MY PROBLEMATIC CEO
Seseorang mengetuk pintu sebuah rumah yang terlihat besar di tengah-tengah desa, orang itu mengetuk pintu dengan kencang.
“Iya?” ucap seorang wanita yang baru saja membuka pintu rumahnya.
Juliet Harvey, adalah seorang wanita yang sangat cantik, sejak kecil dia di besarkan di sebuah desa terpencil bersama kakek dan neneknya, sedangkan ibunya sudah meninggal sejak usianya masih sepuluh tahun.
Juliet tumbuh menjadi anak yang baik, jujur dan begitu polos, kehidupannya hanya bersama dengan kakek dan neneknya saja.
“Ada paket untuk mbak Juliet.” Balas laki-laki yang sedang memegang sebuah map coklat yang ternyata adalah tukang paket.
“Ah iya, saya sendiri.” Ucap Juliet.
Tukang paket itu menyuruh Juliet untuk menandatangani bukti terima lebih dulu, barulah dia memberikan paket tersebut kepada Juliet.
“Terima kasih mas.” Ucap Juliet dengan ramah dan hanya di balas anggukan oleh kurir tersebut.
Juliet segera masuk ke dalam rumah dan segera membuka map tersebut di dalam kamarnya.
Juliet terkejut melihat isi dari map tersebut yang ternyata adalah dokumen pindah alih rumah milik kakek dan neneknya dan juga ada sepucuk surat yang di tempel pada dokumen tersebut.
“Aku turut bersedih atas kematian pamanku Jack Holster, tapi menurut hak waris, rumah paman akan di alihkan kepada anak laki-lakinya, namun berhubung paman tidak memiliki anak atau cucu laki-laki, maka rumah itu akan menjadi milikku selaku keponakan paman.”
Juliet tau hal ini akan terjadi, tapi tetap saja dia terkejut membaca surat itu, terlebih kakeknya baru saja meninggal sebulan yang lalu, bagaimana bisa mereka langsung ingin mengambil alih rumah sang kakek sebulan setelah beliau meninggal.
“Ini sangat tidak masuk akal!” gumam Juliet dengan mata yang berkaca-kaca.
Juliet membuka jendela kamarnya yang langsung mengarah ke taman belakang rumahnya, dia menatap pepohonan yang terlihat sangat segar pagi itu.
“Pemandangan indah ini benar-benar terasa kejam, rasanya dunia tidak peduli dengan ketidak beruntungan ku.” Gumam Juliet.
“Meskipun aku telah kehilangan keluarga dan terancam kehilangan tempat tinggal, tetapi pohon-pohon dan bunga-bunga di halaman rumah ini tetap terlihat mempesona.” Lanjutnya.
Juliet menatap kursi di bawah pohon besar yang biasanya di pakai oleh sang kakek saat masih hidup dengan tatapan sendu.
“Kek, apa aku terlalu banyak mengeluh? Tapi tetap saja kenyataan ini sangat pahit, seharusnya aku bisa melindungi rumah ini dan nenek.” Ucap Juliet.
Awalnya, keluarga kakek dan nenek Juliet adalah orang terkaya di desa itu, mereka memiliki beberapa sawah dan juga perkebunan, bahkan rumah mereka adalah rumah yang paling besar di desa itu.
Namun siapa sangka, kakek dan nenek Juliet harus menghabiskan banyak uang bahkan berhutang kepada rentenir untuk biaya pengobatan anak semata wayang mereka yang tidak lain adalah ibu kandung Juliet.
“Non! Non Julie!” teriak seseorang dari bawah.
Julie, begitulah orang-orang terdekat Juliet memanggilnya.
“Iya bik!” teriak Juliet yang tersadar dari lamunannya.
“Sudah waktunya makan siang, ayo segera turun.” ucapnya.
“Iya, aku turun bik.” Ucap Juliet yang segera menghapus air matanya yang tadi sempat menetes.
Bibi Gina, adalah seorang pelayan rumah kakek dan nenek yang masih setia menemani mereka walaupun keluarga itu sudah bangkrut.
Juliet segera menutup kembali jendela kamarnya, lalu dia menatap cermin untuk memastikan sang nenek tidak akan melihat wajahnya yang sedih.
“Huuhh,, tidak apa-apa Julie, semua akan baik-baik saja, ayo semangat!” ucap Juliet menyemangati dirinya sendiri.
“Aku pasti akan menemukan solusi.” Ucap Juliet sambil menaruh map tadi di dalam laci meja riasnya lalu menguncinya, dia berniat untuk menyembunyikan surat itu dari sang nenek.
Juliet duduk di meja makan bersama neneknya, dia menatap wajah sang nenek yang terlihat semakin tua, sedangkan bibi Gina mulai menghidangkan beberapa makanan.
“Julie, siapa tadi yang mengetuk pintu?” tanya neneknya tiba-tiba.
“Hah? Eh, anu tadi ada orang lewat yang menanyakan jalan nek.” Jawab Juliet berbohong.
Nenek hanya menatap Juliet sambil tersenyum lalu mengangguk percaya.
“Lalu bagaimana dengan rumah ini? Sebelum keponakan kakekmu itu menuntut, lebih baik kamu pergi ke pengacara kakek dan meminta solusi padanya, walaupun kita sudah bangkrut, tapi beliau pasti masih mau membantu kita.” Ucap sang nenek.
“Baiklah nek, setelah ini Julie akan menemui pengacara di kota.” Ucap Juliet.
“Semoga saja ada jalan keluar untuk masalah rumah ini.” Ucap sang nenek yang terlihat pasrah.
“Tentu saja nek, pasti akan ada jalan keluarnya, jadi jangan terlalu mengkhawatirkannya ya nek.” Ucap Juliet dengan semangat.
Juliet memandangi wajah keriput sang nenek dengan sendu, namun bibir mungilnya masih memaksa untuk tersenyum agar tidak membuat sang nenek khawatir.
“Maafkan aku nek, sebenarnya aku sudah menemui pengacara, namun jalan keluar yang di berikan sama sekali tidak masuk akal.” Batin Juliet sambil menghela napas.
Rasanya tidak berlebihan jika mengatakan kalau rumah di pedesaan itu adalah segalanya bagi Juliet dan neneknya yang sudah tidak memiliki apapun.
Denada Holster, baru saja sebulan yang lalu Denada kehilangan suami tercintanya, dan sekarang dia terancam akan kehilangan rumah yang menyimpan banyak kenangan baginya dan juga suaminya.
FLASHBACK
Di tempat pengacara...
“Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya tidak bisa melakukan apa pun tentang hak milik rumah tersebut karena di keluarga Holster rumah peninggalan akan di serahkan kepada anak atau cucu laki-laki.” Jelas pengacara tersebut.
Saya sangat menyayangkan kabar kematian tuan Holster, tapi saya tidak bisa berbuat apa pun.” Lanjutnya.
“Saya tahu akan peraturan itu, namun apa tidak ada cara lain untuk membuat mereka mengerti?” tanya Juliet.
“Entahlah, tapi untuk saat ini, usaha terbaik yang bisa anda lakukan adalah memohon kepada tuan Jim Holster.” Ucap pengacara tersebut.
Juliet menunduk sambil merem4s pakaiannya dengan erat saat mendengar ucapan pengacara itu.
“Aku tidak menyangka dia akan menyuruhku memohon untuk rumah milik sendiri.. dasar tidak sopan.” Batin Juliet.
“Tapi memang tidak ada cara lain lagi, kalau tidak ada rumah, nenek akan kehilangan tempat tinggalnya.” Lanjutnya.
Dan begitulah akhirnya, Juliet mencoba untuk menulis surat kepada Jim Holster, karena di pedesaan masih belum ada ponsel, bahkan jaringan pun tidak akan tersedia di desa Juliet, itulah kenapa dia menghubungi kerabatnya dengan surat.
Dan balasan yang dia dapatkan..
“Nona Harvey, pertama-tama aku menyesal tentang kematian pamanku Jack Holster.
Aku sangat memahami perasaan nona Harvey sekarang, dan mengenai permintaan nona untuk menunda penjualan rumah sampai nyonya Holster meninggal dunia itu tampaknya agak sulit untuk di kabulkan.
Tapi, jika nona Harvey bersedia menjadi istriku…
Mungkin saja aku bisa bermurah hati padamu, bagaimana menurutmu?”
Hal itu membuat Juliet benar-benar marah, bagaimana bisa keponakan sang kakek yang usianya hampir sama dengan ayahnya itu memintanya untuk menjadi istrinya.
FLASHBACK END.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments