Seseorang mengetuk pintu sebuah rumah yang terlihat besar di tengah-tengah desa, orang itu mengetuk pintu dengan kencang.
“Iya?” ucap seorang wanita yang baru saja membuka pintu rumahnya.
Juliet Harvey, adalah seorang wanita yang sangat cantik, sejak kecil dia di besarkan di sebuah desa terpencil bersama kakek dan neneknya, sedangkan ibunya sudah meninggal sejak usianya masih sepuluh tahun.
Juliet tumbuh menjadi anak yang baik, jujur dan begitu polos, kehidupannya hanya bersama dengan kakek dan neneknya saja.
“Ada paket untuk mbak Juliet.” Balas laki-laki yang sedang memegang sebuah map coklat yang ternyata adalah tukang paket.
“Ah iya, saya sendiri.” Ucap Juliet.
Tukang paket itu menyuruh Juliet untuk menandatangani bukti terima lebih dulu, barulah dia memberikan paket tersebut kepada Juliet.
“Terima kasih mas.” Ucap Juliet dengan ramah dan hanya di balas anggukan oleh kurir tersebut.
Juliet segera masuk ke dalam rumah dan segera membuka map tersebut di dalam kamarnya.
Juliet terkejut melihat isi dari map tersebut yang ternyata adalah dokumen pindah alih rumah milik kakek dan neneknya dan juga ada sepucuk surat yang di tempel pada dokumen tersebut.
“Aku turut bersedih atas kematian pamanku Jack Holster, tapi menurut hak waris, rumah paman akan di alihkan kepada anak laki-lakinya, namun berhubung paman tidak memiliki anak atau cucu laki-laki, maka rumah itu akan menjadi milikku selaku keponakan paman.”
Juliet tau hal ini akan terjadi, tapi tetap saja dia terkejut membaca surat itu, terlebih kakeknya baru saja meninggal sebulan yang lalu, bagaimana bisa mereka langsung ingin mengambil alih rumah sang kakek sebulan setelah beliau meninggal.
“Ini sangat tidak masuk akal!” gumam Juliet dengan mata yang berkaca-kaca.
Juliet membuka jendela kamarnya yang langsung mengarah ke taman belakang rumahnya, dia menatap pepohonan yang terlihat sangat segar pagi itu.
“Pemandangan indah ini benar-benar terasa kejam, rasanya dunia tidak peduli dengan ketidak beruntungan ku.” Gumam Juliet.
“Meskipun aku telah kehilangan keluarga dan terancam kehilangan tempat tinggal, tetapi pohon-pohon dan bunga-bunga di halaman rumah ini tetap terlihat mempesona.” Lanjutnya.
Juliet menatap kursi di bawah pohon besar yang biasanya di pakai oleh sang kakek saat masih hidup dengan tatapan sendu.
“Kek, apa aku terlalu banyak mengeluh? Tapi tetap saja kenyataan ini sangat pahit, seharusnya aku bisa melindungi rumah ini dan nenek.” Ucap Juliet.
Awalnya, keluarga kakek dan nenek Juliet adalah orang terkaya di desa itu, mereka memiliki beberapa sawah dan juga perkebunan, bahkan rumah mereka adalah rumah yang paling besar di desa itu.
Namun siapa sangka, kakek dan nenek Juliet harus menghabiskan banyak uang bahkan berhutang kepada rentenir untuk biaya pengobatan anak semata wayang mereka yang tidak lain adalah ibu kandung Juliet.
“Non! Non Julie!” teriak seseorang dari bawah.
Julie, begitulah orang-orang terdekat Juliet memanggilnya.
“Iya bik!” teriak Juliet yang tersadar dari lamunannya.
“Sudah waktunya makan siang, ayo segera turun.” ucapnya.
“Iya, aku turun bik.” Ucap Juliet yang segera menghapus air matanya yang tadi sempat menetes.
Bibi Gina, adalah seorang pelayan rumah kakek dan nenek yang masih setia menemani mereka walaupun keluarga itu sudah bangkrut.
Juliet segera menutup kembali jendela kamarnya, lalu dia menatap cermin untuk memastikan sang nenek tidak akan melihat wajahnya yang sedih.
“Huuhh,, tidak apa-apa Julie, semua akan baik-baik saja, ayo semangat!” ucap Juliet menyemangati dirinya sendiri.
“Aku pasti akan menemukan solusi.” Ucap Juliet sambil menaruh map tadi di dalam laci meja riasnya lalu menguncinya, dia berniat untuk menyembunyikan surat itu dari sang nenek.
Juliet duduk di meja makan bersama neneknya, dia menatap wajah sang nenek yang terlihat semakin tua, sedangkan bibi Gina mulai menghidangkan beberapa makanan.
“Julie, siapa tadi yang mengetuk pintu?” tanya neneknya tiba-tiba.
“Hah? Eh, anu tadi ada orang lewat yang menanyakan jalan nek.” Jawab Juliet berbohong.
Nenek hanya menatap Juliet sambil tersenyum lalu mengangguk percaya.
“Lalu bagaimana dengan rumah ini? Sebelum keponakan kakekmu itu menuntut, lebih baik kamu pergi ke pengacara kakek dan meminta solusi padanya, walaupun kita sudah bangkrut, tapi beliau pasti masih mau membantu kita.” Ucap sang nenek.
“Baiklah nek, setelah ini Julie akan menemui pengacara di kota.” Ucap Juliet.
“Semoga saja ada jalan keluar untuk masalah rumah ini.” Ucap sang nenek yang terlihat pasrah.
“Tentu saja nek, pasti akan ada jalan keluarnya, jadi jangan terlalu mengkhawatirkannya ya nek.” Ucap Juliet dengan semangat.
Juliet memandangi wajah keriput sang nenek dengan sendu, namun bibir mungilnya masih memaksa untuk tersenyum agar tidak membuat sang nenek khawatir.
“Maafkan aku nek, sebenarnya aku sudah menemui pengacara, namun jalan keluar yang di berikan sama sekali tidak masuk akal.” Batin Juliet sambil menghela napas.
Rasanya tidak berlebihan jika mengatakan kalau rumah di pedesaan itu adalah segalanya bagi Juliet dan neneknya yang sudah tidak memiliki apapun.
Denada Holster, baru saja sebulan yang lalu Denada kehilangan suami tercintanya, dan sekarang dia terancam akan kehilangan rumah yang menyimpan banyak kenangan baginya dan juga suaminya.
FLASHBACK
Di tempat pengacara...
“Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya tidak bisa melakukan apa pun tentang hak milik rumah tersebut karena di keluarga Holster rumah peninggalan akan di serahkan kepada anak atau cucu laki-laki.” Jelas pengacara tersebut.
Saya sangat menyayangkan kabar kematian tuan Holster, tapi saya tidak bisa berbuat apa pun.” Lanjutnya.
“Saya tahu akan peraturan itu, namun apa tidak ada cara lain untuk membuat mereka mengerti?” tanya Juliet.
“Entahlah, tapi untuk saat ini, usaha terbaik yang bisa anda lakukan adalah memohon kepada tuan Jim Holster.” Ucap pengacara tersebut.
Juliet menunduk sambil merem4s pakaiannya dengan erat saat mendengar ucapan pengacara itu.
“Aku tidak menyangka dia akan menyuruhku memohon untuk rumah milik sendiri.. dasar tidak sopan.” Batin Juliet.
“Tapi memang tidak ada cara lain lagi, kalau tidak ada rumah, nenek akan kehilangan tempat tinggalnya.” Lanjutnya.
Dan begitulah akhirnya, Juliet mencoba untuk menulis surat kepada Jim Holster, karena di pedesaan masih belum ada ponsel, bahkan jaringan pun tidak akan tersedia di desa Juliet, itulah kenapa dia menghubungi kerabatnya dengan surat.
Dan balasan yang dia dapatkan..
“Nona Harvey, pertama-tama aku menyesal tentang kematian pamanku Jack Holster.
Aku sangat memahami perasaan nona Harvey sekarang, dan mengenai permintaan nona untuk menunda penjualan rumah sampai nyonya Holster meninggal dunia itu tampaknya agak sulit untuk di kabulkan.
Tapi, jika nona Harvey bersedia menjadi istriku…
Mungkin saja aku bisa bermurah hati padamu, bagaimana menurutmu?”
Hal itu membuat Juliet benar-benar marah, bagaimana bisa keponakan sang kakek yang usianya hampir sama dengan ayahnya itu memintanya untuk menjadi istrinya.
FLASHBACK END.
Juliet menaruh teh hangat yang ada di tangannya, dia menatap wajah sang nenek yang terlihat lemah selama sebulan ini.
Wajar saja, karena selain kehilangan kakek secara mendadak, nenek juga harus menyerahkan sisa hartanya yang tidak seberapa itu kepada kerabatnya.
“Nenek pasti menderita menghadapi masalah ini... itu sebabnya aku tidak bisa memberitahu nenek tentang surat itu.” Batin Juliet.
“Aku saja yang mencuci piringnya nek.” Ucap Juliet tiba-tiba membuat sang nenek menoleh ke arahnya.
“Bibi Gina bilang, dia sudah memanggang roti karamel kesukaan nenek, jadi nenek bisa menikmatinya dengan santai sambil menikmati teh hangat.” Ucap Juliet sambil memberikan kecupan singkat di pipi sang nenek.
“Terimakasih Julie.” Balas nenek Denada sambil tersenyum.
Juliet sedang mengelap piring yang baru saja selesai dia cuci sambil melamun memikirkan masalah rumah kakek dan neneknya.
“Rumah ini akan segera di kuasai oleh Jim Holster, dan dia pasti akan menjual rumah dan tanah ini tanpa ragu.” Batin Juliet.
“Andai saja aku menolaknya dengan tegas, pasti aku tidak akan merasa seperti ini, harusnya aku langsung menolak dengan tegas permintaan yang di ajukan oleh Jim Holster.” Lanjut Juliet membatin.
Brakkk!! Tiba-tiba saja Juliet menggebrak meja membuat bibi Gina yang sedang mengangkat cucian terkejut karena hal itu.
Juliet pun tersadar kalau dia sudah membuat bibi Gina terkejut.
“Aku sudah selesai mencuci piringnya bibi Gina, aku mau istirahat dulu ya.” Ucap Juliet sambil tersenyum lebar.
“Ah, iya terima kasih nona.” Balas bibi Gina.
Juliet memutuskan untuk pergi ke taman belakang rumah dan duduk di kursi yang biasa di pakai sang kakek sambil mendongakkan kepalanya menahan air mata yang rasanya ingin turun, lalu dia memejamkan kedua matanya sambil menikmati angin yang berhembus dengan sejuk.
“Jangan menangis, aku tidak ingin menangis hanya karena orang sepertinya.” Batin Juliet mencoba untuk menahan air matanya sekuat tenaga.
“Teganya dia memperlakukan saudaranya yang sedang terpojok seperti ini untuk mencari keuntungan, dan dia sama saja seperti ayah yang berperilaku tidak sesuai dengan usianya.” Gumam Juliet.
“Eh? Tunggu!” ucap Juliet yang langsung teringat sesuatu.
“Ayah? Benar, ada ayah!” ucap Juliet yang langsung bangkit dari kursinya dan langsung berlari kencang masuk ke dalam rumah.
***
Hari yang sangat cerah di bulan agustus, seseorang sedang berusaha untuk menutup telinganya saat mendengar suara yang berisik dan mengusik tidur nyenyaknya.
“Satu, dua, tiga! Ayo ayo terus ayo semangat!” teriakan orang-orang membuat tidurnya benar-benar terganggu.
“Haahhh, aku menyerah!” ucapnya frustasi lalu dia bangkit dari tidurnya.
“Dasar orang-orang gila yang terlalu bersemangat! Ck! Berisik sekali!” ucapnya dengan kesal.
Owen Walter, seorang pengusaha kaya raya. Siapa yang tidak mengenal keluarga Walter, keluarga Walter adalah keluarga yang tidak pernah luput dari media.
Mereka adalah keluarga terkaya nomer satu di dunia, dan Owen Walter adalah pewaris utama di keluarga itu sebelum posisinya di gantikan oleh sang adik Ethan Walter.
Owen bangkit dari tempat tidurnya dan membuka tirai jendelanya yang mengarah langsung ke arah lapangan luas.
“Aku tidak mengerti kenapa mereka rela berlarian ke sana kemari dengan penuh semangat.” Ucap Owen.
Kebetulan lapangan tempat di adakannya perlombaan itu di kelilingi oleh mansion keluarga Walter, atau bisa di bilang lapangan dan komplek perumahan elit itu adalah milik keluarga Walter.
Owen menekan bel untuk memanggil kepala pelayan pribadinya. Tanpa menunggu lama, pelayan tersebut membuka pintu kamarnya.
“Anda memanggil saya tuan?” tanya kepala pelayan tersebut.
“Hmm, lihat itu.” Ucap Owen sambil menunjuk ke arah jendela.
“Maaf tuan, mereka sudah mendapatkan izin dari nyonya besar, sehingga kami tidak bisa menghentikan mereka.” Jelas kepala pelayan tersebut.
“Jumlah orang yang berpartisipasi dalam perlombaan agustusan kali ini meningkat, karena itu sepertinya jadi lebih berisik dari tahun-tahun kemarin.” Lanjutnya.
Owen tersenyum mendengar penjelasan dari kepala pelayan, dia tau sang nenek memang menyukai kegiatan yang merepotkan seperti itu, karena adik Owen menyukai hal seperti ini juga.
“Lagi pula pemenang semua perlombaan ini tetaplah Ethan Walter, para idiot yang sangat bersemangat itu hanya memeriahkan acara saja.” Ucap Owen sambil tersenyum miring.
“Apa anda ingin pindah kamar tuan?” tanya kepala pelayan tersebut.
Pasalnya di mansion Owen Walter memang ada beberapa kamar kosong yang di fungsikan untuk para tamu jauh yang berkunjung di sana.
“Ah, tidak, tidak perlu.” Balas Owen menolak.
“Kalau begitu saya akan menyiapkan makanan untuk anda.” Ucap kepala pelayan lagi.
“Tidak, bawakan saja aku kopi hitam dan buah-buahan, aku akan duduk di balkon setelah mandi.” Ucap Owen yang langsung di kerjakan oleh kepala pelayan tersebut.
Sedangkan Owen segera menuju kamar mandi dan berendam di bathtub dengan tangan di kepala seperti sedang memikirkan sesuatu dan sesekali dia menghela napas panjang untuk meluapkan apa yang ada di pikirannya.
Setelah selesai membersihkan dirinya, Owen hanya keluar dari kamar mandi menggunakan celana pendek yang di tutupi oleh jubah tidurnya.
Owen duduk di balkon ruang tamunya sambil menikmati buah dan kopi yang sudah di sediakan, sampai kemunculan kepala pelayan.
“Tuan..” panggil kepala pelayan yang membuat Owen langsung menoleh ke arahnya tanpa mengatakan apapun.
“Tuan Ethan sudah tiba dan sedang menuju kemari.” Ucap kepala pelayan yang di balas anggukan oleh Owen.
Ethan Walter, adik laki-laki Owen yang hanya berbeda satu tahun darinya, pewaris utama kekayaan keluarga Walter setelah hak ahli waris Owen di cabut.
“Hai adikku tersayang, ada urusan apa yang membuat kamu begitu terburu-buru sampai tidak sempat untuk mengganti pakaian.” Sapa Owen saat melihat sang adik masuk yang dengan masih menggunakan pakaian olahraganya.
Ethan tidak mengatakan apa-apa, dia hanya diam menatap Owen dengan tatapan kesal, lalu dia duduk di kursi yang ada di hadapan Owen.
“Katakan saja keinginanmu.” Ucap Owen.
Ethan melempar majalah tepat di hadapan Owen, majalah yang menampilkan foto Owen sebagai covernya yang sejak tadi di pegang oleh Ethan.
“Casanova? Buaya darat?” ucap Owen saat melihat judul majalah itu adalah ‘Owen si Casanova yang mendapat julukan Buaya Darat’
“Kamu ga tau ya? Itu adalah sebutan barumu yang di berikan oleh para netizen.” Ucap Ethan.
“Buaya Darat...” gumam Owen sambil tersenyum miring.
“Syukurlah mereka memakai fotoku yang bagus.” Ucap Owen yang membuat Ethan tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang kakak.
“Aku juga mendengar kalau Rebecca akan kembali ke negara ini.” Ucap Ethan.
Owen tidak menggubris ucapan Ethan, dia hanya terus memakan buah dan menatap pemandangan, bahkan sepertinya dia tidak berniat untuk membahas soal wanita yang di sebut Ethan barusan.
“Apa yang akan kau lakukan Owen?” tanya Ethan kembali.
“Entahlah.. aku juga tidak tau apa yang harus aku lakukan saat wanita itu kembali.” Ucap Owen dengan santai sambil membuka lembaran lain di majalah tersebut.
“Apa yang akan kau lakukan Owen?” tanya Ethan kembali.
“Entahlah.. aku juga tidak tau apa yang harus aku lakukan saat wanita itu kembali.” Ucap Owen sambil membaca lembaran lain di majalah tersebut.
Rebecca Keel, adalah seorang wanita yang cantik jelita yang pernah menjadi wanita paling di cintai di negara Aldmoor.
Rebecca adalah putri orang penting yang berasal dari negara Tarrin, Rebecca dan Owen di jodohkan oleh orang tua mereka dan menjalani pernikahan selama satu tahun.
Namun sayangnya, hubungan keduanya tidak berjalan mulus dan harus berpisah setelah Rebecca melahirkan seorang putra.
Kabarnya, wanita yang di campakkan oleh Owen dan bahkan kehilangan anaknya itu akan kembali ke Aldmoor.
Kini perhatian publik tertuju kepada Owen Walter yang dulu pernah menjadi ahli waris kekayaan keluarga Walter dan kini hanya menjadi pengusaha biasa, dan Rebecca Keel yang malang. Akankah mereka dapat bersatu kembali?
“Haahh, gosip ini memang cocok bagi orang-orang bermulut ember.” Ucap Owen.
“Kamu ini bilang apa sih?!” balas Ethan kesal.
***
STASIUN KERETA
Tuuuttt,, tuuuttt...
Suara kereta saling sahut menyahut, dan di sini lah Juliet berada, di stasiun kereta karena ingin mengunjungi sang ayah yang berada di kota.
“Haaa...” Juliet menghela napas panjang berkali-kali `di depan pintu kereta tanpa berniat untuk naik sama sekali.
Untung saja saat itu hari masih pagi dan tidak banyak penumpang yang masuk ke dalam kereta, namun hal itu membuat petugas stasiun merasa terganggu.
“Hei nona! Kau tidak mau naik?” tanya petugas stasiun tersebut yang membuat Juliet terkejut karenanya.
“Eh ya ampun! Iya saya akan naik!” ucap Juliet.
Mendengar ucapan Juliet akhirnya petugas stasiun itu pergi untuk memeriksa penumpang lainnya.
Namun Juliet masih belum berani untuk naik ke atas kereta, dia terus mencoba untuk menenangkan diri dengan menghela napas panjang berkali-kali, dia merasa bersalah karena hanya meninggalkan sepucuk surat untuk sang nenek.
“Nenek pasti sudah membaca surat itu, maafkan aku nek aku pergi hanya meninggalkan sepucuk surat saja, itu benar-benar hal yang tidak sopan.”
“Tapi aku tidak bisa bercerita secara langsung kepada nenek kalau aku akan menemui ayah, dari pada meminta bantuan kepada menantu yang sudah seperti musuhnya, nenek pasti lebih memilih jatuh miskin.”
Ini adalah pertemuan pertama Juliet dengan sang ayah setelah pemakaman ibunya sembilan tahun yang lalu.
Juliet dan ayahnya sudah seperti orang asing, bukan! Bahkan hubungan mereka lebih buruh dari itu, ada kemungkinan Juliet akan langsung di usir oleh ayahnya saat tiba di kota nanti, tapi Juliet tidak pantang menyerah, karena ayahnya adalah harapan terakhirnya saat ini.
“Aku akan berhasil kan?” gumam Juliet pada dirinya sendiri.
“Hei! Kalau tidak mau naik jangan menghalangi jalan!” teriak petugas stasiun kembali membuat Juliet terkejut untuk kedua kalinya.
“I-iya baik pak saya naik!” seru Juliet yang langsung naik ke dalam gerbong kereta.
Sedangkan petugas stasiun hanya bisa menggelengkan kepala melihat Juliet, terutama pakaian yang terlihat sangat norak dan juga penampilannya yang norak.
Walaupun sudah duduk di tempat duduknya, Juliet masih tetap khawatir jika dia akan di usir oleh sang ayah, bahkan kegelisahannya membuat penumpang di sebelah Juliet merasa risih tanpa dia sadari.
Pagi yang sama di tempat yang berbeda...
Owen yang baru saja selesai mandi dan masih memakai jubah tidurnya itu harus di pusingkan dengan seorang wanita yang sejak tadi tidak berhenti untuk meminta penjelasannya.
“Owen, kamu dengerin aku ga sih?” tanya wanita yang saat ini sedang duduk di hadapannya itu.
Mila Moreno, perempuan yang akhir-akhir ini dekat dengan Owen, atau bisa di sebut dengan kekasih Owen juga.
Namun yang di tanya sama sekali tidak menggubris ucapannya, dia hanya diam memejamkan kedua matanya sambil sesekali memijat pelipisnya.
“Arrgghhh aku masih mengantuk, padahal aku berniat untuk kembali tidur setelah mandi dan makan beberapa buah, aku pusing karena baru sampai dini hari dan baru tidur tadi pagi." Batin Owen.
“Kenapa kau diam saja Owen? Apa kau tidak berniat untuk menjawab pertanyaanku?” tanya Mila yang sudah memberikan majalah mengenai gosip antara Owen dan Rebecca.
“Artikel itu tidak benar kan? Jawab aku Owen!” tegas Mila yang sudah kesal karena sejak tadi Owen hanya diam saja.
Namun tetap saja Owen tidak menjawab semua pertanyaan Mila, dia bahkan tidak berniat untuk menjawab dan menjelaskan.
Hal itu membuat Mila semakin kesal dan dia langsung berdiri dari tempat duduknya.
“Owen!” teriak Mila.
Mendengar teriakan Mila membuat Owen akhirnya menatap wajah wanita itu dengan mata panda nya karena kurang tidur.
“Dia wanita yang menakjubkan, pagi-pagi dia sudah datang ke mari dari rumahnya yang lumayan jauh, kedatangannya yang begitu cepat itu saja sudah membuatku kagum, dia bahkan berpenampilan dengan sempurna.” Batin Owen.
Akhirnya Owen mengambil majalah yang ada di meja dan mulai membaca artikel apa yang di maksud oleh Mila hingga membuatnya datang ke mansion nya pagi-pagi sekali.
Menurut kerabat dekat keluarga Walter yang tidak ingin di sebut identitasnya, tampaknya ada sesuatu di antara mereka berdua, memaafkan mantan suami yang telah berbuat kejahatan adalah sesuatu yang tidak bijaksana, namun sepertinya hati sang mantan istri yang lemah akhirnya goyah dan hal itu membuat para netizen geger.
Setelah membaca berita yang ada di majalah, Owen kembali menaruh majalah tersebut sambil tersenyum membaca isi artikel yang menurutnya lucu itu, lalu dia menyeruput kopi hitam miliknya tanpa memberi penjelasan kepada Mila.
“Jadi, kamu ga mau kasih penjelasan ke aku?” tanya Mila.
“Yaudah, kalo gitu kita putus aja!”tegas Mila yang membuat Owen melirik Mila dengan tajam.
“Kurasa kita tidak punya alasan untuk meneruskan hubungan ini lagi, ada banyak laki-laki yang mengantre ingin menjadi kekasihku.” Lanjut Mila.
Owen semakin malas menanggapi Mila, dia merasa Mila semakin membosankan untuknya.
“Keberanian wanita ini oke juga, kami juga menikmati hubungan yang masih dalam batas wajar ini, dia juga tahu pasti bahwa hubungan kami tidak akan kandas, tapi itu hanya sampai dia datang dengan emosi yang membara hanya karena sebuah artikel murahan.” Batin Owen.
“Haah... kalau begitu, selamat karena kau akan semakin populer karena putus denganku nona Mila.” Ucap Owen yang membuat Mila terkejut.
Mila pikir, Owen tidak akan setuju putus dengannya karena hubungan mereka yang saling menguntungkan dan juga dia berasal dari keluarga yang cukup terpandang juga walaupun tidak sehebat keluarga Rebecca.
“Apa!? Bagaimana bisa kamu mengatakan hal itu?” teriak Mila.
“Entahlah, kan kamu sendiri yang minta putus, aku hanya menyetujuinya saja, iya kan?” Balas Owen dengan santai sambil tersenyum sinis.
Owen yang sudah lelah pun akhirnya berdiri dari tempat duduknya membuat Mila semakin terkejut.
“T-tunggu! Apa hanya itu hal yang bisa kau katakan padaku!?” ucap Mila.
Owen berhenti di tempatnya lalu menoleh ke arah Mila yang wajahnya sudah memerah karena kesal.
“Semoga perjalanan anda aman sampai ke rumah.” Ucap Owen sambil membungkukkan tubuhnya membuat Mila tidak bisa berkutik lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!