dan kemarahan yang tak lagi bisa dibendung.

“Yang kelewatan itu kamu, Hans! Bukan aku!” balasnya lantang, suaranya bergetar menahan emosi. “Kamu yang selingkuh! Kamu yang bohong! Kamu yang menghancurkan semua yang kita bangun!”

Hansel mengatupkan rahangnya, napasnya memburu, tapi tak bisa menyela.

"Aku minta maaf..." ucap Hansel akhirnya, pelan, nyaris tak terdengar.

Arumi terdiam. Kata itu terdengar kosong di telinganya. Terlambat. Terlalu ringan untuk menebus luka yang sudah terlanjur dalam.

“Maaf?” Ia mengulang, suaranya rendah namun tajam. “Kamu pikir satu kata itu cukup buat memperbaiki semuanya?”

Arumi berdiri mematung, tubuhnya gemetar menahan emosi. Mata yang dulu selalu menatap Hansel dengan hangat, kini hanya menyisakan kekecewaan dan luka.

“Sayang…” Hansel mencoba mendekat, suaranya pelan, nyaris memohon.

Tapi Arumi mundur satu langkah, menjauh darinya. Gerakan kecil itu terasa seperti tembok tinggi yang tak bisa Hansel lewati.

“Jangan panggil aku seperti itu,” ucap Arumi lirih.

“Ceraikan aku Hans.”

Deg!

Seolah dunia berhenti berputar sesaat. Kata-kata Arumi meluncur pelan, tapi cukup tajam untuk menembus dada Hansel.

"Jangan ngaco, Arum! Aku nggak akan ceraikan kamu, sampai kapan pun!" bentak Hansel, suaranya meninggi karena panik, tapi getar di ujung nadanya tidak bisa ia sembunyikan.

“Kalau begitu,” Arumi menatap Hansel lekat-lekat, “apa kamu bisa meninggalkan perempuan itu?”

Pertanyaan itu menggantung di udara, tajam, seperti pisau yang siap jatuh kapan saja.

Hansel terdiam. Matanya berkedip pelan, seolah sedang menimbang. Rahangnya mengeras, dan butuh beberapa detik sebelum ia bisa menjawab, “Aku....”

Arumi tersenyum getir. “Kamu nggak mau menceraikan aku, tapi kamu juga nggak mau meninggalkan perempuan itu.”

Hansel menunduk. Diam. Tak membenarkan, tapi juga tak menyangkal.

“Jadi, aku ini apa, Hans?” lanjut Arumi, suaranya lirih namun tegas. “Istri? Atau cuma pajangan di rumah biar kamu kelihatan utuh sebagai pria berkeluarga?”

Hansel masih tak menjawab. Kedua tangannya mengepal, matanya menatap lantai, seolah bisa menghindari kenyataan hanya dengan tidak menatap istrinya.

********

Support author dengan like, komen dan subscribe cerita ini ya, biar author semangat up-nya. terima kasih.

Terpopuler

Comments

cinta semu

cinta semu

Arumi kebanyakan ngomong ...cari bukti.kek ...kalo memang g terima di selingkuh,i ajukan cerai ,,kalo pasrah ya terima aja di poligami ...

2025-08-12

1

Naiva Aisyah

Naiva Aisyah

kalo arumi jadi saya, udah langsung saya tinggalin tuh si pria b.......k
apalagi sampe jelas² selingkuh gak ada kata ampun lagi

2025-08-19

0

Nurul Boed

Nurul Boed

Suami selingkuh
mertua jahat
udah tinggalin aja
🫣🫣

2025-07-28

0

lihat semua
Episodes
1 Bab: 1
2 Bab: 2
3 Bab: 3
4 Bab: 4
5 Bab: 5
6 Bab: 6
7 Bab: 7
8 EP: 8
9 Bab: 9
10 EP: 10
11 EP: 11
12 Bab: 12
13 Bab: 13
14 Bab: 14
15 Bab: 15
16 Bab: 16
17 Bab: 17
18 Bab: 18
19 Bab: 19
20 Bab: 20
21 Bab: 21
22 Bab: 22
23 Bab: 23
24 Bab: 24
25 Bab: 25
26 Bab: 26
27 Bab: 27
28 Bab: 28
29 Bab: 29
30 Bab: 30
31 Bab: 31
32 Bab: 32
33 Bab: 33
34 Bab: 34
35 Bab: 35
36 Bab: 36
37 Bab: 37
38 Bab: 38
39 Bab: 39
40 Bab: 40
41 Bab: 41
42 Bab: 42
43 Bab: 43
44 Bab: 44
45 Bab: 45
46 Bab: 46
47 Bab: 47
48 Bab: 48
49 Bab: 49
50 Bab: 50
51 Bab: 51
52 Bab: 52
53 Bab: 53
54 Bab: 54
55 Bab: 55
56 Bab: 56
57 Bab: 57
58 Bab: 58
59 Bab: 59
60 Bab: 60
61 Bab: 61
62 Bab: 62
63 Bab: 63
64 Bab: 64
65 Bab: 65
66 Bab: 66
67 Bab: 67
68 Bab: 68
69 Bab: 69
70 Bab: 70
71 Bab: 71
72 Bab: 72
73 Bab: 73
74 Bab: 74
75 Bab: 75
76 Bab: 76
77 Bab: 77
78 Bab: 78
79 Bab: 79
80 Bab: 80
81 Bab: 81
82 Bab: 82
83 Bab: 83
84 Bab: 84
85 Bab: 85
86 Bab: 86
87 Bab: 87
88 Bab: 88
89 Bab: 89
90 Bab: 90
91 Bab: 91
92 Bab: 92
93 Bab: 93
94 Bab: 94
95 Bab: 95
96 Bab: 96
97 Bab: 97
98 Bab: 98
99 Bab: 99
100 Bab: 100
101 Bab: 101
102 Bab: 102
103 Bab: 103
104 Bab: 104
105 Bab: 105
106 Bab: 106
107 Bab: 107
108 Bab: 108
109 Bab: 109
110 Bab: 110
111 Bab: 111
112 Bab: 112
113 Bab: 113
114 Bab: 114
115 Bab: 115
116 Bab: 116
117 Bab: 117
118 Bab: 118
119 Bab: 119
120 Bab: 120
121 Bab: 121
122 Bab: 122
123 Bab: 123
124 Bab: 124
125 Bab: 125
126 Bab: 126
127 Bab: 127
128 Bab: 128
129 Bab: 129
130 Bab: 130
131 Bab: 131
132 Bab: 132
133 Bab: 133
134 Bab: 134
135 Bab: 135
136 Bab: 136
137 Bab: 137
Episodes

Updated 137 Episodes

1
Bab: 1
2
Bab: 2
3
Bab: 3
4
Bab: 4
5
Bab: 5
6
Bab: 6
7
Bab: 7
8
EP: 8
9
Bab: 9
10
EP: 10
11
EP: 11
12
Bab: 12
13
Bab: 13
14
Bab: 14
15
Bab: 15
16
Bab: 16
17
Bab: 17
18
Bab: 18
19
Bab: 19
20
Bab: 20
21
Bab: 21
22
Bab: 22
23
Bab: 23
24
Bab: 24
25
Bab: 25
26
Bab: 26
27
Bab: 27
28
Bab: 28
29
Bab: 29
30
Bab: 30
31
Bab: 31
32
Bab: 32
33
Bab: 33
34
Bab: 34
35
Bab: 35
36
Bab: 36
37
Bab: 37
38
Bab: 38
39
Bab: 39
40
Bab: 40
41
Bab: 41
42
Bab: 42
43
Bab: 43
44
Bab: 44
45
Bab: 45
46
Bab: 46
47
Bab: 47
48
Bab: 48
49
Bab: 49
50
Bab: 50
51
Bab: 51
52
Bab: 52
53
Bab: 53
54
Bab: 54
55
Bab: 55
56
Bab: 56
57
Bab: 57
58
Bab: 58
59
Bab: 59
60
Bab: 60
61
Bab: 61
62
Bab: 62
63
Bab: 63
64
Bab: 64
65
Bab: 65
66
Bab: 66
67
Bab: 67
68
Bab: 68
69
Bab: 69
70
Bab: 70
71
Bab: 71
72
Bab: 72
73
Bab: 73
74
Bab: 74
75
Bab: 75
76
Bab: 76
77
Bab: 77
78
Bab: 78
79
Bab: 79
80
Bab: 80
81
Bab: 81
82
Bab: 82
83
Bab: 83
84
Bab: 84
85
Bab: 85
86
Bab: 86
87
Bab: 87
88
Bab: 88
89
Bab: 89
90
Bab: 90
91
Bab: 91
92
Bab: 92
93
Bab: 93
94
Bab: 94
95
Bab: 95
96
Bab: 96
97
Bab: 97
98
Bab: 98
99
Bab: 99
100
Bab: 100
101
Bab: 101
102
Bab: 102
103
Bab: 103
104
Bab: 104
105
Bab: 105
106
Bab: 106
107
Bab: 107
108
Bab: 108
109
Bab: 109
110
Bab: 110
111
Bab: 111
112
Bab: 112
113
Bab: 113
114
Bab: 114
115
Bab: 115
116
Bab: 116
117
Bab: 117
118
Bab: 118
119
Bab: 119
120
Bab: 120
121
Bab: 121
122
Bab: 122
123
Bab: 123
124
Bab: 124
125
Bab: 125
126
Bab: 126
127
Bab: 127
128
Bab: 128
129
Bab: 129
130
Bab: 130
131
Bab: 131
132
Bab: 132
133
Bab: 133
134
Bab: 134
135
Bab: 135
136
Bab: 136
137
Bab: 137

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!